Jika berbicara mengenai Kekristenan, ada tiga kelompok besar yang berpengaruh yaitu Roma Katolik, Protestan, Orthodox. Kelompok Protestan sendiri memiliki ribuan denominasi dan sekte serta pecahan-pecahannya seperti Baptis, Methodis, Advent, Presbiterian, Anglikan, Pentakosta, Kharismatik. Fr Marc Dunaway dalam catatan kakinya menjelaskan, “Mendefinisikan apakah Gereja Protestan itu adalah sama rumitnya dengan ketika kita diharuskan mendefinisikan apakah itu hutan Kalimantan?! Ketika kita mengetahui bahwa di dalam hutan Kalimantan terdapat banyak sekali jenis-jenis tumbuhan berbeda yang ada di sana, begitu juga halnya dengan Protestanisme, karena di dalam Protestanisme Anda akan menemukan aliran-aliran Kekristenan yang telah berjumlah 33.800 buah yang saling berbeda untuk didefinisikan”[1].
Penulis lainnya memberikan jumlah angka yang berbeda. Michael Keene memberikan ulasan, “Sekarang ini agama Kristen merupakan agama terbesar di dunia dengan perkiraan jumlah penganutnya sebanyak 2 miliar orang, walaupun jumlah itu terbagi-bagi ke dalam lebih dari 20.000 sekte atau Gereja. Sekte yang paling besar adalah Gereja Katolik Roma dengan jumlah 1,2 miliar umat, diikuti oleh banyak Gereja Protestan dengan jumlah seluruhnya 360 juta umat dan Gereja Orthodox dengan jumlah 170 umat”[2].
Bagaimana dengan keanekaragaman Kekristenan di Indonesia? Pdt. DR. Jan S. Aritonang menjelaskan, “Pada buku Data dan Statistik Keagamaan Kristen Protestan tahun 1992 yang diterbitkan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat (Kristen) Protestan – Departemen Agama RI pada tahun 1993, kita menemukan 275 organisasi gereja Kristen Protestan. Disamping itu ada pula sekitar 400-an yayasan Kristen Protestan atau yang bersifat gerejawi, baik yang sudah memperoleh Surat Keputusan Pendaftaran sesuai dengan UU No 8/1985 maupun yang belum. Jadi seluruhnya ada sekitar 700 organisasi Kristen Protestan, yang berkegiatan dan melayani di lingkungan masyarakat Kristen Protestan Indonesia yang jumlahnya sekitar 15 juta jiwa maupun di lingkungan masyarakat indonesia umumnya yang menurut sensus 1990 berjumlah sekitar 180 juta jiwa”[3]
Gereja perdana terdiri dari komunitas Yahudi dan Yudaisme dan komunitas non Yahudi baik dari Yunani dan bangsa-bangsa lainnya yang menerima Yesus (Yahshua) sebagai Mesias dan Putra Tuhan. Mereka yang berasal dari golongan Yahudi dijuluki dengan Sekte Nazarene (Kis Ras 24:5). Kemudian di Anthiokhia komunitas pengikut Yesus Sang Mesias dari kalangan non Yahudi dijuluki sebagai Christianoi (Kis Ras 11:24). Dari kata Christianoi yang artinya pengikutChristos (Kristus/Mesias) lahirlah sebutan Kristen.
Sekte Nazarene yang berakar dari kultur Yahudi dan agama Yudaisme pada awalnya menjadi bagian dari Yudaisme. Sama-sama beribadah di Bait Suci dan Sinagoga sampai akhirnya mereka terpisah dari Yudaisme karena dua alasan.
Perisiwa pertama, tahun 66-70 Ms, ketika pasukan Romawi dibawah pimpinan Jendral Titus hendak memusnahkan Yerusalem, maka kaum Nazarene harus mengungsi ke Pella di Transyordan dan melanjutkan keimanan dan pola hidup Yahudi. Alasan mereka untuk mengungsi ke Pella karena mengikuti nasihat Mesias, jika melihat ‘pembinasa keji’ berdiri di Bait Suci, maka mereka harus lari kegunung-gunung yang tinggi (Luk 21:20-24)[4]. Sikap kaum Nazarene melarikan diri ke Pella menyebabkan mereka dijuluki Meshummed (penghancur) oleh para Rabbi. Setelah tahun 70 Ms., kaum Nazarenedan Yahudi secara umum, kembali menetap di Yerusalem sampai masa Revolusi Bar Khokba.
