Sebuah Refleksi Menjelang Peringatan Hari Kelahiran Pancasila
(Tulisan pertama dari dua tulisan)
Dalam sebuah artikel berjudul, “Pendidikan Pancasila, Freemasonry dan Pergolakkan
Umat Islam: Rancunya Pelajaran PPKN” penulis tanpa nama menuangkan
kesimpulannya mengenai hubungan Pancasila dengan Freemasonry sbb, “Banyak fakta lain yang sebenarnya masih
banyak terkubur tentang kaitan Pancasila, Pendidikan Pancasila dan Freemason.
Sudah selayaknya Umat Muslim waspada dan berfikir ulang mencari persamaan
antara Pancasila dengan Islam, karena dengan berbagati data yang ada, Pancasila
lebih dekat dengan Freemason dan berbagai ajaran agama bathil lainnya. Inilah
ideology yang kita bangga-banggakan itu. Allahua'lam”[1].
Pandangan-pandangan negatif dan berburuk sangka semacam itu bertebaran dalam
sejumlah buku-buku Keislaman yang anti dengan nilai-nilai Demokrasi dan
Pancasila.
Kita akan mengurai secara singkat
mengenai sejarah lahirnya Pancasila dan membuktikan validitas dugaan subyektif
di atas. Kajian ini dituliskan agar kita memahami sejarah nasionalisme yang
dibangun oleh para bapak pendiri bangsa yang beraneka ragam agama, suku
bahasanya dan agar kita tidak melakukan pengkhianatan dan pengingkaran atas
sejarah tersebut dengan membuat analisis dan tudingan yang mengecilkan apa yang
pernah dirumuskan oleh para pendiri bangsa demi terciptanya kesatuan dan
nasionalisme Indonesia.
Sejarah
Lahirnya Pancasila
Dari
kronik sejarah setidaknya ada beberapa rumusan Pancasila yang telah atau pernah
muncul. Rumusan Pancasila yang satu dengan rumusan yang lain ada yang berbeda
namun ada pula yang sama. Secara berturut turut akan dikemukakan rumusan dari
Muh Yamin, Sukarno, Piagam Jakarta, Hasil BPUPKI, Hasil PPKI, Konstitusi RIS, UUD Sementara, UUD
1945 (Dekrit Presiden 5 Juli 1959), versi MPR 1966,
versi Populer[2],
Berbagai
Rumusan Pancasila
Rumusan Mohamad Yamin
Pada sesi pertama persidangan BPUPKI yang
dilaksanakan pada 29 Mei
– 1 Juni 1945 beberapa anggota
BPUPKI diminta untuk menyampaikan usulan mengenai bahan-bahan konstitusi dan
rancangan “blue print” Negara Republik Indonesia yang akan didirikan. Pada
tanggal 29 Mei 1945 Mr. Mohammad Yamin
menyampaikan usul dasar negara dihadapan sidang pleno BPUPKI baik dalam pidato
maupun secara tertulis yang disampaikan kepada BPUPKI yang isinya sbb:
- Peri
Kebangsaan
- Peri Kemanusiaan
- Peri
ke-Tuhanan
- Peri
Kerakyatan
- Kesejahteraan
Rakyat
Rumusan Soekarno
Selain
Muh Yamin, beberapa anggota BPUPKI juga menyampaikan usul dasar negara,
diantaranya adalah Ir Sukarno[3].
Usul ini disampaikan pada 1 Juni 1945 yang kemudian dikenal sebagai hari lahir
Pancasila yang isinya sbb:
- Kebangsaan
Indonesia
- Internasionalisme,-atau
peri-kemanusiaan
- Mufakat,-atau
demokrasi
- Kesejahteraan
sosial
- ke-Tuhanan
yang maha esa
Rumusan BPUPKI – Piagam Jakarta
Selama
reses antara 2 Juni
– 9 Juli 1945, delapan orang
anggota BPUPKI ditunjuk sebagai panitia kecil yang bertugas untuk menampung dan
menyelaraskan usul-usul anggota BPUPKI yang telah masuk. Pada 22 Juni
1945 panitia kecil
tersebut mengadakan pertemuan dengan 38 anggota BPUPKI dalam rapat informal.
Rapat tersebut memutuskan membentuk suatu panitia kecil berbeda (kemudian
dikenal dengan sebutan "Panitia Sembilan") yang bertugas untuk
menyelaraskan mengenai hubungan Negara dan Agama.
- Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya;
- Kemanusiaan yang adil dan beradab ;
- Persatuan Indonesia ;
- Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan ;
- Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rumusan PPKI
Menyerahnya Kekaisaran Jepang yang mendadak dan
diikuti dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang diumumkan sendiri oleh
Bangsa Indonesia (lebih awal dari kesepakatan semula dengan Tentara Angkatan
Darat XVI Jepang)
menimbulkan situasi darurat yang harus segera diselesaikan. Sore hari tanggal
17 Agustus 1945, wakil-wakil dari Indonesia daerah Kaigun (Papua, Maluku, Nusa
Tenggara, Sulawesi, dan Kalimantan), diantaranya A. A. Maramis,
Mr., menemui Sukarno menyatakan keberatan dengan rumusan “dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam
bagi pemeluk-pemeluknya” untuk ikut disahkan menjadi bagian dasar negara. Untuk
menjaga integrasi bangsa yang baru diproklamasikan, Sukarno segera menghubungi Hatta dan berdua menemui
wakil-wakil golongan Islam. Semula, wakil golongan Islam, diantaranya Teuku Moh Hasan, Mr. Kasman Singodimedjo, dan Ki Bagus Hadikusumo, keberatan dengan usul
penghapusan itu. Setelah diadakan konsultasi mendalam akhirnya mereka menyetujui
penggantian rumusan “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya” dengan rumusan “Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai sebuah “emergency
exit” yang hanya bersifat sementara dan demi keutuhan Indonesia. Rumusan
Pancasila berubah menjadi sbb:
- ke-Tuhanan
Yang Maha Esa,
- Kemanusiaan
yang adil dan beradab,
- Persatuan
Indonesia
- Dan
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
- Serta
dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan
Konstitusi Negara Republik Indonesia Serikat
Ketika NICA menduduki wilayah Indonesia,
maka wilayah Indonesia semakin sempit dan pemerintahan bergeser ke Yogyakarta
dan pemerintah Belanda mengusulkan nama Republik Indonesia Serikat (RIS) dan pada
Tanggal 14 Desember
1949 rumusan Pancasila
sebagai dasar negara sbb:
- ke-Tuhanan
Yang Maha Esa,
- perikemanusiaan,
- kebangsaan,
- kerakyatan
- dan
keadilan sosial
Rumusan Pancasila Undang-Undang Sementara
Negara RIS hanya bertahan kurang dari 1 tahun dan
bergabung dengan negara bagian Yogyakarta. Terjadi perubahan konstitusi. Perubahan
tersebut dilakukan dengan menerbitkan UU RIS No 7 Tahun 1950 tentang Perubahan
Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar
Sementara (LN RIS Tahun 1950 No 56, TLN RIS No 37) yang disahkan tanggal 15
Agustus 1950 dengan rumusan Pansila sbb:
- Ke-Tuhanan Yang Maha Esa,
- Perikemanusiaan,
- Kebangsaan,
- Kerakyatan
- Keadilan sosial
Rumusan Pancasila Undang-Undang Dasar 1945
Kegagalan Konstituante
untuk menyusun sebuah UUD yang akan menggantikan UUD Sementara yang disahkan 15
Agustus 1950 menimbulkan bahaya bagi keutuhan negara. Untuk itulah pada 5 Juli
1959 Presiden Indonesia saat itu, Sukarno, mengambil langkah mengeluarkan
Dekrit Kepala Negara yang salah satu isinya menetapkan berlakunya kembali UUD
yang disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945 menjadi UUD Negara Indonesia
menggantikan UUD Sementara. Dengan pemberlakuan kembali UUD 1945 maka rumusan
Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD kembali menjadi rumusan resmi yang
digunakan. Isi rumusan Pancasila sbb:
- Ketuhanan
Yang Maha Esa,
- Kemanusiaan
yang adil dan beradab,
- Persatuan
Indonesia
- Dan
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
- Serta
dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rumusan MPR 1966
MPR pernah membuat rumusan yang agak sedikit berbeda.
Rumusan ini terdapat dalam lampiran Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang
Memorandum DPR-GR mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata
Urutan Peraturan Perundangan Republik Indonesia. Isi rumusan tersebut sbb:
- Ketuhanan
Yang Maha Esa,
- Kemanusiaan
yang adil dan beradab,
- Persatuan
Indonesia
- Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
- Keadilan
sosial
Rumusan Populer
Rumusan ini pula yang terdapat dalam lampiran Tap MPR
No II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
(Ekaprasetya Pancakarsa). Isi rumusan tersebut sbb:
- Ketuhanan
Yang Maha Esa,
- Kemanusiaan
yang adil dan beradab,
- Persatuan
Indonesia
- Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
- Keadilan
sosial
Dari pemaparan sejarah dapat kita lihat bahwa isi
rumusan Pancasila mengalami perkembangan dan dinamika yang sudah menjadi bagian
dari lembaran sejarah. Ada sepuluh rumusan Pancasila namun rumusan Ir. Soekarno
yang diterima sampai sekarang dengan formulasi yang lebih lengkap sebagaimana
kita ketahui hingga kini.
Sumber
Pemikiran Pancasila Soekarno
Karena pemikiran Pancasila yang kita
terima adalah produk perasan pemikiran Soekarn, maka dirasa perlu untuk
mengetahui akar pemikiran Soekarno mengenai Pancasila. Dalam pidatonya pada
Tanggal 1 Juni 1945 beliau berkata, “...Aku
tolak dengan tegas ucapan Prof. Notonegoro, bahwa aku adalah pencipta
Pancasila. Pancasila diciptakan oleh bangsa Indonesia sendiri. Aku hanya
menggali Pancasila daripada buminya Bangsa Indonesia. Pancasila terbenam di
dalam bumi bangsa Indonesia 350 tahun lamanya. Aku gali kembali dan aku
sembahkan Pancasila ini di atas persada bangsa Indonesia kembali”[3].
