“Di Suriah, pertempuran antara pasukan perlawanan oposisi dan militer rezim Assad masih berlanjut di Allepo dan beberapa kota lain, termasuk Damaskus. Saling klaim terjadi diantara keduanya bahwa mereka masing-masing telah menguasai Allepo dan lawannya tersingkir”, demikian petikan surat kabar Kompas tanggal 3 Agustus 2012. Tiga kata penting yang akhir-akhir ini kita dengar di media televisi dan surat kabar serta media on line yaitu Suriah, Damaskus (ibukota Suriah) dan Allepo (wilayah di Damaskus). Tiga kata ini memiliki peran penting dalam perkembangan Kekristenan, sebelum Islam menguasai Suriah pada Abad VII Ms.
Sebagaimana kita ketahui bahwa akhir 2011 lalu terjadi pemberontakan pasukan bersenjata terhadap rezim Bashar al Assad dan memuncak pada tanggal 15 Juli 2012. Menurut laporan PBB, sudah sekitar 9000-11.000 orang yang tewas dalam konflik bersenjata ini. Assad memerintah sebagai presiden sejak tahun 2000 menggantikan ayahnya Hafez al-Assad[1].
Suriah atau Syria yang resminya bernama Republik Arab Syria adalah negara Arab di wilayah Asia Barat, yang berbatasan dengan Lebanon dan Laut Tengah di Barat, berbatasan dengan Turki di Utara dan berbatasan dengan Irak di Timur dan berbatasan dengan Yordania di Selatan, serta berbatasan dengan Israel di Barat Daya. Dalam bahasa Inggris, nama Suriah sebelumnya identik dengan Levant, yang dikenal dalam bahasa Arab sebagai Sham, sementara negara Suriah modern kini meliputi situs-situs kerajaan kuno beberapa dan kerajaan, termasuk peradaban Eblan dari milenium ketiga SM.
Suriah (Syria) jatuh ke tangan pemerintahan Muslim pada tahun 640 Ms oleh tentara para khalifah pimpinan Khalid bin al-Walid, sehingga bagian daerah itu menjadi kerajaan Islam. Kemudnianpada pertengahan abad VII Ms, dinasti Umayyah menempatkan ibukota kekaisaran di Damaskus. Lalu Suriah dibagi menjadi empat kabupaten: Damaskus, Homs, Palestina dan Yordania. Kerajaan Islam membentang dari Spanyol dan Maroko ke India dan bagian Asia Tengah, dan Suriah yang makmur secara ekonomi kemudian menjadi ibukota kekaisaran. Penguasa Ummayad awal seperti Abd al-Malik dan Al-Walid banyak membangun istana megah dan beberapa masjid di seluruh Suriah, terutama di Damaskus, Aleppo, dan Homs.
Populasi Suriah adalah Sunni 74% (sebagian besar Arab Sunni, tapi juga orang Kurdi, Circassians dan Turkomans), Alawi 12% dan Syiah (kebanyakan orang Arab), 10% Kristen (Arab Kristen, Asiria dan Armenia) dan Druze 3% (kadang-kadang dianggap bagian dari Syiah Islam). Dikombinasikan, 87% dari populasi Suriah adalah Muslim. Mayoritas penduduk Suriah adalah Arab. Suriah menerima kemerdekaan tahun 1946 berdasarkan mandat Prancis[2].
Jumlah orang Kristen di Syria meliputi sekitar 10% dari jumlah penduduk Syria. Denominasi Kristen terbesar adalah Gereja Ortodoks Yunani dari Antiokhia, diikuti oleh Gereja Katolik Melkite Yunani, dan kemudian Gereja Ortodoks Syria, ada juga sebagian kecil Protestan[3]. Dampak konflik dan krisis politik di Syria mengimbas kepada nasib ribuan orang Kristen di Syria. Keberadaan orang Kristen di Suriah kerap dihubungkan dengan keberadaan dan kepanjangan tangan Barat sehingga merugikan nasib orang-orang Kristen di Suriah saat ini[4]. Bahkan orang-orang Kristen di Syria sendiri tidak menginginkan intervensi Barat yang hendak menggulingkan pemerintahan Assad karena dikuatirkan akan menjadi korban balas dendam oleh kelompok radikalis dan fundamentalis[5]
Artikel ini bukan hendak mengulas aspek politik dari krisis Suriah melainkan hendak menyoroti eksistensi gereja Orthodox di Suriah yang memiliki eksistensi historis yang dapat ditarik sampai pada zaman para rasul dan implikasinya bagi Kekristenan masa kini khususnya di Indonesia.