Peristiwa kedua, tahun 70-132 Ms merupakan terbentuknya Yudaisme Rabinik, dimana golongan yang berpengaruh pada waktu kaum Farisi. Disebabkan golongan Saduki yang berkuasa terhadap Bait Suci telah kehilangan pengaruh karena hancurnya Bait Suci, maka Sinagog memainkan peranan penting. Berbagai tradisi lisan dibukukan menjadi Talmud yang terdiri dari Misnah dan Gemara. Dimasa ini terjadi perselisihan yang semakin tajam antara kaum Nazarene dengan Yahudi Rabbinik. Perselisihan tersebut disebabkan karena kaum Nazarene menolak berbagai tradisi lisan yang disusun oleh kaum Farisi tersebut dan disebabkan penolakkan mereka bergabung dalam Revolusi Bar Khokba. Nazarene menolak bergabung dalam revolusi dikarenakan Bar Kokhba menyebut dirinya Mesias, padahal kaum Nazarene hanya mengakui satu-satunya Mesias, yaitu Yesus (Yahshua). Akibatnya dalam struktur doa kuno yang disebut Shemone Esrei (18 doa berkat) ditambahkanlah satu doa kutukan terhadap keberadaan ha Minim (Bidat), yaitu kaum Nazarene karena tidak turut dalam Revolusi Bar Khokba[5].
Sekte Yudaisme ini terekam dalam berbagai tulisan Kristiani sejak abad 2 M sampai 11 Ms. Sebut saja Irreneus[6], Eusebeius[7], Epiphanius[8].
Apakah yang membedakan sekte Nazarena ini dengan sekte-sekte Yahudi lainnya? Perbedaan Sekte Nazarene dengan sekte-sekte Yahudi lainnya adalah dalam hal memandang siapa Yahshua ben Yosef. Dia bukan sekadar putra Yusuf namun juga Mesias yang dijanjikan, Putra Tuhan Yang Hidup. Mereka tetap beribadah di Sinagog dan berinteraksi dengan sekte-sekte Yahudi lainnya dalam peribadahan di Bait Suci. Selain itu, sekte Netsarim menolak tradisi lisan kaum Farisi yang kelak dinamai dengan Misnah dan Gemara atau Talmud
Tidak semua penulis sependapat, kapan keberadaan sekte Nazarene ini kehilangan pengaruh dalam sejarah. Harry R. Boer memperkirakan bahwa mereka telah kehilangan pengaruh sejak tahun 62-70 Ms[9]. DR. Michael Schiffman memastikan lenyapnya pengaruh Nazarene pada Abad IV-V Ms[10]. Sementara Robert dan Remy Koch memastikan lenyapnya pengaruh Nazarene mulai Abad XI Ms[11].
Sementara Gereja yang terdiri dari umat Yahudi lenyap dalam sejarah maka tidak dengan gereja non Yahudi yang kelak disebut dengan Kristen. Gereja non Yahudi berkembang baik di Timur (Yunani, Asia Kecil, Timur Tengah) dan Barat (Eropa). Namun pada tahun 1054 Ms terjadi skisma (perpecahan besar) dalam tubuh gereja non Yahudi baik di Barat dan di Timur. Penyebab perpecahan adalah berkaitan soal pengaruh kekuasaan gereja Roma dan soal doktrin tentang Roh Kudus. Gereja di Timur menamakan dirinya Orthodox dengan bahasa Yunani dan juga bahasa Aram/Syria dan Gereja Barat menamakan dirinya Katholik dengan bahasa Latin.
Untuk memudahkan memetakan dan melihat secara singkat perkembangan dan perpecahan dalam tubuh gereja Kristen, kita dapat menyimak bagan di bawah ini. Bagan di bawah ini dikutip dari buku Fr. Marc Dunaway[12]. Sekalipun dalam bagan tertulis “Gereja Orthodox tetap satu gereja yang utuh...” toch fakta sejarah memperlihatkan bahwa Orthodox pernah diguncang oleh perpecahan sehingga muncul aliran-aliran Nestorianisme, Cyrilianisme, Yakobit dll.