Bambang Ruseno Utomo
memberikan komentar, “Secara kultural
yang pertama, Pancasila memang berakar dari kebudayaan asli Indonesia, yaitu
sifat religius yang kuat dan budaya yang menjunjung tinggi nilai kebersamaan di
dalam tindakan, gotong royong maupun di dalam pengambilan keputusan atau
musyawarah untuk mufakat dengan tujuan menjaga serta memelihara keserasian
hubungan di dalam kelompok maupun dengan kelompok lain serta lingkungan
hidupnya”[4]
Fakta historis ini toch ada yang juga
meragukannya. Seorang penulis di blognya membuat penyangkalan akan orisinalitas
ide Pancasila Soekarno dan menyimpulkan bahwa setidaknya Soekarno memperoleh
tiga pengaruh dalam merumuskan Pancasila yaitu pemikiran Kosmopolitanisme A. Baars
(Belanda) dan prinsip San Min Chu I dari DR. Sun Yat Sen serta kalangan Islam.
Berikut kesimpulan dan pernyataan penulis blog tersebut:
“Dengan
cara mencocokkan seperti ini, berarti nampak dengan jelas bahwa Pancasila yang
dicetuskan oleh Bung Karno pada tanggal 1 juni 1945, yang merupakan”Rumus
Pancasila I”, sehingga dijadikan Hari Lahirnya Pancasila, berasal dari 3 sumber
yaitu:
a)
Dari San Min Cu I Dr. Sun Yat Sen (Cina);
b)
Dari internasionalisme (kosmopolitanisme A. Baars (Belanda).
c)
Dari umat Islam.
Jadi
Pancasila 1 juni 1945, adalah bersumber dari : (1) Cina; (2) Belanda; dan (3)
Islam. Dengan begitu bahwa pendapat yang menyatakan Pancasila itu digali dari
bumi Indonesia sendiri atau dari peninggalan nenek moyang adalah sangat keliru
dan salah !”[5]
Pendalilan dan kesimpulan di atas
didasarkan penafsiran atas isi pidato Ir. Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945
dimana beliau menyampaikan pengaruh tokoh-tokoh pergerakan besar lainnya di
negara yang baru merdeka antara lain Tiongkok di bawah kepemimpinan Sun Yat
Ten. Berikut petikannya dari buku Tujuh
Bahan Pokok Demokrasi:
“Saya
mengakui, pada waktu saya berumur 16 tahun, duduk di bangku sekolah H.B.S. di
Surabaya, saya dipengaruhi seorang sosialis yang bernama A. Baars, yang memberi
pelajaran kepada saya, – katanya : jangan berpaham kebangsaan, tetapi
berpahamlah rasa kemanusiaan seluruh dunia, jangan mempunyai rasa kebangsaan
sedikitpun. Itu terjadi pada tahun 1917. akan tetapi pada tahun 1918,
alhamdulillah, ada orang lain yang memperingatkan saya, ia adalah Dr. Sun Yat
Sen ! Di dalam tulisannya “San Min Cu I” atau “The THREE people’s Principles”,
saya mendapatkan pelajaran yang membongkar kosmopolitanisme yang diajarkan oleh
A. Baars itu. Dalam hati saya sejak itu tertanamlah rasa kebangsaan, oleh
pengaruh“The THREE people’s Principles” itu. Maka oleh karena itu, jikalau
seluruh bangsa Tionghoa menganggap Dr. Sun Yat Sen sebagai penganjurnya,
yakinlah bahwasanya Bung Karno juga seorang Indonesia yang dengan perasaan
hormat dengan sehormat-hormatnya merasa berterima kasih kepada Dr. Sun Yat Sen,
-sampai masuk ke liang kubur...
...Prinsip
nomor 4 sekarang saya usulkan. Saya didalam tiga hari ini belum mendengarkan
prinsip itu, yaitu kesejahteraan, prinsip: tidak ada kemiskinan di dalam
Indonesia merdeka. Saya katakan tadi prinsipnya San Min Cu I ialah “Mintsu, Min
Chuan , Min Sheng” : Nationalism, democracy, socialism. Maka prinsip kita
…..harus …… sociale rechtvaardigheid...
...Maka
demikian pula jikalau kita mendirikan negara Indonesia merdeka, Paduka tuan
ketua, timbullah pertanyaan: Apakah Weltanschaung” kita, untuk mendirikan
negara Indonesia merdeka di atasnya?Apakah nasional sosialisme ? ataukah
historisch-materialisme ? Apakah San Min Cu I, sebagai dikatakan oleh Dr. Sun
Yat Sen ? Di dalam tahun 1912 Sun Yat Sen mendirikan negara Tiongkok merdeka,
tapi “Weltanschaung” telah dalam tahun 1885, kalau saya tidak salah,
dipikirkan, dirancangkan. Di dalam buku “The THREE people’s Principles” San Min
Cu I,-Mintsu, Min Chuan , Min Sheng” : Nationalisme, demokrasi, sosialisme,-
telah digunakan oleh Dr. Sun Yat Sen Weltanschaung itu, tapi batu tahun 1912
beliau mendirikan negara baru di atas “Weltanschaung” San Min Cu I itu, yang
telah disediakan terlebih dahulu berpuluh-puluh tahun.”[6]
Bagaimana kita menanggapi pemikiran di
atas? Kita tentu saja tidak menampik berbagai pengaruh kaum intelektual yang
Ir. Soekarno pelajari dan lahap pemikiran-pemikirannya dalam buku-buku mereka.
Namun menyimpulkan begitu saja bahwa Ir. Soekarno telah mengambil alih gagasan
mereka dengan istilah yang lebih Indonesia, sungguh terlalu meremehkan
kapabilitas Ir Soekarno sebagai seorang ideolog dan penulis serta pemikir yang
produktif menghasilkan tulisan-tulisan di masa perjuangan pra kemerdekaan.
