RSS Feed

INTERNALISASI NILAI-NILAI PANCASILA DALAM KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA

Posted by Teguh Hindarto




Sebuah Refleksi Menjelang Peringatan Hari Kelahiran Pancasila

(Tulisan Terakhir)

Saat pidato pada Hari Jadi Pancasila 1 Juni 2011 lalu, mantan Presiden R.I. kedua, B.J. Habibie dengan berapi-api mengatakan, “Reaktualisasi Pancasila semakin menemukan  relevansinya   di   tengah  menguatnya   paham  radikalisme,   fanatisme   kelompok   dan kekerasan  yang mengatasnamakan agama yang kembali marak beberapa waktu terakhir ini. Saat infrastruktur demokrasi  terus    dikonsolidasikan,     sikap    intoleransi    dan     kecenderungan        mempergunakan        kekerasan      dalam  menyelesaikan  perbedaan,  apalagi mengatasnamakan  agama,  menjadi  kontraproduktif  bagi  perjalanan bangsa  yang  multikultural  ini.  Fenomena  fanatisme  kelompok, penolakan terhadap  kemajemukan  dan  tindakan  teror  kekerasan  tersebut menunjukkan  bahwa  obsesi  membangun  budaya  demokrasi  yang  beradab,  etis  dan eksotis  serta  menjunjung  tinggi  keberagaman  dan menghargai  perbedaan  masih  jauh  dari kenyataan.[1]  

Keprihatinan mantan Presiden tersebut merupakan keprihatinan kita bersama. Betapa saat ini, Pancasila sebagai buah pemikiran luhur Presiden Soekarno yang telah mempersatukan berbagai perbedaan agama, suku, ras, budaya Indonesia dan diterima sebagai konsensus bersama sebagai dasar negara oleh para bapak pendiri bangsa, saat ini semakin menjauh dari ingatan warga negara Indonesia dan mulai dikhianati dengan berbagai tindakan-tindakan kekerasan atas nama agama, korupsi yang tidak juga berhenti, tidak menghormati keputusan hukum, berbagai tindakan amuk massa dan anarkisme yang merajalela.

Setiap lembaga sekolah memang masih mendaraskan Pancasila setiap upacara bendera pada hati senin, Mata pelajaran PPKN masih menjadikan Pancasila sebagai bagian kurikulum pembahasan. Namun mengapa berbagai tindakan-tindakan bangsa ini semakin hari semakin menjauh dari nilai-nilai Pancasila? Bisa jadi karena kita saat ini hanya menghafal Pancasila namun tidak menghayati maknanya. Bisa jadi kita saat ini mengetahui secara teoritis Pancasila namun tidak melakukan internalisasi dan penerapan dalam konteks kehidupan nyata.

Pengaruh Orde Baru yang sedikit banyak dituding telah menjadikan Pancasila sebagai alat politik dan legitimasi kekuasaan menyebabkan penolakkan terhadap Pancasila yang dianggap sebagai bagian dari produk Orde Baru. Padahal Pancasila telah dirumuskan jauh sebelum adanya Orde Lama dan Orde Baru.

Haruskah kita meninggalkan Pancasila? Tidak! Yang kita harus tinggalkan bukan Pancasila. Yang harus kita tinggalkan adalah sikap-sikap mempolitisir Pancasila menjadi alat kepentingan kekuasaan. Ketika lembaga negara memberangus kebebasan berpendapat dengan mengatasnamakan Pancasila, maka negara telah menjadikan Pancasila sebagai legitimator tindakan-tindakannya, padahal Pancasila mengakomodir kebebasan berpendapat.

Pancasila, sebagaimana Ir. Soekarno katakan saat berpidato di hadapan BPUPKI, “Sekarang banyaknya prinsip; kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan dan ketuhanan, lima pula bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi - saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa namanya ialah Panca Sila. Sila artinya azas atau dasar, dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan Negara Indonesia, kekal dan abadi...Berpuluh-puluh tahun sudah saya pikirkan dia, ialah dasar-dasarnya Indonesia Merdeka, Weltanschauung kita”. 

Kita garis bawahi istilah Weltanschauung (pandangan hidup). Kita harus kembalikan Pancasila bukan dalam makna politis melainkan sebagai filsafat dan pandangan hidup bangsa Indonesia karena Pancasila adalah nilai-nilai yang digali dalam sikap kehidupan Bangsa Indonesia sejak sebelum merdeka sebagaimana Ir Soekarno katakan, ‘“...Aku tolak dengan tegas ucapan Prof. Notonegoro, bahwa aku adalah pencipta Pancasila. Pancasila diciptakan oleh bangsa Indonesia sendiri. Aku hanya menggali Pancasila daripada buminya Bangsa Indonesia. Pancasila terbenam di dalam bumi bangsa Indonesia 350 tahun lamanya. Aku gali kembali dan aku sembahkan Pancasila ini di atas persada bangsa Indonesia kembali”. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila adalah kepribadian bangsa Indonesia yang digali, dirumuskan, disistematisir menjadi sebuah pandangan hidup oleh Ir. Soekarno.

Jika kita memahami bahwa Pancasila adalah kepribadian bangsa, maka secara inheren Pancasila harus menjadi gaya hidup dan dasar berpikir, berbangsa dan bernegara baik secara nasional maupun internasional.

Dengan Sila Pertama, Ketuhanan yang Maha Esa bukan dimaksudkan bahwa agama mayoritas dapat memaksakan kehendaknya terhadap yang minoritas. Sila pertama memberikan jaminan hak kepada semua pemeluk agama di Republik Indonesia untuk hidup dan mengaktualisasikan peribadahannya. Sayangnya, dalam berbagai prakteknya, masih banyak sikap-sikap yang jauh dari pengejawantahan sila yang pertama. Sebagaimana disitir oleh Presiden B.J. Habibie sebelumnya, berbagai kekerasan dan anarkisme atas nama agama semakin menguat akhir-akhir ini. Dan pembiaran terjadi di mana-mana. Negara seolah kehilangan supremasinya.

Marty Natalegawa saat menanggapi pertanyaan gencar dalam sidang kelompok Dewan Hak Asasi Manusia PBB di Geneva mengenai kebebasan beragama di Indonesia, mengatakan bahwa alam demokrasi yang membawa kebebasan telah memberi kesempatan pihak-pihak yang berpandangan keras dan cenderung ekstreem untuk mengeksploitasi ruang demokrasi demi kepentingan mereka[2]. Pernyataan ini dikomentari oleh F. Budi Hardiman sebagai, “...pengakuan telanjang di hadapan dunia internasional bahwa pemerintah kita gagal menjamin toleransi dalam masyarakat...”[3]. Beliau memberikan kritiknya terhadap pemerintah, “Dalam demokrasi pemerintah memang harus toleran, tetapi hal itu tidak berarti juga toleran terhadap intoleransi...jadi penyebab meningkatnya intoleransi bukanlah demokrasi, melainkan suatu pemerintahan yang toleran terhadap intoleransi...”[4]. Dalam hal ini, kita membutuhkan pemimpin dan negara yang lebih tegas mengatur kebebasan beribadah dan mengekspresikan agamanya dan menindak berbagai sikap intoleran dan memberangus kebebasan beragama sebagaimana terjadi akhir-akhir ini.