Dan Gereja Katolik Roma pada akhirnya harus mengalami guncangan besar saat Luther menyerukan Reformasi pada tahun 1517 Ms. Gerakan Reformasi Luther kelak menjadikan Protestanisme sebagai corak Kekristenan Reformasi yang melepaskan diri dari kekuatan Roma Katolik.
Namun sebagaimana dijelaskan sebelumnya dalam tulisan ini bahwa Kekristenan Reformasi atau Protestanisme tidak dapat menahan dirinya dari berpuluh bahkan beribu kali perpecahan sehingga muncullah berbagai denominasi Kristen seperti Baptis, Methodis, Advent, Presbiterian, Anglikan, Pentakosta, Kharismatik.
Dari pemetaan sejarah perkembangan dan perpecahan gereja di atas, lalu dimanakah kedudukan Judeochristianity yang saat ini menjadi visi gereja dan organisasi yang dinamakan Indonesian Judeochristianity Institute?
Sebelum menjawab hal tersebut kita perlu memahami ada dua gerakan (movement) yang saat ini berkembang di dunia yang berasal dari denominasi Protestan yaitu Sacred Name Movement dan dari lingkungan Yahudi dan Yudaisme yaitu Messianic Judaism.
Sacred Name Movement, merupakan suatu pergerakan dikalangan Eropa dan Amerika yang memfokuskan pada pemulihan nama YHWH (Yahweh) dalam terjemahan Kitab Suci. Organisasi Yahweh New Covenant Assemblies (YNCA) sebagai salah satu komunitas penggerak pemulihan nama Yahweh, dalam salah satu artikelnya, menjelaskan sbb: “Gerakan Pemulihan Nama Kudus, dimulai pada tahun 1930-an dikalangan anggota Church of G-d 7th Day, {Gereja Tuhan Hari Ketujuh} yang merenungkan pernyataan dalam Amsal 30:4, “Siapakah yang naik ke sorga lalu turun? Siapakah yang telah mengumpulkan angin dalam genggamnya? Siapakah yang telah membungkus air dengan kain? Siapakah yang telah menetapkan segala ujung bumi? Siapa namanya dan siapa nama anaknya? Engkau tentu tahu!” Church of G-d 7th Day, {Gereja Tuhan Hari Ketujuh} adalah orang-orang yang memelihara dengan setia ibadat Sabat, yang bermula dari gerakan Millerite di tahun 1844, sebagaimana yang juga dilakukan oleh 7th Day Adventists {Adven Hari Ketujuh}. Pada waktu itu, hanya sedikit orang yang membicarakan mengenai kembalinya Sang Mesias. Pemahaman umum pada waktu hanya menjelaskan, bahwa jika seseorang meninggal, mereka akan masuk Sorga atau Neraka, atau pada umumnya di Gereja Katholik, masuk api penyucian. Mereka yang dikenal sebagai kaum Millerites, berasal dari berbagai denominasi termasuk 7th Day Adventists {Adven Hari Ketujuh}. Kebanyakan gereja sepakat mengajarkan bahwa nama Putra-Nya adalah Yesus. Namun siapakah nama Bapa-Nya? Bukankah Sang Putra telah mengatakan bahwa diri-Nya datang atas nama Bapa-Nya? Dan apakah mungkin nama-Nya tetap sama atau sangat sama?” [13]
Pergerakan Messianic Judaism modern di awali oleh munculnya organisasi The Hebrew Christian Alliance of Great Britain, yang didirikan pada tahun 1866. Kemudian pada tahun 1915 didirikanlah The American Hebrew Christian Alliance. Dilanjutkan pada tahun 1925 didirikanlah the International Hebrew Christian Alliance. Penggerak awal dari Mesianik Yudaisme adalah Joseph Rabinowitz[14].
A.E. Thomson dalam bukunya, A Century of Jewish Missions, pada tahun 1902 melaporkan berbagai komunitas Mesianik Yudaisme dengan istilah Hebrew Christian di Eropa, Inggris, Eropa. Thomson melaporkan mengenai aktivitas The Hebrew Christian Assembly yang terbentuk pada tahun 1898. Kemudian Abraham Levi pada tahun 1894 mendirikan komunitas Mesianik[15]. Dalam deskripsi Schiffman, dilaporkan bahwa berturut-turut tumbuh komunitas Mesianik Yudaisme diberbagai tempat[16] al. Pada tahun 1905 didirikanlah komunitas Hebrew Christians di Baltimore, Maryland di bawah bantuan Gereja Presbyterian. Komunitas ini kelak berganti nama menjadi Emmanuel Messianic Conggregation.