Pernyataan Ir. Soekarno mengenai San Min Chui harus ditempatkan pada
pemikiran-pemikiran besar lainnya yang menginspirasi Soekarno. Namun isi dan
ruh dari Pancasila memang benar-benar digali dan tumbuh dari perilaku bangsa
Indonesia sendiri.
Dengan kajian di atas (mengenai asal
usul pemikiran Pancasila) maka gugurlah tuduhan bahwa Pancasila memiliki
kaitannya dengan produk Freemasonry.
Freemasonry
Bukan Gerakan Politik Melainkan Spiritual
Nama
Freemasonry sering dihubungkan dengan masyarakat rahasia yang terdiri dari
orang-orang Yahudi yang memiliki sejumlah rencana dan agenda untuk menggiring
dunia ini dalam agenda mereka. Kalangan Muslim paling sensitif dan kritis dalam
mempersoalkan keberadaan mereka.
Di
Indonesia ada beberapa buku utama dari pihak Muslim yang membahas keberadaan
Freemasonry al.,
- Sorotan Terhadap Freemasonry: Organisasi
Rahasia Yahudi. Disusun oleh
LPPA Muhammadiyah Jakarta tahun 1979.
- Freemasonry di Asia Tenggara oleh Abdullah Patani
- Freemasonry in Indonesia from Radermacher to
Soekanto, 1762-1961 sebuah paper tipis
karya Paul W van der Veur terbitan Ohio University Center for
International Studies tahun 1976
- Tarekat Mason Bebas dan Kehidupan Masyarakat
di Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1962 karya Th Stevens
- Gerakan Freemasonry (Al Masuniyah)karya Muhammad Shafwat
as-Saqa Amini dan Sa’di Abu Habib
- Rahasia Gerakan Freemasonry dan Rotary Club karya seorang ulama
Mesir Muhammad Fahim Amin dan diterbitkan oleh
Pustaka al-Kautsar.
Ada dua
buku yang akhir-akhir ini menjadi rujukan di Indonesia yaitu karya Henry Nurdi
dengan judul Jejak Freemason & Zionis di Indonesia[7]
dan sebuah novel yang hendak mengungkap simbol-simbol Masonik di Jakarta karya
Rizki Rydasmara dengan judul The Jacatra Secret[8].
Apa dan
bagaimanakah Freemasonry tersebut? Freemasonry adalah organisasi
persaudaraan (fraternal organisation) yang
muncul dari asal usul yang tidak jelas yaitu sekitar Abad XVI dan XVII.
Freemasonry sekarang ini muncul dalam beragam bentuk di seluruh dunia dengan
keanggotaan sekitar 6 juta termasuk di Skotlandia dan Irlandia sebanyak 150.000
dan lebih dari ¼ juta berada di wilayah yuridiksi Kesatuan Loji Agung Inggris (United Grand Lodge
of England) serta sebanyak 2 juta berada di Amerika Serikat[9]
Persaudaraan diorganisir secara administratif ke dalam
Loji Agung (Grand Lodges) atau Orient-orient yang masing-masing memerintah
berdasarkan wilayah yuridiksinya yang terdiri dari logji-loji bawahan. Berbagai
Loji Agung mengakui keberadaan satu sama lain atau menolaknya berdasarkan
kesetiaan kepada penunjuk (Loji agung biasanya akan menganggap Loji Agung lainnya
yang berbagi penunjuk yang sama, sebagai anggota tetap dan mereka yang tidak
akan dianggap sebagai bukan anggota atau penyusup).
Ada juga anggota-anggota tambahan yang
organisasi-organisasinya berhubungan dengan cabang utama Freemasonry namun
dengan adminsitrasi yang berdiri sendiri. Freemasonry menggunakan
ungkapan-ungkapan kiasan pekerjaan perkakas tukang batu dan perkakas-perkakas
lainnya pada latar belakang kiasan bangunan Bait Suci Salomo, sebagai apa yang
digambarkan baik oleh para anggota Mason maupun pengritiknya, “sebuah sistem
moralitas yang diselubungi dalam kiasan dan gambaran simbolik”[10]
Dari definisi dan deskripsi di atas kita mendapatkan
beberapa kata kunci penting yaitu “persaudaraan”, “perkumpulan rahasia”, “sarat
dengan tanda simbolik”, “anggota tersebar luas di berbagai negara”.
Freemasonry lebih kepada sebuah perkumpulan esoteris
(penekanan aspek batin) yang memiliki pola tertutup dan rahasia. Freemasonry
kerap mengidentifikasikan dirinya dengan sebuah prinsip yang mengakomodir
seluruh gagasan yang diajarkan dalam semua agama
Freemasonry
di Jaman Pra Kemerdekaan Indonesia
Apa yang dikenal orang saat ini dengan
Freemasonry atau dalam bahasa Belanda Vritmejselarij ternyata sudah masuk ke
Indonesia sejak pemerintahan kolonial khususnya VOC. Vritmetselarij sebenarnya
hanyalah salah satu dari organisasi kebatinan yang merebak di Indonesia pra
kemerdekaan.
Setidaknya ada dua teori mengenai asal
usul Freemasonry. Pertama, Jika merujuk pada buku DR.