Dengan Sila Kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, memberikan pedoman sikap moralitas sebagai manusia Indonesia yang menegakkan keadilan dan nilai-nilai keadaban. Yang terjadi saat ini adalah aksi-aksi ketidakberadaban di tengah-tengah masyarakat kita. Kita saksikan kasus Mesuji dimana terjadi pembantaian penduduk dalam perselisihan soal lahan. Beberapa tahun silam kita menyaksikan konflik di Ambon, Kalimantan yang memperlihatkan jauhnya diri kita dari nilai-nilaia keadaban dan mementingkan kekerasan sebagai jalan keluar penyelesaian persoalan.

Dengan Sila Ketiga, Persatuan Indonesia, kita diingatkan untuk menjadi warga Indonesia yang bersatu dan menjaga persatuan sekalipun kita memiliki banyak perbedaaan baik agama, suku, ras, budaya, bahasa dll. Otonomi daerah bermanfaat untuk pembangunan daerah karena dengan status tersebut akan memberikan ruang yang cukup besar kepala daerah memakmurkan daerahnya. Namun ekses negatifnya tentu saja menciptakan raja-raja kecil yang menjauh dari loyalitas terhadap pusat. Berbagai ancaman daerah untuk melepaskan diri dari NKRI karena berbagai persoalan pengelolaan sumber daya alam mmerupakan bentuk-bentuk ancaman terhadap persatuan Indonesia yang harus dijaga.

Dengan Sila Keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, kita dididik untuk menyelesaikan segala sesuatu dengan cara musyawarah untuk mufakat dan bukan pemaksaan kehendak segolongan tertentu. Nilai-nilai luhur mengenai musyawarah telah semakin menjauh digantikan dengan pemaksaan pendapat oleh sekelompok orang yang memiliki kekuatan. Berbagai aksi amuk massa dan anarkisme terhadap berbagai penolakkan kebijakan pemerintah menjadi cermin menjauhnya sikap-sikap musyawarah untuk mencapai mufakat. Mengapa pemindahan lokasi sebuah pasar harus berakhir dengan bentrok antara aparat dan masyarakat? Apakah cara musyawarah sudah ditempuh dengan maksimal? Dalam musyawarah diantara kedua belah pihak yang bersengketa, mensyaratkan bukan saja rasa keadilan melainkan kerelaan dan keikhlasan menyerahkan kepentingan-kepentingan individu dan egoisme pribadi kepada kepentingan yang lebih besar.


Dengan Sila Kelima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, dimaksudkan bahwa setiap insan masyarakat Indonesia harus menjadi orang yang menegakkan nilai-nilai keadilan sosial. Keadilan Sosial bisa dimulai dengan bersikap adil dalam keluarga, bersikap adil dalam menyelesaikan persoalan-persoalan dalam lingkungan bermasyarakat. Jika nilai-nilai ini sudah membatin dan menjadi gaya hidup, maka ketika seseorang menempati jabatan-jabatan fungsional publik, maka nilai-nilai keadilan sosial akan terejawantahkan dengan baik dalam berbagai kebijakan publik demi melayani masyarakat.

Dengan mengembalikan Pancasila sebagai Pandangan Hidup, Filsafat Hidup, Gaya Hidup maka Pancasila akan hadir sebagai sebuah kehidupan nyata masyarakat Indonesia. Pancasila akan dilupakan masyarakat Indonesia manakala Pancasila dipenjara dan menjadi sandera politik dan kekuasaan Tirani.

Presiden B.J. Habibie melanjutkan pidatonya dengan memberikan nasihat, “Nilai-nilai  itu  harus  diinternalisasikan  dalam  sanubari bangsa sehingga Pancasila hidup dan berkembang di seluruh pelosok nusantara.   Aktualisasi nilai-nilai Pancasila harus menjadi gerakan nasional yang terencana dengan baik sehingga tidak  menjadi slogan politik yang tidak ada implementasinya”. Dua kata kunci penting dalam pidato Habibie yaitu “Internalisasi” dan “Gerakan Nasional”. Sayangnya anjuran tersebut tidak direspon sebagaimana mestinya karena sampai hari ini kita belum mendengar ada gerakan nasional yang sinergis dan terpadu menjadikan Pancasila sebagai nilai-nilai luhur yang harus diinternalisasikan dalam sanubari bangsa.

Setidaknya pemerintah dan lembaga-lembaga sekolah melalui guru dan kurikulum mengejawantahkan nilai-nilai pemahaman dan penghayatan Pancasila sebagai pandangan hidup dan jati diri bangsa dengan metode-metode yang lebih konkrit melalui aksi-aksi nyata dan bukan pemahaman teotitis belaka. Siswa sekolah tidak hanya diberikan informasi mengenai aspek realitas historis lahirnya Pancasila melainkan bagaimana kita menerapkan Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Apakah dengan penjelasan dan pembahasan di atas kita telah menggantikan kedudukan Agama dan Kitab Suci dengan Pancasila? Sebuah kesimpulan naif jika kita mengonfrontasikan Pancasila dengan Agama dan Kitab Suci. Bukankah setiap sila dalam Pancasila merupakan pengejawantahan perilaku bangsa Indonesia yang juga bersumber dan didukung serta diajarkan oleh masing-masing agama yang ada di Indonesia? Apakah masing-masing agama yang ada di Indonesia tidak mengajarkan soal ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah serta keadilan sosial? Jika semua agama menjunjung nilai-nilai luhur tersebut maka Pancasila telah merangkumnya menjadi sebuah pedoman etik bersama agar kita dapat hidup dan berkarya dalam berbagai perbedaan di Republik tercinta ini.

Marilah bersama-sama kita membulatkan tekad untuk melakukan internalisasi nilai-nilai Pancasila dalam segala bidang kehidupan baik interaksi sosial, interaksi politik, interaksi umat beragama, interaksi kebudayaan, dimulai dari kehidupan keluarga, masyarakat, berbangsa dan bernegara menuju Indonesia yang lebih beradab. 

------------------------

[1] Reaktualisasi Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara 

http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/11/06/01/lm3gk2-ini-pidato-pancasila-bj-habibie-reaktualisasi-pancasila-dalam-kehidupan-berbangsa-dan-bernegara

[2] Kompas, 24 Mei 2012

[3] Toleransi atas Intoleransi, Kompas, 30 Mei 2012, hal 6

[4] Ibid.,

APAKAH IDEOLOGI PANCASILA PRODUK FREEMASONRY?

Posted by Teguh Hindarto


Sebuah Refleksi Menjelang Peringatan Hari Kelahiran Pancasila

(Tulisan pertama dari dua tulisan)

Dalam sebuah artikel berjudul, “Pendidikan Pancasila, Freemasonry dan Pergolakkan Umat Islam: Rancunya Pelajaran PPKN” penulis tanpa nama menuangkan kesimpulannya mengenai hubungan Pancasila dengan Freemasonry sbb, “Banyak fakta lain yang sebenarnya masih banyak terkubur tentang kaitan Pancasila, Pendidikan Pancasila dan Freemason. Sudah selayaknya Umat Muslim waspada dan berfikir ulang mencari persamaan antara Pancasila dengan Islam, karena dengan berbagati data yang ada, Pancasila lebih dekat dengan Freemason dan berbagai ajaran agama bathil lainnya. Inilah ideology yang kita bangga-banggakan itu. Allahua'lam[1]. Pandangan-pandangan negatif dan berburuk sangka semacam itu bertebaran dalam sejumlah buku-buku Keislaman yang anti dengan nilai-nilai Demokrasi dan Pancasila.

