Refleksi Kemerdekaan Republik Indonesia ke-66
Merdeka!
Membaca banyak buku perihal sejarah Nusantara pra kemerdekaan akan menuntun kita pada sebuah kesadaran dan kebanggaan bahwa kita sesungguhnya adalah pewaris bangsa besar. Sebelum negeri bernama Indonesia ini terbentuk, negeri ini memiliki kerajaan-kerajaan dan peradaban kuat seperti Majapahit, Sriwijaya, Mataram. Namun mengapa negeri besar ini tidak berdaya menahan kekuatan imperalisme dan kapitalisme asing sehingga mereka mencengkramkan kekuasaannya atas negeri besar ini?
81 tahun silam sekitar tahun 1930 Ir. Soekarno menuliskan sebuah artikel berjudul Mencapai Indonesia Merdeka. Beliau menggunakan pisau analisis yang tajam untuk mencari tahu mengapa bangsa ini mengalami kekalahan dan tidak berhasil membendung kekuatan penjajah sehingga menjadi negeri yang kalah dan terjajah. Beliau mengatakan sbb: “Ah, masjarakat Indonesia chususnya, masyarakat Azia umumnya, pada waktu itu kebetulan sakit. Masjarakat Indonesia pada waktu itu adalah suatu masjarakat ‘in tranformatie’, ja’ni suatu masjarakat yang sedang asjik ‘berganti bulu’: feodalisme kuno yang terutama sekali feodalismenja Brahmanisme, jang tidak memberi djalan sedikitpun djua pada rasa-kepribadian, yang menganggap Rakjat sebagai perkakas-melulu daripada ‘titisan dewa’ itu, - feodalisme-kuno itu dengan pelahan-pelahan didesak oleh feodalisme-baru, feodalisme ke-Islam-an, jang sedikit lebih demokratis dan sedikit lebih memberi djalan pada rasa kepribadian. Pertempuran antara feodalisme-kuno dan feodalisme-baru itu, jang pada lahirnja mitsalnja berupa pertempuran antara Demak dan Madjapahit, atau Banten dan Padjadjaran-, pertempuran antara feodalisme-kuno dan feodalisme-baru itulah seolah-olah membikin badan masjarakat menjadi ‘demam’ dan mendjadi ‘kurang tenaga’. Memang tiap-tiap masjarakat ‘in tranformatie’ adalah seolah-olah demam...Hairankah kita kalau masjarakat Indonesia, jang pada waktu datangja imperialisme dari Barat itu kebetulan ada didalam keadaan transformatie, ta’tjukup kekuatan untuk menolaknya?...Satu-per-satu negeri-negeri di Indonesia tunduk pada tjakrawarti yang baru itu. Satu-per-satu negeri-negeri itu lantas hilang kemerdekaanja. Satu-per-satu negeri-negeri itu lantas mendjadi kepunjannja Oost Indische Compagnie”1
Menurut analisis beliau, bangsa Indonesia sedang mengalami transisi atau peralihan dari feodalisme Hindu ke feodalisme Islam sehingga menimbulkan gejolak dalam tatanan kemasyarakatan yang diistilahkan beliau sebagai “demam”. Kondisi tersebut membuat Indonesia lemah dan tidak berdaya. Saat itulah kekuatan Imperialis asing memasuki negeri yang sedang sakit demam dan berganti kulit.
Beliau melanjutkan memberikan analisis kekuatan yang mendorong Imperialisme yaitu “ja’ni kehausannja mentjahari rezeki”2 alias motif kerakusan ekonomi dengan mengeksploitasi kekayaan alam negara ini. Beliau mengistilahkan dengan Kapitalisme. Menurut beliau, “Imperialisme adalah dilahirkan oleh kapitalisme. Imperialisme adalah anaknja kapitalisme. Imperialisme-tua dilahirkan oleh kapitalisme-tua, imperialisme-modern dilahirkan oleh kapitalisme-modern”3.
Apa sebenarnya Kapitalisme tersebut? Dalam artikel lainnya berjudul Kapitalisme Bangsa Sendiri? beliau mendefinisikan Kapitalisme sebagai, “stelsel pergaulan hidup, jang timbul daripada tjara produksi yang memisahkan kaum-buruh dari alat-alat-produksi. Kapitalisme adalah timbul dari ini tjara produksi, jang oleh karenanja, mendjadi sebabnja meerwaarde tidak djatuh didalam tanganja kaum buruh melainkan ndjatuh didalam tangannja kaum madjikan. Kapitalisme, oleh karenanja pula, adalah menjebabkan kapitaalaccumulatie, kapitaalconcentratie, kapitaalcentralisatie dan industrieel reserve-arme. Kapitalisme mempunjai arah kepada Verelendung, jakni menjebarkan kesengsaraan”4. Intinya, Kapitalisme merupakan sistem yang menguntungkan pemilik modal dan merugikan kaum buruh.
Kesengsaraan yang dimaksudkan adalah masyarakat buruh yang beliau istilahkan Marhaen tidak pernah mendapatkan keuntungan signifikan. Ketika beliau memaparkan laporan ekspor impor tahun 1924-1930, terdapat ketimpangan besar dalam laporan tersebut. Angka ekspor produk pemerintah penjajah Belanda dari hasil tanah Indonesia mencapai dua kali lipat daripada impornya5.
Dan Ir. Soekarno meramalkan kekalahan Imperialisme dan Kapitalisme jika Indonesia sudah mengalami kemerdekaan. Jika masyarakat Indonesia merebut kemerdekaannya maka mereka akan mampu mengalahkan Imperialisme dan Kapitalisme yang merugikan rakyat. Beliau mengatakan dengan keyakinan sbb: “Dan sjarat jang pertama untuk menggugurkan stelsel kapitalisme dan imperialisme? Sjarat jang pertama ialah: kita harus merdeka. Kita harus merdeka agar supaja kita bisa leluasa bertjantjut-tali-wanda menggugurkan stelsel kapitalisme dan imperialisme”6. Jika kemerdekaan berhasil direbut dengan menggunakan kendaraan partai politik, maka rakyat dapat bersatu padu untuk memimpin dan mengendalikan pemerintahan agar cenderung kepada kepentingan rakyat.
Indonesia sudah memasuki tahun ke-66 kemerdekaanya. Apa yang dicita-citakan beliau dalam tulisannya 81 tahun lalu sudah terjadi dan dialami. Apa itu? Kemerdekaan. Namun bagaimana dengan Kapitalisme yang diramalkan hancur saat Indonesia mengalami kemerdekaan? Kapitalisme tetap berjaya baik dalam bentuk kekuatan modal asing maupun kekuatan modal dalam negeri yang tidak banyak memberikan keuntungan bagi rakyat Indonesia. Kapitalisme modern tidak lagi menggunakan kendaraan Imperialisme melainkan melalui melalui lobi-lobi politik dan ekonomi tingkat tinggi yang tetap menguntungkan pemodal dari pada buruh. Ir., Soekarno mengingatkan bahwa bukan hanya Kapitalisme asing yang harus dilawan melainkan Kapitalisme dalam negeri. Dalam artikelnya berjudul Kapitalisme Bangsa Sendiri? Beliau mengatakan, “Mengutamakan perdjoeangan kebangsaan, itu tidak berarti bahwa kita tidak harus melawan ketamaan atau kapitalisme bangsa sendiri. Sebaliknja! Kita harus mendidik rakjat djuga bentji kepada kapitalisme bangsa sendiri, dan dimana ada kapitalisme bangsa sendiri, kita harus melawan kapitalisme bangsa sendiri itu djuga!”7