Th. Stevens, “Tarekat Mason Bebas dan
Kehidupan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1962” diperoleh
keterangan bahwa Freemasonry telah masuk di zaman VOC dengan ditandai
berdirinya berbagai Loji sebagai pusat kegiatan mereka.
Sebelum tahun 1756 di Hindia Timur
telah berkembang pengikut Mason Bebas. Sejarawan Hageman mengatakan bahwa
keberadaan para Mason di Batavia berasal dari Inggris[11].
Sejarawan Van der Veur mengatakan
bahwa loji pertama yang didirikan adalah La
Choisie di Batavia tahun 1762 atas prakarsa J.C.M. Radermacher (1741-1780)
seorang syahbandar Batavia. Beliau adalah anak Suhu Agung pertama dari Tarekat
Mason di Belanda bernama Joan Cornelis Radermacher. Tidak ada kesepakatan
diantara sejarawan mengenai persisnya lembaga ini didirikan. Ada yang
mengatakan 1762 (Van der Veur dan Gelman Taylor) dan ada yang mengatakan 1764
(literatur Masonik). Kemudian terjadi pembagian antara Loji Solomon di Benggala India dan Loji La Choisie.
Sejarawan de Geus mengatakan bahwa
pembangunan loji La Choisie,
dikatakan sebagai langkah berani karena situasi jaman tersebut keberadaan
Tarekat Mason di musuhi baik di negeri induknya di Belanda maupun di Batavia
dan oleh para rohaniawan gereja, Tarekat Mason Bebas dianggap sebagai
“mahluk-mahluk berbahaya bagi negara dan gereja” [12].
Sementara sejarawan Gelman Taylor
memandang bahwa keberadaan Tarekat Mason Bebas khususnya pada saat pendirian
loji La Choisie terjadi karena munculnya perkembangan mestizo (keturunan darah campuran) yang mencapai kejayaan di Abad XVIII sehingga menjauhkan mereka dari
kebudayaan asli di Belanda dan membuat mereka terkucil.
Gubernur Jendral van Imhoff
(1743-1750) ingin menguasai koloni dagang tersebut menjadi koloni warga Belanda
di Jawa. Van Imhoff banyak mendatangkan petani Belanda dan memajukkan
modernitas di Hindia Timur sehingga menggeser kedudukan para mestizo. Kebijakkan van Imhoff
diteruskan oleh Jacob Mossel (1750-1761) dengan memberikan
pembatasan-pembatasan kepemilikan oleh para mestizo.
Keberadaan Tarekat Mason menjadikan
seseorang yang bergabung ke dalamnya (termasuk para mestizo) memiliki perilaku
kebelandaan dan membuat seseorang memiliki status tinggi karena dapat dekat ke
elit pemerintahan[13]
Loji ini berdiri tidak lama. Ada yang
mengatakan Loji ini sudah berhenti tahun 1766, ada yang mengatakan 1767
(Hageman) dan ada yang mengatakan bahwa sebelum menerima surat konstitusi tahun
1770, loji itu telah tidak berfungsi (De Visser Smits). Tidak ada kata sepakat
mengenai berhentinya keberadaan loji tersebut. Ada yang mengatakan karena
larangan pemerintah. Ada yang mengatakan ketidakmampuan menampung kehadiran
anggota yang pluralis sebagaimana pernah dilakukan Radermacher[14]
.
Loji “La Fidele Sincerite” (1767) dan Loji “La
Vertueuse” (1769)
Keanggotaan loji La Fidele Sincerite sebagian besar dari La Choisie maka dikatakan bahwa loji ini adalah penerus dari La
Choisie (hal 66). Loji ini diresmikan oleh Abraham van der Weyden wakil Suhu
Agung Provinsial di Batavia dan peresmian dilaksanakan di sebuah losmen dengan
nama Heerenlogement tempat dimana
para Masonik La Choisie dulunya kerap mengadakan pertemuan.
Beberapa peneliti Masonik menyimpulkan
bahwa keberadaan loji La Fidele Sincerite sebagai tempat orang kurang berada
(tempat pelarian bagi para tentara, burger, orang mardika, pelaut serta pegawai
VOC menengah ke bawah) sehingga kerap menimbulkan perselisihan karena perbedaan
status dan agama sehingga terciptalah loji
La Vertueuse yang lebih homogen dalam hal status sosial. Ketua pertamanya
bernama Hasselaar seorang administratur gudang gandum[15].
Hageman menilai peresmian La Fidele Sincerite 1772 bukan oleh Suhu
Agung melainkan hanya wakilnya Abraham van der Weyden mrupakan ketidaan
hubungan yang mendalam antara Loji Agung dan Loji Hindia Timur. Heren Zeventien (Tuan-tuan Tujuhbelas
yang merupakan penentu kebijakan kompeni) tidak membolehkan keikutsertaan loji
Hindia Timur di luar sepengetahuan mereka[16].
Daftar keanggotaan Tarekat Mason Bebas
di Loji La Fidele Sincerite sangat
beragam mulai dari pegawai pemerintahan sampai, tentara, pengacara, swasta
sebanyak 48 anggota[17].
Kedudukan mereka lebih rendah dari anggota di Loji La Vertueuse meskipun
jumlahnya hanya 38 anggota[18].