Kita akan mengurai secara singkat mengenai sejarah lahirnya Pancasila dan membuktikan validitas dugaan subyektif di atas. Kajian ini dituliskan agar kita memahami sejarah nasionalisme yang dibangun oleh para bapak pendiri bangsa yang beraneka ragam agama, suku bahasanya dan agar kita tidak melakukan pengkhianatan dan pengingkaran atas sejarah tersebut dengan membuat analisis dan tudingan yang mengecilkan apa yang pernah dirumuskan oleh para pendiri bangsa demi terciptanya kesatuan dan nasionalisme Indonesia.

Sejarah Lahirnya Pancasila

Dari kronik sejarah setidaknya ada beberapa rumusan Pancasila yang telah atau pernah muncul. Rumusan Pancasila yang satu dengan rumusan yang lain ada yang berbeda namun ada pula yang sama. Secara berturut turut akan dikemukakan rumusan dari Muh Yamin, Sukarno, Piagam Jakarta, Hasil BPUPKI, Hasil PPKI, Konstitusi RIS, UUD Sementara, UUD 1945 (Dekrit Presiden 5 Juli 1959), versi MPR 1966, versi Populer[2],

Berbagai Rumusan Pancasila

Rumusan Mohamad Yamin

Pada sesi pertama persidangan BPUPKI yang dilaksanakan pada 29 Mei1 Juni 1945 beberapa anggota BPUPKI diminta untuk menyampaikan usulan mengenai bahan-bahan konstitusi dan rancangan “blue print” Negara Republik Indonesia yang akan didirikan. Pada tanggal 29 Mei 1945 Mr. Mohammad Yamin menyampaikan usul dasar negara dihadapan sidang pleno BPUPKI baik dalam pidato maupun secara tertulis yang disampaikan kepada BPUPKI yang isinya sbb:
  1. Peri Kebangsaan
  2. Peri Kemanusiaan
  3. Peri ke-Tuhanan
  4. Peri Kerakyatan
  5. Kesejahteraan Rakyat
Rumusan Soekarno

Selain Muh Yamin, beberapa anggota BPUPKI juga menyampaikan usul dasar negara, diantaranya adalah Ir Sukarno[3]. Usul ini disampaikan pada 1 Juni 1945 yang kemudian dikenal sebagai hari lahir Pancasila yang isinya sbb:
  1. Kebangsaan Indonesia
  2. Internasionalisme,-atau peri-kemanusiaan
  3. Mufakat,-atau demokrasi
  4. Kesejahteraan sosial
  5. ke-Tuhanan yang maha esa
Rumusan BPUPKI – Piagam Jakarta

Selama reses antara 2 Juni9 Juli 1945, delapan orang anggota BPUPKI ditunjuk sebagai panitia kecil yang bertugas untuk menampung dan menyelaraskan usul-usul anggota BPUPKI yang telah masuk. Pada 22 Juni 1945 panitia kecil tersebut mengadakan pertemuan dengan 38 anggota BPUPKI dalam rapat informal. Rapat tersebut memutuskan membentuk suatu panitia kecil berbeda (kemudian dikenal dengan sebutan "Panitia Sembilan") yang bertugas untuk menyelaraskan mengenai hubungan Negara dan Agama.

  1. Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya;
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab ;
  3. Persatuan Indonesia ;
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan ;
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.


Rumusan PPKI

Menyerahnya Kekaisaran Jepang yang mendadak dan diikuti dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang diumumkan sendiri oleh Bangsa Indonesia (lebih awal dari kesepakatan semula dengan Tentara Angkatan Darat XVI Jepang) menimbulkan situasi darurat yang harus segera diselesaikan. Sore hari tanggal 17 Agustus 1945, wakil-wakil dari Indonesia daerah Kaigun (Papua, Maluku, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Kalimantan), diantaranya A. A. Maramis, Mr., menemui Sukarno menyatakan keberatan dengan rumusan “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” untuk ikut disahkan menjadi bagian dasar negara. Untuk menjaga integrasi bangsa yang baru diproklamasikan, Sukarno segera menghubungi Hatta dan berdua menemui wakil-wakil golongan Islam. Semula, wakil golongan Islam, diantaranya Teuku Moh Hasan, Mr. Kasman Singodimedjo, dan Ki Bagus Hadikusumo, keberatan dengan usul penghapusan itu. Setelah diadakan konsultasi mendalam akhirnya mereka menyetujui penggantian rumusan “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dengan rumusan “Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai sebuah “emergency exit” yang hanya bersifat sementara dan demi keutuhan Indonesia. Rumusan Pancasila berubah menjadi sbb:
  1. ke-Tuhanan Yang Maha Esa,
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,
  3. Persatuan Indonesia
  4. Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
  5. Serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan Konstitusi Negara Republik Indonesia Serikat

Ketika NICA menduduki wilayah Indonesia, maka wilayah Indonesia semakin sempit dan pemerintahan bergeser ke Yogyakarta dan pemerintah Belanda mengusulkan nama Republik Indonesia Serikat (RIS) dan pada Tanggal 14 Desember 1949 rumusan Pancasila sebagai dasar negara sbb:
  1. ke-Tuhanan Yang Maha Esa,
  2. perikemanusiaan,
  3. kebangsaan,
  4. kerakyatan
  5. dan keadilan sosial
Rumusan Pancasila Undang-Undang Sementara

Negara RIS hanya bertahan kurang dari 1 tahun dan bergabung dengan negara bagian Yogyakarta. Terjadi perubahan konstitusi. Perubahan tersebut dilakukan dengan menerbitkan UU RIS No 7 Tahun 1950 tentang Perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara (LN RIS Tahun 1950 No 56, TLN RIS No 37) yang disahkan tanggal 15 Agustus 1950 dengan rumusan Pansila sbb:

  1. Ke-Tuhanan Yang Maha Esa,
  2. Perikemanusiaan,
  3.  Kebangsaan,
  4.  Kerakyatan
  5. Keadilan sosial


Rumusan Pancasila Undang-Undang Dasar 1945

Kegagalan Konstituante untuk menyusun sebuah UUD yang akan menggantikan UUD Sementara yang disahkan 15 Agustus 1950 menimbulkan bahaya bagi keutuhan negara. Untuk itulah pada 5 Juli 1959 Presiden Indonesia saat itu, Sukarno, mengambil langkah mengeluarkan Dekrit Kepala Negara yang salah satu isinya menetapkan berlakunya kembali UUD yang disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945 menjadi UUD Negara Indonesia menggantikan UUD Sementara. Dengan pemberlakuan kembali UUD 1945 maka rumusan Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD kembali menjadi rumusan resmi yang digunakan. Isi rumusan Pancasila sbb:
  1. Ketuhanan Yang Maha Esa,
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,
  3. Persatuan Indonesia
  4. Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
  5. Serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rumusan MPR 1966

MPR pernah membuat rumusan yang agak sedikit berbeda. Rumusan ini terdapat dalam lampiran Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang Memorandum DPR-GR mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundangan Republik Indonesia. Isi rumusan tersebut sbb:
  1. Ketuhanan Yang Maha Esa,
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,
  3. Persatuan Indonesia
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
  5. Keadilan sosial
Rumusan Populer

Rumusan ini pula yang terdapat dalam lampiran Tap MPR No II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa). Isi rumusan tersebut sbb:
  1. Ketuhanan Yang Maha Esa,
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,
  3. Persatuan Indonesia
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
  5. Keadilan sosial
Dari pemaparan sejarah dapat kita lihat bahwa isi rumusan Pancasila mengalami perkembangan dan dinamika yang sudah menjadi bagian dari lembaran sejarah. Ada sepuluh rumusan Pancasila namun rumusan Ir. Soekarno yang diterima sampai sekarang dengan formulasi yang lebih lengkap sebagaimana kita ketahui hingga kini.