Damaskus
Nama Damaskus (Damsyik) sudah dikenal dalam Kitab TaNaKh (Torah, Neviim, Ketuvim) yaitu Kejadian 14:15, “Dan pada waktu malam berbagilah mereka, ia dan hamba-hambanya itu, untuk melawan musuh; mereka mengalahkan dan mengejar musuh sampai ke Hoba di sebelah utara Damsyik”. Nama Damaskus juga telah disinggung dalam karya sejarawan Yahudi bernama Yosephus dalam Antiquites of the Jews menghubungkan nama Uz sebagai anak Abraham yang mendirikan kota Damaskus[6]. Kerajaan Mesir kuno dan Yunani kuno pernah berkuasa di Damaskus.
Tercatat dalam Kitab Perjanjian Baru bahwa Rasul Paul mengalami pertobatan dan perjumpaan dengan Yesus Sang Mesias di Damaskus (Damsyik) dan melakukan karya apostolik (kerasulan) dengan mendirikan jemaat-jemaat Mesias, sebagaimana dilaporkan dalam Kisah Rasul pasal 9.
“dan meminta surat kuasa dari padanya untuk dibawa kepada majelis-majelis Yahudi di Damsyik, supaya, jika ia menemukan laki-laki atau perempuan yang mengikuti Jalan Tuan, ia menangkap mereka dan membawa mereka ke Yerusalem”
“Dalam perjalanannya ke Damsyik, ketika ia sudah dekat kota itu, tiba-tiba cahaya memancar dari langit mengelilingi dia” (Kis 9:3)
“Saulus bangun dan berdiri, lalu membuka matanya, tetapi ia tidak dapat melihat apa-apa; mereka harus menuntun dia masuk ke Damsyik” (Kis 9:8)
“Di Damsyik ada seorang murid Tuan bernama Ananias. Firman Tuan kepadanya dalam suatu penglihatan: "Ananias!" Jawabnya: "Ini aku, Tuan!" (Kis 9:10)
“Saulus tinggal beberapa hari bersama-sama dengan murid-murid di Damsyik” (Kis 9:19b)
“Akan tetapi Saulus semakin besar pengaruhnya dan ia membingungkan orang-orang Yahudi yang tinggal di Damsyik, karena ia membuktikan, bahwa Yesus adalah Mesias” (Kis 9:22)
“Tetapi Barnabas menerima dia dan membawanya kepada rasul-rasul dan menceriterakan kepada mereka, bagaimana Saulus melihat Tuan di tengah jalan dan bahwa Tuan berbicara dengan dia dan bagaimana keberaniannya mengajar di Damsyik dalam nama Yesus” (Kis 9:27)
Bisa dibayangkan sekarang bagaimana kondisi Damaskus kini yang porak poranda dan kacau diakibatkan oleh konflik bersenjatan antara tentara pemerintah dengan tentara pemberontak.
Aleppo
Kota ini menjadi salah satu tempat komunitas Yahudi penganut Yudaisme berkumpul di zaman lampau. Sejumlah tempat seperti Al-Jamiliyah and Bab Al-Faraj serta Sinagog besar dimana ditemukannya Kodek Allepo yang berisikan salinan TaNaKh dari Abad X Ms yang dianggap salinan terbaik dari naskah Masoretik[7].
Pada tahun 1992, pemerintah Suriah mencabut larangan perjalanan terhadap 4.500 warganya yang berasal dari Yahudi. Kebanyakan tujuan perjalanan ke Amerika Serikat, di mana sejumlah besar orang Yahudi Syria saat ini tinggal di Brooklyn, New York. Hari ini, tidak ada keluarga Yahudi tinggal di Aleppo, dan banyak bangunan seperti sinagog dan sekolah Yahudi tetap kosong, hanya akan digunakan untuk acara khusus dan upacara keagamaan[8].
Gereja Orthodox
Sebagaimana telah diulas bahwa jumlah orang Kristen di Syria meliputi sekitar 10% dari jumlah penduduk Syria. Denominasi Kristen terbesar adalah Gereja Ortodoks Yunani dari Antiokhia, diikuti oleh Gereja Katolik Melkite Yunani, dan kemudian Gereja Ortodoks Syria, ada juga sebagian kecil Protestan.