Pada tahun 1815 loji La Fidele Sincerite pindah dari Amanusgracht ke Tijgergracht dan diresmikan oleh pemerintahan Ingris melalui Thomas
Standford Raffles seorang anggota Mason yang kemudian sebulan kemudian membuat
dia naik pangkat dan diangkat sebagai meester (suhu) di loji Vriendschap di Surabaya. Tahun 1819
dipindah ke sebuah rumah anggota Mason dan sampai tahun 1837 menjadi tempat
pertemuan loji.
Tahun 1786 merupakan tonggak keemasan
Freemason karena peresmian gedung baru diresmikan oleh Gubernur Willem Alting
dihadiri oleh para pejabat tinggi. Freemason mulai dkenal khayalak [19].
Pelukis Prancis bernama Piron sekitar
tahun 1794-1795 melukis 12 gambar simbolik bercorak Masonik dan dipindah ke
gedung De Ster in Het Oosten (loji
Bintang Timur). Lukisan tersebut melambangkan: hikmat, kekuatan, keindahan,
kebajikan, amal, persatuan,kehati-hatian, pengharapan, keadilan, kedamaian,
keadilan, sifat berdiam diri”[20]
Berturut-turut kemudian didirikan
loji-loji Freemasonry atau Vrijtmetselarij atau Tarekat Mason Bebas antara lain
dengan nama: Loji La Constante et Fidele
di Semarang (1801), Loji De Vrienschap di Surabaya (1809), Peleburan loji –loji di Batavia ke
dalam loji baru De Ster in het Oosten
(1837), Loji “Mata hari” di Padang
(1858)[21].
Kedua, dengan
merujuk pada buku karya Iskandar P. Nugraha yang mengulas dengan cerdas sejarah
dan perkembangan gerakan kebatinan atau Teosofi di masa kolonial di Indonesia
dalam bukunya berjudul, “Teosofi,
Nasionalisme dan Elite Modern Indonesia”. Vritmetselarij (Freemasonry)
hanyalah salah satu anggota organisasi Teosofi yang berkembang pada waktu itu.
Menurut Iskandar P. Mugraha, Gerakan
Teosofi didirikan pertama kali di New York, Amerika Serikat pada tahun 1875
oleh seorang perempuan bangsawan keturunan Rusia bernama Helena Petrovna
Blavatsky yang dibantu dua orang Amerika bernama Henry Steel Olcoot dan W.Q.
Judge.
Selanjutnya Henry Steel Olcoot
diangkat menjadi presiden pertama perkumpulan tersebut yang kemudian diberi
nama Theosophical Society (TS). Gerakan ini selalu menekankan bahwa anggotanya
berkewajiban membuat pikiran merdeka dan bekerja demi perubahan rakyat yakni
lwat cara batin untuk melawan segala hawa nafsu manusia. Menurut mereka
agama-agama konvensional tidak lagi memiliki pengaruh[22]
Melihat sifat gerakannya, TS merupakan
suatu gerakan Hindu Baru (Neo Hindu Movement) yang terinspirasi
mistisisme-esoteris Yahudi bernama Kabbala dan Gnosticsm, suatu ilmu rahasia
keselamatan serta bentuk-bentuk okultisme Barat, demikian Iskandar Nugraha
memberikan ulasan pembuka[23]
Pada tahun 1885-1891 organisasi TS
melancarkan pengaruhnya ke Barat dan Timur India. Pemikiran-pemikiran H.P.
Blavatsky dituangkan dalam majalah The
Rheosophist. Pada tahun 1895 dimulailah babak perkembangan baru dengan
bergabungnya Annie Besant. Berkat kepandaiannya beliau menggabungkan prinsip
kebatinan Timur dan Barat serta kelihaiannya dalam mensosialisasikan gerakan
dalam berbagai propaganda maka pengaruh gerakan Teosofi bukan hanya di India
melainkan sampai ke Hindia Belanda (Indonesia) dan berbagai dunia.
Berbagai organisasi didirikan di bawah
Theosophical Society (TS) yang dipimpin Annie Besant termasuk di Hindia Belanda
seperti Perkumpulan Freemasonry, Moeslim Bond, Theosofische Wereld Universiteit
dan The Liberal Catholic Church[24].
Gerakan Teosofi berkembang pertama
kali di Pekalongan pada tahun 1883 di bawah kepemimpinan Baron van Tengnagel.
Tahun 1901 dimulai babak baru organisasi Teosofi di Hindia Belanda seperti di
Semarang lalu Surabaya (1903), Yogyakarta (1904) serta Surakarta (1905).
Dari kedua teori dan pendekatan di
atas kita dapat simpulkan bahwa berbagai aktifitas gerakan yang bernama
Freemasonry atau Vritmejselarij bisa jadi datang dalam dua gelombang atau
tahapan. Tahapan pertama yaitu di masa VOC pada tahun 1700-an dimana pesertanya
berasal dari golongan pegawai VOC dan priyayi Jawa. Tahapan kedua yang berasal
dari Gerakan Teosofi di India yang masuk pada tahun 1800-an. Bisa jadi, pada akhirnya
organisasi yang masuk pertama kali melebur dalam Gerakan Teosofi dikarenakan
kesamaan karakteristik pemikiran dan perjuangan dibidang kebatinan dan aspek
esoteris.
Orang-orang Indonesia yang menjadi anggota
Freemasonry
DR. Th. Stevens, menuliskan bahwa
pada zaman Jepang sudah ada beberapa orang Indonesia bergabung dengan Tarekat
Mason Bebas sebanyak 50 orang[25].