Sumber Pemikiran Pancasila Soekarno

Karena pemikiran Pancasila yang kita terima adalah produk perasan pemikiran Soekarn, maka dirasa perlu untuk mengetahui akar pemikiran Soekarno mengenai Pancasila. Dalam pidatonya pada Tanggal 1 Juni 1945 beliau berkata, “...Aku tolak dengan tegas ucapan Prof. Notonegoro, bahwa aku adalah pencipta Pancasila. Pancasila diciptakan oleh bangsa Indonesia sendiri. Aku hanya menggali Pancasila daripada buminya Bangsa Indonesia. Pancasila terbenam di dalam bumi bangsa Indonesia 350 tahun lamanya. Aku gali kembali dan aku sembahkan Pancasila ini di atas persada bangsa Indonesia kembali[3]

Bambang Ruseno Utomo memberikan komentar, “Secara kultural yang pertama, Pancasila memang berakar dari kebudayaan asli Indonesia, yaitu sifat religius yang kuat dan budaya yang menjunjung tinggi nilai kebersamaan di dalam tindakan, gotong royong maupun di dalam pengambilan keputusan atau musyawarah untuk mufakat dengan tujuan menjaga serta memelihara keserasian hubungan di dalam kelompok maupun dengan kelompok lain serta lingkungan hidupnya[4]

Fakta historis ini toch ada yang juga meragukannya. Seorang penulis di blognya membuat penyangkalan akan orisinalitas ide Pancasila Soekarno dan menyimpulkan bahwa setidaknya Soekarno memperoleh tiga pengaruh dalam merumuskan Pancasila yaitu pemikiran Kosmopolitanisme A. Baars (Belanda) dan prinsip San Min Chu I dari DR. Sun Yat Sen serta kalangan Islam. Berikut kesimpulan dan pernyataan penulis blog tersebut:

Dengan cara mencocokkan seperti ini, berarti nampak dengan jelas bahwa Pancasila yang dicetuskan oleh Bung Karno pada tanggal 1 juni 1945, yang merupakan”Rumus Pancasila I”, sehingga dijadikan Hari Lahirnya Pancasila, berasal dari 3 sumber yaitu:
a) Dari San Min Cu I Dr. Sun Yat Sen (Cina);
b) Dari internasionalisme (kosmopolitanisme A. Baars (Belanda).
c) Dari umat Islam.

Jadi Pancasila 1 juni 1945, adalah bersumber dari : (1) Cina; (2) Belanda; dan (3) Islam. Dengan begitu bahwa pendapat yang menyatakan Pancasila itu digali dari bumi Indonesia sendiri atau dari peninggalan nenek moyang adalah sangat keliru dan salah !”[5]

Pendalilan dan kesimpulan di atas didasarkan penafsiran atas isi pidato Ir. Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 dimana beliau menyampaikan pengaruh tokoh-tokoh pergerakan besar lainnya di negara yang baru merdeka antara lain Tiongkok di bawah kepemimpinan Sun Yat Ten. Berikut petikannya dari buku Tujuh Bahan Pokok Demokrasi:

Saya mengakui, pada waktu saya berumur 16 tahun, duduk di bangku sekolah H.B.S. di Surabaya, saya dipengaruhi seorang sosialis yang bernama A. Baars, yang memberi pelajaran kepada saya, – katanya : jangan berpaham kebangsaan, tetapi berpahamlah rasa kemanusiaan seluruh dunia, jangan mempunyai rasa kebangsaan sedikitpun. Itu terjadi pada tahun 1917. akan tetapi pada tahun 1918, alhamdulillah, ada orang lain yang memperingatkan saya, ia adalah Dr. Sun Yat Sen ! Di dalam tulisannya “San Min Cu I” atau “The THREE people’s Principles”, saya mendapatkan pelajaran yang membongkar kosmopolitanisme yang diajarkan oleh A. Baars itu. Dalam hati saya sejak itu tertanamlah rasa kebangsaan, oleh pengaruh“The THREE people’s Principles” itu. Maka oleh karena itu, jikalau seluruh bangsa Tionghoa menganggap Dr. Sun Yat Sen sebagai penganjurnya, yakinlah bahwasanya Bung Karno juga seorang Indonesia yang dengan perasaan hormat dengan sehormat-hormatnya merasa berterima kasih kepada Dr. Sun Yat Sen, -sampai masuk ke liang kubur...

...Prinsip nomor 4 sekarang saya usulkan. Saya didalam tiga hari ini belum mendengarkan prinsip itu, yaitu kesejahteraan, prinsip: tidak ada kemiskinan di dalam Indonesia merdeka. Saya katakan tadi prinsipnya San Min Cu I ialah “Mintsu, Min Chuan , Min Sheng” : Nationalism, democracy, socialism. Maka prinsip kita …..harus …… sociale rechtvaardigheid...

...Maka demikian pula jikalau kita mendirikan negara Indonesia merdeka, Paduka tuan ketua, timbullah pertanyaan: Apakah Weltanschaung” kita, untuk mendirikan negara Indonesia merdeka di atasnya?Apakah nasional sosialisme ? ataukah historisch-materialisme ? Apakah San Min Cu I, sebagai dikatakan oleh Dr. Sun Yat Sen ? Di dalam tahun 1912 Sun Yat Sen mendirikan negara Tiongkok merdeka, tapi “Weltanschaung” telah dalam tahun 1885, kalau saya tidak salah, dipikirkan, dirancangkan. Di dalam buku “The THREE people’s Principles” San Min Cu I,-Mintsu, Min Chuan , Min Sheng” : Nationalisme, demokrasi, sosialisme,- telah digunakan oleh Dr. Sun Yat Sen Weltanschaung itu, tapi batu tahun 1912 beliau mendirikan negara baru di atas “Weltanschaung” San Min Cu I itu, yang telah disediakan terlebih dahulu berpuluh-puluh tahun.”[6]

Bagaimana kita menanggapi pemikiran di atas? Kita tentu saja tidak menampik berbagai pengaruh kaum intelektual yang Ir. Soekarno pelajari dan lahap pemikiran-pemikirannya dalam buku-buku mereka. Namun menyimpulkan begitu saja bahwa Ir. Soekarno telah mengambil alih gagasan mereka dengan istilah yang lebih Indonesia, sungguh terlalu meremehkan kapabilitas Ir Soekarno sebagai seorang ideolog dan penulis serta pemikir yang produktif menghasilkan tulisan-tulisan di masa perjuangan pra kemerdekaan. Pernyataan Ir. Soekarno mengenai San Min Chui harus ditempatkan pada pemikiran-pemikiran besar lainnya yang menginspirasi Soekarno. Namun isi dan ruh dari Pancasila memang benar-benar digali dan tumbuh dari perilaku bangsa Indonesia sendiri.