Pada tahun 1930, berdiri sebuah komunitas Mesianik di Chicago dan telah berganti nama menjadi Adat Hatikvah. Kemudian tahun 1940-an dan 1950-an, seorang bernama Lawrence Duff-Forbes membuka Messianic Conggregation di Los Angeles. Mereka beribadat pada hari sabat, merayakan tujuh hari raya dengan liturgi Yahudi. Pada tahun 1950-an denominasi Presbyterian mengembangkan komunitas Mesianik keempat di Los Anggeles, setelah sebelumnya yaitu Adat HaTikvah di Chicago, Emmanuel Messianic Conggregation di Baltimore dan Beth Messiah di Philadhelphia. Namun komunitas di Los Anggeles ini tidak bertahan lama. Terjadi perkembangan luar biasa pada tahun 1970.
Shiffman mensinyalir ada sekitar seratus lima puluh jemaat Mesianik diseluruh dunia[17] dan ada tiga organisasi penting yang berkaitan bersama, yaitu: the Union of Messianic Jewish Congregations (UMJC), the Fellowship of Messianic Congregations (FMC), the International Alliance of Messianic Congregations and Synagogues (IAMCS). Meskipun ada beberapa perbedaan antara Hebrew Christians dan Messianic Jewish, namun menurut Sciffman itu hanya dalam halrespect of affiliation (kebergabungan)[18]. Jika Hebrew Christians bergabung dibawah gereja-gereja Protestan atau Presbyterian, maka Mesianik Yudaisme terlepas dari ketergantungannya terhadap gereja Protestan atau Presbyterian, dan mereka tetap memelihara gaya hidup sebagai orang Yahudi.
Tiba saatnya sekarang menjawab dimana letak Judeochristianity dalam panggung sejarah gereja. Dengan istilahJudeochristianity atau Yudeo Kristen saya maksudkan sebagai bentuk respon dan refleksi kritis atas kehadiran Messianic Judaism yaitu gerakan diantara orang Yahudi dan Yudaisme yang telah menerima Yesus (dengan sebutan Yeshua atau Yahshua atau Yehoshua serta Yahushua) sebagai Mesias Ibrani dan tetap mempertahankan budaya Ibrani[19].
Karena Messianic Judaism adalah sebuah gerakan yang tumbuh dilingkungan Yudaisme dan Yahudi, maka saya merasa bahwa saya tidak harus menyebutkan diri saya dengan sebutan Messianic Judaism sekalipun saya banyak mengadopsi dan belajar pokok-pokok pikiran dalam teologi Messianic Judaism. Saya bukan berasal dari Yudaisme dan bukan pula seorang Yahudi. Saya seorang Kristen. Saya membuat jembatan peristilahan untuk mengekspresikan sebuah keyakinan dan kajian teologi serta devosi (ibadah) yang berakar dari warisan budaya Semitik Yudaik dengan sebutanJudeochristianity atau Yudeo Kristian. Dalam beberapa tulisan terkadang saya menggunakan istilah Kristen Semitik atauKristen Rekonstruksi.[20]
Sebagaimana telah saya katakan dalam artikel Akar Itu Yang Menopang Kamu sbb, “Meskipun kembali ke akar iman bukan bermakna “menjadi Yahudi” dan sejenisnya, namun pemahaman tentang “Keyahudian” atau “Keisraelan” dan berbagai ekspresi ibadah, pengajaran serta tradisi-tradisi mereka, perlu dipelajari dalam terang kehadiran Yesus Sang Mesias. Hasil pemahaman mengenai “kembali ke akar Ibrani”, perlu diaktualisasikan dalam berbagai bidang penghayatan Kristiani. Berikut beberapa bentuk aktualisasi pemahaman kembali ke akar Ibrani dalam kehidupan iman Kristiani: Dalam Ibadah (Avodah), dalam Teologi (Elohut), dalam Etika (Halakah)”.[21] Dengan kata lain, visi Back to Hebraic Root atau Kembali ke Akar Ibrani yang diusung oleh Messianic Judaism saya respon dengan mendefinisikan diri sebagai Judeochristianity atau Yudeo Kristen sebagai bentuk refleksi teologis atas pengajaranMessianic Judaism dalam Teologi dan Devosi serta Etika.