Raden
Saleh anggota Mason Bebas ditahbiskan tahun 1836 di Loji Eendracht Maakt Macht. Abdul Rahman buyut Sultan Pontianak tahun
1844 menjadi anggota Mason di Loji Vriendschap
dan dia adalah Muslim pertama yang ikut Mason Bebas[26].
Bupati Surabaya bernama R.A. Pandji Tjokronegoro menjadi anggota tahun 1908.
Loji Vriendschap merupakan pusat anggota
Mason dari Indonesia dan pada tahun 1870 didirikan Loji Mataram di Jawa. Pangeran Soerjodilogo (keturunan Paku Alam) tahun
1871 menjadi anggota Mason. Persemian Loji Mataram dilaksanakan dengan rumah
pinjaman dari HB VI di Malioboro[27].
Abdurachman
Surjomihardjo memberikan deskripsi pengaruh Freemasonry di wilayah Yogyakarta
sbb: “Sejak akhir abad ke-19, tepatnya
tahun 1891, beberapa anggota gerakan itu telah berhubungan dan menanam bibit di
lingkungan keluarga Paku Alam. Paku Alam V telah resmi menjadi mason yang
kemudian diikuti oleh Paku Alam VI dan Paku Alam VII secara aktif”[28]
Salah
satu keluarga Paku Alam yaitu K.P.H Notodirdjo menjadi anggota Mason sekaligus
sebagai ketua pengurus besar Boedi Oetomo. Abdurachman Surjomihardjo kembali
menjelaskan: “Sejak awal paham Budi Utomo
memang berhubungan dengan Mason. Ketua Budi Utomo yang pertama, K.R.T.
Tirtokusumo, Bupati Karanganyar di Banyumas, mempunyai hubungan perkawinan
dengan keluarga Paku Alam”[29]
Raden
Sujono menulis di Indisch Maconniek
Tijdscrift (IMT) menulis bahwa tahun 1928 ada 43 orang Jawa ikut Mason
Bebas. Empat dari keturunan raja, dua puluh pegawai pemerintah orang indonesia,
sepuluh memegang jabatan yang biasanya dipegang orang Eropa dan tujuh
berprofesi sebagai dokter hewan[30].
Iskandar
P. Nugraha mengulas berbagai tokoh pergerakan Indonesia banyak yang memiliki
latar belakang pendidikan Teosofi seperti Tjipto Mangoenkoesoemo (Pendiri Boedi
Oetomo, 1908), Douwes Dekker (pendiri Indische Partij, 1912), bahkan Kiai Haji
Agus Salim.
Dalam
komentarnya yang dikutip oleh Solichin Salam dalam bukunya Hadji Agus Salim, Hidup dan Perdjuangannja, Agus Salim mengatakan simpatinya
terhadap organisasi TS sbb, “Saya
bergabung ke dalam Theosophical Society karena saya melihat mereka
mengakomodasi banyak kaum Muslimin, khususnya Muslim yang diasingkaan karena pendidikan
barat-nya namun masih berpegang kuat pada tradisi. Mereka adalah orang-orang
yang tertarik pada Theosophical Society”[31]
Sekalipun
Ir Soekarno bukan anggota Teosofi namun melalui ayahnya, R. Soekemi beliau
memperoleh akses pemikiran-pemikiran Teosofi dan pemikiran besar tokoh dunia
lainnya sebagaimana Iskandar P. Nugraha mendeskripsikan, “Sukarno bukan anggota Gerakan
Teosofi, namun berkat keterlibatan ayahnya, ia dapat menempa keintelektualannya
lewat Gerakan Teosofi”[32]
Sampai
pada penjelasan Freemasonry di Indonesia masa pra kemerdekaan dan
ketidakterlibatan Soekarno secara langsung telah pula mematahkan argumentasi
bahwa Pancasila rumusan Soekarno merupakan produk Freemasonry. Bahkan tidak
pernah ada doktrin Pancasila dalam Freemasonry.
Keberadaan Loji Sebagai Pusat Kegiatan Teosofi
Dan Sikap dan Reaksi Negatif Terhadap Aktivitas
Loji
Loji di
lingkungan Gerakan Teosofi diartikan sebagai suatu perkumpulan dengan jumlah
minimal anggota tujuh orang. Loji harus mendapat izin dari perkumpulan induk
yang berpusat di Adyar, India, dengan bukti berupa akta yang ditandatangani
Presiden Gerakan Teosofi. Loji-loji itu melakukan aktifitas sesuai dengan apa
yang digariskan pusat. Kegiatan utama mereka masih terbatas pada bidang mistis
dan kebatinan[33]
Loji
sebagai pusat kegiatan Freemasonry kerap mendapatkan sorotan negatif dari
masyarakat dengan sebutan Omah Setan
karena kerap dijadikan media pemanggilan arwah. Abdurachman Surjomiharjo
mendeskripsikan sbb: “Pertemuan kaum
mason diadakan di loge atau Loji Mataram di Jalan Malioboro. Pada waktu
Yogyakarta menjadi ibukota Republik Indonesia, gedung ini dipakai oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Istimewa Yogyakarta. Loji Mason di kalangan masyarakat
bumiputera disebut sebagai ‘Rumah Setan’. Upacara penerimaan anggota baru mason
diliputi oleh keanekaan dan kerahasiaan. Upacara ini diadakan di loji, dalam
bahasa Belanda disebut Huis van Overdenking atau dalam bahasa Jawa disebut Omah
Pewangsitan”[34].