Dengan kajian di atas (mengenai asal usul pemikiran Pancasila) maka gugurlah tuduhan bahwa Pancasila memiliki kaitannya dengan produk Freemasonry.

Freemasonry Bukan Gerakan Politik Melainkan Spiritual

Nama Freemasonry sering dihubungkan dengan masyarakat rahasia yang terdiri dari orang-orang Yahudi yang memiliki sejumlah rencana dan agenda untuk menggiring dunia ini dalam agenda mereka. Kalangan Muslim paling sensitif dan kritis dalam mempersoalkan keberadaan mereka.

Di Indonesia ada beberapa buku utama dari pihak Muslim yang membahas keberadaan Freemasonry al.,

  1. Sorotan Terhadap Freemasonry: Organisasi Rahasia Yahudi. Disusun oleh LPPA Muhammadiyah Jakarta tahun 1979.
  2. Freemasonry di Asia Tenggara oleh Abdullah Patani
  3. Freemasonry in Indonesia from Radermacher to Soekanto, 1762-1961 sebuah paper tipis karya Paul W van der Veur terbitan Ohio University Center for International Studies tahun 1976
  4. Tarekat Mason Bebas dan Kehidupan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1962 karya Th Stevens
  5. Gerakan Freemasonry (Al Masuniyah)karya Muhammad Shafwat as-Saqa Amini dan Sa’di Abu Habib
  6. Rahasia Gerakan Freemasonry dan Rotary Club karya seorang ulama Mesir Muhammad Fahim Amin dan diterbitkan oleh Pustaka al-Kautsar.
Ada dua buku yang akhir-akhir ini menjadi rujukan di Indonesia yaitu karya Henry Nurdi dengan judul Jejak Freemason & Zionis di Indonesia[7] dan sebuah novel yang hendak mengungkap simbol-simbol Masonik di Jakarta karya Rizki Rydasmara dengan judul The Jacatra Secret[8].

Apa dan bagaimanakah Freemasonry tersebut? Freemasonry adalah organisasi persaudaraan (fraternal organisation) yang muncul dari asal usul yang tidak jelas yaitu sekitar Abad XVI dan XVII. Freemasonry sekarang ini muncul dalam beragam bentuk di seluruh dunia dengan keanggotaan sekitar 6 juta termasuk di Skotlandia dan Irlandia sebanyak 150.000 dan lebih dari ¼ juta berada di wilayah yuridiksi Kesatuan Loji Agung Inggris (United Grand Lodge of England) serta sebanyak 2 juta berada di Amerika Serikat[9]

Persaudaraan diorganisir secara administratif ke dalam Loji Agung (Grand Lodges) atau Orient-orient yang masing-masing memerintah berdasarkan wilayah yuridiksinya yang terdiri dari logji-loji bawahan. Berbagai Loji Agung mengakui keberadaan satu sama lain atau menolaknya berdasarkan kesetiaan kepada penunjuk (Loji agung biasanya akan menganggap Loji Agung lainnya yang berbagi penunjuk yang sama, sebagai anggota tetap dan mereka yang tidak akan dianggap sebagai bukan anggota atau penyusup).

Ada juga anggota-anggota tambahan yang organisasi-organisasinya berhubungan dengan cabang utama Freemasonry namun dengan adminsitrasi yang berdiri sendiri. Freemasonry menggunakan ungkapan-ungkapan kiasan pekerjaan perkakas tukang batu dan perkakas-perkakas lainnya pada latar belakang kiasan bangunan Bait Suci Salomo, sebagai apa yang digambarkan baik oleh para anggota Mason maupun pengritiknya, “sebuah sistem moralitas yang diselubungi dalam kiasan dan gambaran simbolik”[10]

Dari definisi dan deskripsi di atas kita mendapatkan beberapa kata kunci penting yaitu “persaudaraan”, “perkumpulan rahasia”, “sarat dengan tanda simbolik”, “anggota tersebar luas di berbagai negara”.

Freemasonry lebih kepada sebuah perkumpulan esoteris (penekanan aspek batin) yang memiliki pola tertutup dan rahasia. Freemasonry kerap mengidentifikasikan dirinya dengan sebuah prinsip yang mengakomodir seluruh gagasan yang diajarkan dalam semua agama

Freemasonry di Jaman Pra Kemerdekaan Indonesia

Apa yang dikenal orang saat ini dengan Freemasonry atau dalam bahasa Belanda Vritmejselarij ternyata sudah masuk ke Indonesia sejak pemerintahan kolonial khususnya VOC. Vritmetselarij sebenarnya hanyalah salah satu dari organisasi kebatinan yang merebak di Indonesia pra kemerdekaan.

APAKAH ORANG KRISTEN DAPAT KERASUKAN SETAN?

Posted by Teguh Hindarto


Masih banyak dijumpai pemahaman dalam lingkungan Kekristenan yang mengatakan bahwa Satan dan roh-roh jahat adalah tahayul dan isapan jempol hasil dari ketakutan manusia serta kesalahan dalam menilai gejala psikologis tertentu. Tidak sedikit rohaniawan Kristen yang tidak mempercayai keberadaan roh-roh jahat sebagai mahluk yang nyata.

Tidak mengherankan ketika terjadi berbagai kasus demonis seperti kerasukan, tenung, sihir, gendham, teluh, santet yang dialami jemaat Kristen, tidak banyak pendeta yang mengerti bagaimana cara menangani kasus tersebut sehingga membuat beberapa jemaat tersesat dan mencari pertolongan kepada paranormal dan dukun-dukun.

Shatan ada dan masih melakukan aktivitasnya sampai hari ini. Shatan adalah musuh kita. Yesus berkuasa atas Shatan. Yesus memberikan kuasa kepada murid-muridnya dan semua orang yang percaya padanya untuk mengusir Shatan.

Kajian ini hendak memberikan uraian ringkas mengenai apa dan bagaimana Shatan menurut pandangan Kitab TaNakh dan Perjanjian Baru dan bagaimana kita dapat melibatkan diri dalam pelayanan Exorcisme atau pelepasan dari kuasa Shatan dengan menerapkan beberapa prinsip Firman Tuhan.