Apakah Gereja Orthodox itu? Marc Dunaway menjelaskan, “Gereja Orthodox adalah Gereja yang tertua dalam Kekristenan, dengan penyembahan yang Alkitabiah, dengan cara hidupnya yang menyejarah dan merupakan suatu kelanjutan yang terkait erat dengan Gereja mula-mula yang disebutkan dalam kitab Kisah Para Rasul. Kekristenan Orthodox bukan hanya cabang dari pohon Gereja tetapi adalah merupakan batang pohon utama dari Gereja, yaitu Gereja Kristen yang sebenarnya”[9]. Arkhimandrit Daniel Byantoro mendefinisikan Orthodox sbb, “Istilah ‘Orthodox’ bukanlah nama aliran Gereja, karena sebenarnya Gereja Orthodox tak mempunyai nama. Orthodox berasal dua kata Yunani orthos = lurus, benar” dan doxa = pengajaran, pendapat, kemuliaan. Jadi “orthodoxa” artinya adalah “ajaran yang lurus.”[10]
Bermula dari tahun-tahun awal (abad pertama) ke-Kristen-an, dimana para Rasul memulai mendirikan 5 Kota sebagai Pusat Gereja (kemudian disebut sebagai Pentarkhi), yang antara lain adalah:
- Antiokhia (Turki), didirikan oleh Rasul Petrus pada tahun 37 AD.
- Konstantinopel (Yunani/Byzantium), didirikan oleh Rasul Andreas pada tahun 38 AD.
- Roma (Latin), didirikan oleh Rasul Petrus & Rasul Paulus pada tahun 42 AD.
- Yerusalem (Israel), didirikan oleh Rasul Yakobus pada tahun 43 AD.
- Alexandria (Mesir), didirikan oleh Rasul Markus pada tahun 68 AD[11].
Kota Pentarkhi tersebut masing-masing dikepalai oleh seorang Patriakh. Gereja Orthodox membagi Sistem Yuridiksinya sebagai berikut:[12]
- Tahkta Kepatriarkhan Apostolik Utama
Kepatriarkhan Konstantinopel yang berpusat di Turki (Patriakh Ekumenikal). Tahun 2010 oleh Patriakh Bartholomew I.
Kepatriarkhan Alexandria yang berpusat di Mesir. Tahun 2010 oleh Patriakh Theodoros II.
Kepatriarkhan Antiokhia yang berpusat di Suriah. Tahun 2010 oleh Patriakh Agnatius IV Hazim
Kepatriarkhan Yerusalem yang berpusat di Israel. Tahun 2010 oleh Patriakh Theophilus III.
- Tahkta Kepatriarkhan Wilayah
Kepatriarkhan Rusia. Tahun 2010 oleh Patriakh Kirill I.
Kepatriarkhan Serbia.
Kepatriarkhan Romania.
Kepatriarkhan Georgia.
Kepatriarkhan Bulgaria.
- Gereja-Gereja Autochepalus
Gereja yang mendapatkan kemandirian secara sepenuh. Pemimpin dari gereja-gereja ini walaupun bukan merupakan Patriarkh, para pemimpin gereja-gereja ini (para Uskup Agung/Metropolitan) mempunyai kedudukan istimewa dan sejajar dengan para Patriarkh.
Gereja Orthodox Yunani.
Gereja Orthodox Polandia.
Gereja Orthodox Albania.
Gereja Orthodox Ceko dan Slovakia.
Gereja Orthodox Siprus.
Biara Agung St. Katarina dari Gunung Sinai.
- Gereja-Gereja Otonomi
Gereja-Gereja ini diakui kemandiriannya namun belum mendapatkan kemandirian secara penuh dari Kepatriarkhan Konstantinopel.
Gereja Orthodox di Finlandia.
Gereja Orthodox di Jepang.
Gereja Orthodox di Cina.
- Gereja Diaspora
Walaupun mempunyai kemandirian secara utuh, tetapi diberikan wewenang untuk memerintah secara mandiri, dan diakui apostolitasnya oleh seluruh Gereja Orthodox.
Gereja ini adalah Gereja Orthodox Amerika.
Oriental Orthodox
Ini termasuk Gereja Orthodox di wilayah Timur yang menolak keputusan Konsili Chalcedon (451 Ms) dan hanya mengakui tiga Konsili Ekumenis di Nicea, Konstantinopel, Efesus. Kadang dijuluki dengan Monophysite. Yang termasuk dalam golongan Oriental Orthodox adalah Orthodox Coptic, Orthodox Ethiophia, Orthodox Erites, Orthodox Syria, Orthodox Syria Malankara India, Armenia Apostolik[13]
Eastern Orthodox
Terkadang disebut dengan Catholic Orthodox Church. Diperkirakan ada 300 juta pengikut di dunia dan tersebar di wilayah Rusia, Georgia, Belarusia, Ukraina, Rumania, Serbia, Montenegro, Bosnia, Herzegovina, Macedonia, Bulgaria, Yunani, Cyprus[14]. Tujuan Eastern Orthodox adalah mengalami Theosis (Pengilahian) melalui meneladan perilaku Mesias (Imitatio Christi) dan Hesykiasme yaitu suatu metode doa yang bersifat esoteris.