Beberapa pengikut Freemasonry (Vrijmetselarij) membela bahwa istilah “rumah
setan” merupakan pengrusakan istilah dari “rumah pamagsitan” atau “rumah
permenungan”[35].
Kesimpulan
yang sama diutarakan Iskandar P. Nugraha mengenai reaksi masyarakat dalam
perkembangan Gerakan Teosofi sbb, “Gerakan
Teosofi di Hindia Belanda juga tak luput dari kecaman dan reaksi dari berbagai
pihak. Selain datang dari golongan agama konvensional seperti Islam dan
Katolik, ternyata reaksi juga datang dari pihak pemerintah Belanda serta
golongan nasionalis Indonesia[36]
Iskandar melanjutkan dengan menganalisis akar persoalan reaksi masyarakat
tersebut, “Corak kegiatan yang cenderung
mengambil anasir-anasir budaya asli (Jawa) berwarna Hindu-Budha telah menjadi
faktor penyebab timbulnya ketidaksenangan sementara di kalangan Islam di
Hindia. Selain dikecam karena warna Hindu-Budhanya, sebagian kalangan Islam
juga menuduh orang Belanda dalam Gerakan Teosofi menggunakan kedok organisasi
untuk propaganda menyiarkan agama Kristen di kalangan Muslim Indonesia”[37]
Kesimpulan
Dari kajian historis di atas nampaklah
bahwa argumentasi yang menyatakan bahwa Pancasila sebagai ideologi pemersatu
bangsa Indonesia yang dicetuskan salah satu
Founding Fathers (Para Bapak
Pendiri Bangsa) yaitu Ir. Soekarno merupakan produk Freemasonry adalah tuduhan
subyektif dan tidak memiliki dasar yang kokoh dalam perspektif sejarah.
Pernyataan-pernyataan antipati
terhadap eksistensi dan filosofi Pancasila semakin menguat akhir-akhir ini di
kalangan radikalis agama dengan menggunakan premis-premis teks agama yang
sempit dan minimnya pengetahuan sejarah serta tipisnya jiwa nasionalisme.
Berbagai tuduhan dilemparkan kepada
para pahlawan negeri ini dengan melabeli mereka serta menghubungkan mereka
dengan pemikiran-pemikiran Freemasonry, Iluminati, Zionis, Yahudi seolah-olah
mereka adalah antek dan alat-alat propaganda mereka.
Kenyataan ini mengingatkan kita akan
berbagai daya upaya kelompok-kelompok tertentu untuk mengganti ideologi
Pancasila dengan ideologi lainnya. Marilah kita bersatu untuk menjaga kesatuan
Negara Republik Indonesia dengan segala keaneka ragaman agama, ras, suku,
bahasa, budaya dengan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
Indonesia.
“Jasmerah” (Jangan sekali-kali
melupakan sejarah), demikian pesan Bung Karno. Mengganti ideologi Pancasila
berarti mengkhianati sejarah. Mengkhianati sejarah berarti kita mengkhianati
persatuan. Mengkhianati persatuan berarti kita menghancurkan keutuhan Indonesia
Raya.
[3] Bambang Ruseno Utomo, MA., Hidup Bersama Di Bumi Pancasila, Malang:
Pusat Studi Agama dan Kebudayaan, 1993 hal 27
[4] Ibid.,
[6] Ibid.,
[7]Jejak Freemason & Zionis di Indonesia Jakarta: Cakrawala Publishing 2005
[8] The
Jacatra Secret, Jakarta: Salsabila 2011
[10] Ibid.,
[11] Tarekat Mason Bebas dan Kehidupan Masyarakat
di Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1962, Jakarta: Sinar Harapan 2004, Ibid.,
hal 56
[12] Ibid.,
hal 60
[13] Ibid.,
hal 62-63
[14] Ibid.,
hal 65
[15] Ibid.,
hal 69
[16] Ibid.,
hal 70
[17] Ibid.,
hal 73-75
[18] hal 75
[19] Ibid.,
hal 90
[20] Ibid.,
[21] Ibid.,
hal 90-138
[22] Teosofi, Nasionalisme dan Elite Modern Indonesia, Depok:
Komunitas Bambu 2011, hal 5
[23] Ibid.,
[24] Ibid., hal 7
[25] Ibid.,
hal 299
[26] Ibid.,
hal 300
[27] Ibid.,
hal 301
[28] Kota Yogyakarta Tempoe Doeloe: Sejarah
Sosial 1880-1930, Depok: Komunitas Bambu 2008, hal 49
[29] Ibid.,
[30]
Op.Cit., Tarekat Mason Bebas dan
Kehidupan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1962, hal 314
[31] Op.Cit., Teosofi, Nasionalisme dan Elite Modern Indonesia, hal 32
[32] Ibid., hal 31
[33] Ibid., hal 9
[34]
Op.Cit., Kota Yogyakarta Tempoe Doeloe:
Sejarah Sosial 1880-1930, hal 51
[35]
Op.Cit., Tarekat Mason Bebas dan Kehidupan
Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1962, hal 320
[36] Op.Cit., Teosofi, Nasionalisme dan Elite
Modern Indonesia, hal 90
[37] Ibid., hal 91
1 komentar:
Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati sejarahnya tapi bukan dengan sejarah yang menipu bangsanya sendiri
Posting Komentar