Asal Usul Satan:

Sebelum kita mengupas asal usul Satan, kita akan mengkaji dia istilah penting dalam terjemahan LAI berkaitan dengan roh-roh jahat yaitu istilah “Iblis” dan “Jin”. Kata ini bertebaran dalam sejumlah ayat-ayat dalam Al Qur’an al.,[1]


Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir: (Qs 2;34)

Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya. Patutkah kamu mengambil dia dan turanan-turunannya sebagai pemimpin selain daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti (dari Allah) bagi orang-orang yang zalim(Qs 18;50)

Dan istilah yang sama, muncul pula dalam sejumlah ayat-ayat dalam terjemahan TaNaKh dan Kitab Perjanjian Baru dalam bahasa Indonesia versi Lembaga Alkitab Indonesia al.,25

Pada suatu hari datanglah anak-anak Allah menghadap TUHAN dan di antara mereka datang juga Iblis untuk menghadap TUHAN. Maka bertanyalah TUHAN kepada Iblis: "Dari mana engkau?" Lalu jawab Iblis kepada TUHAN: "Dari perjalanan mengelilingi dan menjelajah bumi." Firman TUHAN kepada Iblis: "Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub? Sebab tiada seorang pun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan. Ia tetap tekun dalam kesalehannya, meskipun engkau telah membujuk Aku melawan dia untuk mencelakakannya tanpa alasan." Lalu jawab Iblis kepada TUHAN: "Kulit ganti kulit! Orang akan memberikan segala yang dipunyainya ganti nyawanya. Tetapi ulurkanlah tangan-Mu dan jamahlah tulang dan dagingnya, ia pasti mengutuki Engkau di hadapan-Mu." Maka firman TUHAN kepada Iblis: "Nah, ia dalam kuasamu; hanya sayangkan nyawanya." Kemudian Iblis pergi dari hadapan TUHAN, lalu ditimpanya Ayub dengan barah yang busuk dari telapak kakinya sampai ke batu kepalanya.” (Ayb 2:1-7)

Adapun kata “Jin” muncul dalam beberapa ayat terjemahan berikut,

Janganlah mereka mempersembahkan lagi korban mereka kepada jin-jin, sebab menyembah jin-jin itu adalah zinah. Itulah yang harus menjadi ketetapan untuk selama-lamanya bagi mereka turun-temurun” (Im 17:7)

Di sana berpapasan binatang gurun dengan anjing hutan, dan jin bertemu dengan temannya; hantu malam saja ada di sana dan mendapat tempat perhentian” (Yes 34:14)
Namun jika kita mengkaji dengan seksama dalam teks Masoretik, ketiga kutipan di atas ternyata memiliki terminologi yang berbeda. Kata “iblis” dalam Ayub 2:1-7 ternyata digunakan kata “shatan”, sebagaimana saya kutipkan bunyi Ayub 2:1, “wayehi hayyom wayyabou beney ha Elohim lehityasev al YHWH wayavo gam ha Shatan betokam lehityyass al YHWH”.

Demikian pula dengan kata Jin dalam Imamat 17:7 dalam teks Masoretik ditulis dengan Sheirim sebagaimana saya kutipkan, “welo yizbekhu ‘od et zivkheyhem la she’irim asyer hem zonim akhareyhem khuqat ‘olam, tihye zot lahem ledorotam”. Adapun mengenai kata Jin dalam Yesaya 34:14, dalam teks Masoretik tertulis Lilit sebagaimana saya kutipkan, “upagshu tsiyyim et iyyim we sha’ir ‘al re’ehu yiqra ak sham hirgiyah lilit umatsa lah manoah[2]


Persoalannya adalah, setarakah istilah Iblis untuk menerjemahkan Shatan atau Jin untuk menerjemahkan kata Lilit dan Sheirim? Marilah kita lihat penjelasan Ahmad Azhar Basyir mengenai Iblis, Setan dan Jin sbb: “Iblis adalah sebangsa Jin yang membangkang perintah-perintah atau hukum Allah. Dapat dikatakan bahwa Iblis merupakan nenek moyang syetan. Sedangkan syetan sendiri berarti pribadi Jin yang memberontak pada Allah[3].


TaNaKh dan Kitab Perjanjian Baru tidak mengenal konsep “nenek moyang syetan”. TaNaKh hanya menyebut istilah Shatan yang artinya “Musuh” (Ayb 1:12-19) dan beberapa mahluk yang disebut dengan She’irim yang bermakna “malhluk berbulu lebat (Im 17:7), lalu Lilith atau “roh jahat yang ada di Edom” (Yes 34:14).

Lembaga Alkitab Indonesia menerjemahkan Shatan (Ayb 1:12-19) dengan Iblis dan She’irim (Im 17:7) dengan Jin, padahal konsep yang terkandung di dalamnya sangat jauh berbeda. Lebih baik tidak perlu diterjemahkan untuk memunculkan makna aslinya.

Baik istilah Iblis maupun Jin merupakan konsep yang diusung dari perbendaharaan Al Qur’an, yang memiliki konsep yang berbeda dengan istilah Shatan dan Sheirim. Perhatikan nats Qur’an dari QS 18:50 yang berbunyi sbb: “wa iz qulna lil-malaikatisjudi li Adama fa sajadu illa iblis, kana minal-jinni fa fasaqa an amrih rabbih,…”(dan ingatlah ketika Kami berfirman kepada para malaikat: sujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka dia mendurhakai perintah Tuhannya….).

Mungkin saja ada dugaan bahwa kata Iblis berasal dari pengaruh kata Yunani, Diabolos untuk menerjemahkan Shatan. Kalaupun teori ini benar, namun konsep yang telah melekat dalam istilah Iblis berdasarkan Qur’an, tidak memungkinkan kita menggunakan kata tersebut dalam terjemahan Kitab Suci TaNaKh maupun Kitab Perjanjian Baru.

TaNaKh memberikan kesaksian mengenai asal usul Shatan sbb: Malaikat yang jatuh (Yesh 14:12). Teks Ibrani menyebutkan Heylel ben Shakhar yang artinya “Yang Bercahaya, Putra Fajar”. Lembaga Alkitab Indonesia menerjemahkan Heylel dengan “Bintang Timur”. Ini merupakan penafsiran dikarenakan dikaitkan dengan kata berikutnya yaitu “Putra Fajar”, sehingga menimbulkan penafsiran bahwa ini berkaitan dengan bintang pagi yang terbit di ufuk timur. Namun secara literal, Heylel bermakna “Yang Bercahaya”. Oleh Kitab Vulgata terjemahan Yerome, diterjemahkan Luciferous. Dari kata ini dikenal sebutan Lucifer. Namun Lucifer bukanlah nama malaikat yang jatuh sebagaimana berkembang dalam teologi Kristen tertentu, Malaikat ini memberontak pada Tuhan Yahweh. Alasan pemberontakan karena ingin menyamai Tuhan Yang Maha Tinggi (Yekhz 28:17, Yesh 14:12, Luk 10:18)

Berdasarkan pengkajian di atas, maka untuk kata Shatan tetap dipertahankan dan kata Iblis dihilangkan dalam terjemahan Kitab Suci. Sementara kata Jin di beberapa tempat dihilangkan dan kata Lilith (Yes 34:14) serta She’irim (Im 17:7) tetap dipertahankan dan dimunculkan untuk memberikan pemahaman mengenai jenis dan struktur kekuatan roh-roh jahat yang berbeda dan berlapis-lapis dalam pemahaman Semitik Yudaik.

Namun bagaimana dengan terjemahan Wahyu 12:9 dan Wahyu 20:2 di mana kata Shatan dan Iblis muncul bersamaan?

Dan naga besar itu, si ular tua, yang disebut Iblis atau Satan, yang menyesatkan seluruh dunia, dilemparkan ke bawah; ia dilemparkan ke bumi, bersama-sama dengan malaikat-malaikatnya”

Ia menangkap naga, si ular tua itu, yaitu Iblis dan Satan. Dan ia mengikatnya seribu tahun lamanya”


Dalam naskah Yunani baik Wahyu 12:9 dan Wahyu 20:2, dituliskan Diabolos kai Satanas. Untuk mendapatkan pemahaman yang tepat dalam menerjemahkan atau tepatnya memindahkan (transliteration bukan translation) dalam bahasa Indonesia, perlu membandingkan dengan naskah Peshitta Perjanjian Baru, yaitu naskah dalam bahasa Aramaik yang serumpun dengan bahasa Ibrani.