Assyrian Orthodox
Gereja ini berasal dari orang-orang Kristen di Assyria dari propinsi Asuristan di wilayah kerajaan Parthian dan menyebar dari Mesopotamia sampai China dan India. Tahun 1552 terjadi skisma sehingga menimbulkan 2 kepemimpinan yaitu Assyrian Church of the East dan Chaldean Cathilic Church. Keberadaan Assyrian Church meneruskan kepemimpinan Patrialh Seleuka Ctesipon. Pemimpinnya sekarang adalah Mar Dinha IV yang memerintah di Chichago[15].
Syrian Orthodox di Suriah
Sebagaimana telah dikatakan bahwa Gereja Orthodox Syria merupakan bagian dari Oriental Orthodox yang menolak Konsili Chalcedon 451 Ms dan hanya menerima 3 konsili ekumenis di Nicea, Kontantinopel dan Efesus. Patrriakh yang memimpin saat ini adalah Ignatius Zakka I Iwas yang merupakan Patriakh ke 122. Dalam sejarah panjangnya, Gereja Orthodox Syria meyakini bahwa Rasul Petrus yang mendirikan jemaat di Anthiokhia. Dan setelah Petrus meninggalkan Anthiokia, mengangkat Evodius dan Ignatius[16]. Liturgi peribadatan menggunakan bahasa Syriak dan Arab.
Gereja Orthodox Syria giat dalam mengembangkan pekerjaan misi hingga ke Cina bahkan ke Indonesia pada Abad VII Ms. Bahkan orang-orang Gereja Orthodox Syria berperanan dalam menerjemahkan karya-karya sastra dan ilmu pengetahuan Yunani ke dalam bahasa Arab di masa pemerintahan Harun al Rashid pada Abad VIII ms. Sejumlah penerjemah Kristen Syria al., Hunain ibn Ishaq al Abadi, Yusuf al Khuri al Qas, Qusta ibn Luka al Ba’lbakki, Abus Bishr Matta ibn Runus al Qanna’i dll[17]. Mar Ignatius Yakub III, Patriakh Gereja Anthiokia sebelum digantikan Patriakh Ignatius Zakka I Iwas, dalam bukunya menuliskan, “Para penguasa Arab Muslim memanfaatkan keahlian mereka untuk mengajar dan menerjemahkan dalam bahasa-bahasa Arab berbagai topik literatur-literatur Yunani, disamping karya-karya besar mereka sendiri dalam bahasa Aramaic/Syriac”[18]
Sebagaimana Gereja Orthodox lainnya, selain melestarikan garis kepemimpinan rasuli (suksesi rasuliah) serta doktrin Kristologis, Gereja Orthodox Syria memiliki tata peribadatan harian tujuh kali sehari (Mzm 119) sebagai warisan Yudaisme yang dilestarikan dengan cara baru yang tertuju pada peristiwa yang di alami Mesias saat sengsaranya hingga berakhir di kayu salib. Dalam bahasa Arab disebut dengan Ashabush Sholawat dan dalam Gereja Katolik dikenal dengan sebutan Liturgia Horarum. Ketujuh pola doa harian tersebut adalah:
- Ramsho (Vesper) – Doa Siang
- Sootoro (Compline) – Doa Malam
- Lilyo (Matin) – Doa Tengah Malam
- Saphro (Laudes) – Doa Pagi (jam 6 pagi)
- Tloth Sho’in (Terce, jam 9 pagi)
- Sheth Sho’in (Sezta, tengah siang)
- Tsha Sho’in (Nones, jam 15 sore)
Arah kiblat ibadah mereka adalah Timur dengan dalil dari Matius 24:27, “Sebab sama seperti kilat memancar dari sebelah timur dan melontarkan cahayanya sampai ke barat, demikian pulalah kelak kedatangan Anak Manusia”. Kitab yang mereka pergunakan adalah Peshitta dalam bahasa Aramaik. Perayaan Ekaristi dinamai dengan Qadisha Qurbana.
Nilai Kehadiran Gereja Orthodox Khususnya Orthodox Syria di Indonesia
Sebelum tahun 2000, hampir-hampir kita tidak mengenal eksistensi Gereja Orthodox dalam literatur sejarah gereja di sekolah-sekolah Teologi. Namun sejak tahun 2000-an khususnya 2006 kita mulai mendengar keberadaan Gereja Orthodox di Indonesia melalui diresmikannya Gereja Orthodox Indonesia (GOI) yang dipimpin oleh Archimandrit Daniel Subaintoro dengan SK Dirjen Bimas Kristen Depag R.I. no: DJ.III/Kep/HK.00.5/190/3212/2006.