Istilah Yudeo Kristen juga saya pergunakan untuk merespon kehadiran Gereja Ortodok Timur yang juga mengekspresikan budaya Semitik dan peribadatan dengan mempergunakan bahasa Aramaik serta Arab. Baik Messianic Judaism maupun Gereja Ortodox Timur memang membawa misi untuk mengingatkan Kekristenan mengenai akar tradisi iman dan budaya mereka yaitu dari Timur khususnya budaya Semitik Yudaik[22].
Judeochristianity khususnya organisasi Indonesian Judeochristianity Institute merupakan sebuah gerakan lokal dalam Kekristenan di Indonesia untuk merespon kehadiran dan pengajaran Messianic Judaism dan Gereja Orthodox yang menekankan budaya Semitik Yudaik dan ekspresi-ekspresi ibadah Timur darimana Kekristenan berawal.
Jika disimpulkan keseluruhan artikel ini, maka kedudukan komunitas Judeochristianity merupakan bagian dari gereja-gereja Reformasi Protestan yang memiliki concern dan fokus untuk mengkaji latar belakang budaya Semitik Yudaik untuk memahami Kitab Suci dan memulihkan devosi Kristen yang sejak awal tidak terlepas dari Yudaisme Abad I Ms.
Istilah Judeochristianity dipergunakan untuk membedakan dengan sejumlah aliran dan mazhab Kristen lainnya lainnya seperti Baptis, Methodis, Advent, Presbiterian, Anglikan, Pentakosta, Kharismatik.
Kiranya ulasan singkat ini dapat memberikan pemahaman yang jelas mengenai kedudukan Judeochristianity dalam perkembangan sejarah gereja Kristen khususnya di Indonesia.
End Notes:
[1] Apakah Gereja Orthodox itu? Suatu Gambaran Singkat Tentang Iman Orthodox, Jakarta: Satya Widya Graha 2001, hal 3-4
[2] Agama-Agama Dunia, Yogyakarta: Kanisius 2006, hal 86-87
[3] Berbagai Aliran di Dalam dan di Sekitar Gereja, Jakarta: BPK Gunung Mulia 2003, hal 1
[4] Return of the Remnant: the Rebirth of Messianic Judaism, Baltimore, Maryland: Lederer Messianic Publishers, 1996,, p.11
[5] Ibid., p. 15
[6] Ante Nicean Fathers, Eerdman, Vol I, Against Haeresies, I,26.2
[7] Ecclesiastical History, Book II, Chap XXIII
[8] Panarion 29
[9] A Short History of the Early Church, Grand Rapids Michigan : William B. Eerdmans Publishing Company, 1986, p. 20-21
[10] Loc.Cit., Return of the Remnant, p.15
[11] Robert & Remy Koch, Christianity: New Religion or Sect of Biblical Judaism?, Palm Beach Gardens, Florida: A Messengger Media Publication p.138
[12] Op.Cit.,Apakah Gereja Orthodox itu? Suatu Gambaran Singkat Tentang Iman Orthodox, hal 38
[13] Sacred Name Movement History
www.ynca.com
[14] The Rev. Eric S. Gabe, The Hebrew Christian Movement in Kishineff, International Messianic Jewish (Hebrew Christian) Alliance, No 3, Vol LX, p.87
[15] Op.Cit., Return of the Remnant, p. 29-30
[16] Ibid., p. 31-33
[17] Ibid., p. 33
[18] Ibid., p.34
[19] Teguh Hindarto, Pokok-Pokok Pemikiran Mengenai Judeochristianity, Indonesian Judeochristianity Institute, Kebumen 2012, hal 25
[20] Ibid.,
[21] Teguh Hindarto, Akar Itu Yang Menopang Kamu
http://teguhhindarto.blogspot.com/2012/01/akar-itu-yang-menopang-kamu.html
[22] Ibid., hal 26-27
0 komentar:
Posting Komentar