Peshitta menerjemahkan dua kata tadi dengan sebutan Akelqartsa wasatana. Adapun Hebrew New Testament, yaitu terjemahan bahasa Ibrani modern untuk komunitas Yahudi yang menerima Mesias, dipergunakan kata, hasoten we hasatan.

Kita bisa menempuh tiga cara dalam menerjemahkan Wahyu 12:9 dan Wahyu 20:2 bahwa kata Greek “diabolos kai satanas” dapat diterjemahkan dengan: Pertama, akelqartsa dan shatan, dengan merujuk pada naskah Aramaik. Langkah ini dilakukan juga oleh Rabbi Moshe Yoseph Koniuchowsky[4] dan DR. James Scott Trimss[5] dalam karya terjemahannya.

Kedua, sang penuduh dan shatan. Kata diabolos sendiri bermakna “penuduh. Ketiga, diabolos dan shatan, dengan merujuk pada naskah Yunani.

Apapun pilihan terjemahan yang kita lakukan, harus disertai pengkajian yang seksama dan disertakan sebagai catatan kaki, untuk menolong pembaca terjemahan mengenai alasan yang kita lakukan menerjemahkan dengan salah satu dari pola terjemahan di atas.

Nama-nama Satan

Shatan memiliki sejumlah nama dalam Kitab Suci. Keragaman nama tersebut menunjukkan aktifitas yang dikerjakannnya. Beberapa namanya al.,

      Ular Tua (Kej 3:1, Why 12:9)
      Bintang Timur (Yes 14:12)
      Baazebub (Mat 12:24)
      Penguasa Dunia(Yoh 12:31)
      Ilah Zaman ini (2 Kor 4:4)
      Belial (2 Kor 6:15)
      Penggoda (1 Tes 3:5)
      Singa Yang Mengaum (1 Ptr 5:8)
      Pendakwa (Why  12:10)
      Pembunuh dan Pendusta (Yoh 8:44)
      Penguasa Udara (Ef 2:2)

Pekerjaan Satan

Shatan bukan pemalas. Sejak awal Shatan sudah bergiat dalam menjatuhkan manusia ciptaan Tuhan dengan berbagai tipu daya dan cara-cara licik. Kitab Suci memberikan kesaksian sbb:

      Memperdaya manusia ( Kej 3:1-5, 2 Kor 11:3)
      Mengelilingi bumi (Ayb 1:7)
      Mengirimkan bencana (Ayb 1:12-19)
      Mengirimkan penyakit (Ayb 2:6-7)
      Menggoda orang beriman (Mat 4:2)
      Mencuri Firman yang ditabur (Mat 13:19)
      Merasuk manusia (Yoh 13:27)
      Menyamar sebagai malaikat terang (2 Kor 11:14)
      Membuat mujizat palsu (2 Tes 2:9)
      Menyesatkan (Why 12:9)
      Membuat bisu dan tuli (Mrk 9:25)

Kedudukan Yesus Sang Mesias Terhadap Satan

Kitab Perjanjian Baru menegaskan kewibawaan Yesus Sang Mesias terhadap Shatan sbb:

“Maka tersiarlah berita tentang Dia di seluruh Siria dan dibawalah kepada-Nya semua orang yang buruk keadaannya, yang menderita pelbagai penyakit dan sengsara, yang kerasukan, yang sakit ayan dan yang lumpuh, lalu Yesus menyembuhkan mereka” (Mat 4:24)

“Dia telah melucuti pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa dan menjadikan mereka tontonan umum dalam kemenangan-Nya atas mereka “(Kol 2:15)

“Barangsiapa yang tetap berbuat dosa, berasal dari Satan, sebab Satan berbuat dosa dari mulanya. Untuk inilah Anak Tuhan menyatakan diri-Nya, yaitu supaya Ia membinasakan perbuatan-perbuatan Satan itu “(1 Yoh 3:8)

Sungguh malang dan tersesat jika Gereja dan Umat Kristen tidak mempercayai keberadaan Shatan dan roh-roh jahat dan hanya menganggapnya sebagai tahayul serta gejala psikologis belaka. Shatan itu nyata dan kuasa Yesus Sang Mesias sangat nyata terhadap Shatan.


Kedudukan orang Beriman Terhadap Satan

Yesus bukan hanya menunjukkan dirinya berkuasa atas Shatan namun dia juga melimpahkan kuasa yang sama kepada para muridnya dimanapun yang percaya bahwa dirinya adalah Mesias dan Anak Tuhan (Mat 16:16). Yesus bersabda mengenai otoritas yang dimiliki oleh orang beriman sbb: “Lalu Ia berkata kepada mereka: Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk. Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum. Tanda-tanda ini akan menyertai orang-orang yang percaya: mereka akan mengusir setan-setan demi nama-Ku, mereka akan berbicara dalam bahasa-bahasa yang baru bagi mereka, mereka akan memegang ular, dan sekalipun mereka minum racun maut, mereka tidak akan mendapat celaka; mereka akan meletakkan tangannya atas orang sakit, dan orang itu akan sembuh” (Mrk 16:15-18).

Perhatikan kalimat “Tanda-tanda ini akan menyertai orang-orang yang percaya” dan bukan “Tanda-tanda ini akan menyertai orang-para pendeta atau majelis atau rohaniwan”. Apa artinya? Siapapun yang beriman bahwa Yesus adalah Mesias dan Anak Tuhan serta memiliki hubungan pribadi dengannya maka mereka akan menerima kuasa untuk mengusir Shatan dan berbagai kuasa kegelapan.


Apakah Kerasukan Setan itu?

Ada beberapa kata untuk mengungkapkan kerasukan Shatan. Dalam bahasa Yunani en pneumati akathartooi (Mrk 5;20 dan daimonizomai (Mat 4:24). Kata Yunani En bermakna didalam. Berarti mengisyaratkan bentuk penguasaan dan pengendalian. Kerasukan bermakna kondisi dibawah pengaruh kuasa jahat sehingga kehilangan kesadaran dan pengendalian diri serta menampilkan pribadi yang bukan dirinya.

Contoh Kasus Kerasukan Setan dalam TaNaKh

“Tetapi Roh YHWH telah mundur dari pada Saul, dan sekarang ia diganggu oleh roh jahat yang dari pada YHWH” (1 Sam 16:14)

“...baiklah tuanku menitahkan hamba-hambamu yang di depanmu ini mencari seorang yang pandai main kecapi. Apabila roh jahat yang dari pada Tuhan itu hinggap padamu, haruslah ia main kecapi, maka engkau merasa nyaman” (1 Sam 16:16)

“Tetapi roh jahat yang dari pada YHWH hinggap pada Saul, ketika ia duduk di rumahnya, dengan tombaknya di tangannya; dan Daud sedang main kecapi” (1 Sam 19:9)

Contoh Kasus Kerasukan Setan dalam Kitab Perjanjian Baru

“Baru saja Yesus turun dari perahu, datanglah seorang yang kerasukan roh jahat dari pekuburan menemui Dia” (Mrk 5:2)

“Dan sesudah Yudas menerima roti itu, ia kerasukan Satan. Maka Yesus berkata kepadanya: "Apa yang hendak kauperbuat, perbuatlah dengan segera.“ (Yoh 13:27)

“Di situ ada seorang perempuan yang telah delapan belas tahun dirasuk roh sehingga ia sakit sampai bungkuk punggungnya dan tidak dapat berdiri lagi dengan tegak” (Luk 13:11)

Apakah Orang Kristen dapat Kerasukan Setan?

Jawabannya bisa Ya dan bisa Tidak.  Tergantung Keimanan seseorang. Jika keimanan seseorang hidup dan melekat dengan Tuhan maka tidak mungkin seseorang dikuasai oleh roh jahat karena dikatakan, “Kamu berasal dari Tuhan, anak-anakku, dan kamu telah mengalahkan nabi-nabi palsu itu; sebab Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia (1 Yoh 4:4)

De,mikian pula janji Tuhan dikatakan, “Sebab tidak ada mantera yang mempan terhadap Yakub, ataupun tenungan yang mempan terhadap Israel. Pada waktunya akan dikatakan kepada Yakub, begitu juga kepada Israel, keajaiban yang diperbuat Tuhan” (Bil 23:23)

Bagaimana Mengenali Kerasukan Setan?

Setidaknya ada beberapa ciri untuk mengenali perilaku kerasukan sbb: Perubahan Kepribadian dan Perilaku, Kekuatan yang bertambah, Disiksa dengan penyakit. Ciri-ciri tersebut dapat kita temui dalam kisah pembebasan orang gila dari Gerasa oleh Yesus sbb: “Lalu sampailah mereka di seberang danau, di daerah orang Gerasa. Baru saja Yesus turun dari perahu, datanglah seorang yang kerasukan roh jahat dari pekuburan menemui Dia. Orang itu diam di sana dan tidak ada seorang pun lagi yang sanggup mengikatnya, sekalipun dengan rantai, karena sudah sering ia dibelenggu dan dirantai, tetapi rantainya diputuskannya dan belenggunya dimusnahkannya, sehingga tidak ada seorang pun yang cukup kuat untuk menjinakkannya. Siang malam ia berkeliaran di pekuburan dan di bukit-bukit sambil berteriak-teriak dan memukuli dirinya dengan batu” (Mrk 5:1-5)

Bagaimana Menangani Kasus Kerasukan Setan?

Beberapa langkah berikut dapat kita tempuh untuk membebaskan seseorang dari kuasa Shatan dan roh-roh jahat yaitu:

Pertama, Mengidentifikasi nama roh jahat (Luk 8:30). Ketika Yesus menanyai roh-roh yang merasuk seseorang, kita mendapati fakta bahwa roh-roh jahat merespon dan menamai diri mereka sesuai dengan karakter mereka. Ini penting kita lakukan agar kita mudah mengusir kuasa jahat melalui nama-nama yang teridentifikasi.

Kedua, Mengusir roh jahat dalam nama Yahshua Sang Mesias (Luk 4:35, 9:42, Kis 16:18). Perhatikan kata menghardik, menegor yang ditujukan pada Shatan saat kita berdoa mengusir aktifitas mereka. Artinya, berdoa mengusir Shatan dan roh-roh jahat yang merasuk berbeda dengan jenis doa makan, doa hendak tidur dan bangun tidur yang tidak membutuhkan kekuatan kata-kata yang berwibawa. Saat mengusir kuasa Shatan, kita harus menghardik dengan kuat agar kuasa Shatan pergi dan membebaskan orang yang dikuasainya.

Ketiga, Pentahiran dengan minyak urapan. Penggunaan minyak urapan diperlukan saat penyucian atau pengudusan seseorang baik saat sakit maupun berada dalam pengaruh kuasa kegelapan. Mengenai penggunaan minyak dapat kita temukan dalilnya dalam Yakobus 5:14 sbb, “Kalau ada seorang di antara kamu yang sakit, baiklah ia memanggil para penatua jemaat, supaya mereka mendoakan dia serta mengolesnya dengan minyak dalam nama Tuan”.

Keempat, Pengampunan dosa. Dosa bisa menjadi penghalang berkat. Dosa bisa menjadi penyebab berbagai kemungkinan mudahnya kuasa kegelapan datang dan menguasai hidup seseorang sebagaimana dikatakan dalam mazmur 107 :17-20 sbb:Ada orang-orang menjadi sakit oleh sebab kelakuan mereka yang berdosa, dan disiksa oleh sebab kesalahan-kesalahan mereka; mereka muak terhadap segala makanan dan mereka sudah sampai pada pintu gerbang maut. Maka berseru-serulah mereka kepada YHWH dalam kesesakan mereka, dan diselamatkan-Nya mereka dari kecemasan mereka, disampaikan-Nya firman-Nya dan disembuhkan-Nya mereka, diluputkan-Nya mereka dari liang kubur

Kelima, Berpuasa (Mrk 9:29). Saat para murid bertanya mengenai jenis roh-roh jahat yang tidak segera pergi ketika diusir, Yesus bersabda, “Jenis ini tidak dapat diusir kecuali dengan berdoa". LAI mendasarkan pada naskah Yunani edisi Critical Text yang didasarkan pada naskah yang lebih muda yang tidak mencantumkan kata penting berikutnya yaitu “berpuasa”. Sementara naskah Yunani tertua seperti Textus Receptus menuliskan Me en proseuche kai nesteia sebagaimana naskah Peshitta Aramaik menuliskan Ela batsauma wa batsaluta yang kemudian diterjemahkan dalam bahasa Ibrani modern Franz Delitzh dengan Im bitefila ubetsom. Kita perlu berpuasa untuk jenis roh-roh jahat tertentu.

Proses Penyembuhan/Pemulihan Setelah Kerasukan Setan

Jangan membiarkan tubuh, jiwa, roh tidak terawat
Mereka yang telah dibebaskan dari ikatan kuasa jahat harus senantiasa mengisi kehidupannya dengan pendalaman akan Firman Tuhan serta berkomitmen untuk hidup kudus. Jika tidak, maka kuasa jahat akan berlipat-lipat menguasai kembali sebagaimana dikatakan, “ "Apabila roh jahat keluar dari manusia, ia pun mengembara ke tempat-tempat yang tandus mencari perhentian, dan karena ia tidak mendapatnya, ia berkata: Aku akan kembali ke rumah yang telah kutinggalkan itu. Maka pergilah ia dan mendapati rumah itu bersih tersapu dan rapi teratur. Lalu ia keluar dan mengajak tujuh roh lain yang lebih jahat dari padanya, dan mereka masuk dan berdiam di situ. Maka akhirnya keadaan orang itu lebih buruk dari pada keadaannya semula” (Luk 11;24-26)

Tinggal dalam Firman Tuhan terus menerus
Agar kita terbebas sepenuhnya dari kuasa kegelapan maka kita harus memberikan diri kita mendalami kebenaran akan Tuhan dan kehendak-Nya sehingga kebenaran itu akan memerdekakan diri kita sebagaimana dikatakan, “Maka kata-Nya kepada orang-orang Yahudi yang percaya kepada-Nya: "Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu." (Yoh 8:31-32).

Kiranya penjelasan singkat ini bukan hanya memberikan dasar biblikal pemahaman mengenai demonologi (perihal Shatan) dan exorcisme (pengusiran roh-roh jahat) melainkan memberikan petunjuk teknis dan praktis dalam menghadapi kasus-kasus demonologis di sekeliling kita.