RSS Feed

KEMISKINAN DAN PEMBEBASAN

Posted by Teguh Hindarto




MEMAKNAI TERPILIHNYA KARDINAL JORGE MARIO BERGOGLIO 
SEBAGAI PAUS KE 266

Tanggal 13-3-13 umat Katolik sedunia bersorak gembira saat melihat kepulan asap putih keluar dari Kapel Sistine, Vatikan sebagai penanda bahwa konklaf telah berakhir dan menetapkan terpilihnya Paus yang baru.

Nama Kardinal Jorge Mario Bergoglio muncul ke hadapan publik Katolik.  Sebelum ditetapkan sebagai Paus, beliau bertugas sebagai Uskup Agung di Buenos Aires, Argentina.

Ada yang menarik dan fenomenal dari Paus baru ke 266 sebagai penerus Tahta Vatikan. Pertama, beliau adalah Paus non Eropa (Argentina, Amerika Latin) pertama dan Paus pertama dari Ordo Jesuit serta Paus yang pertama menggunakan nama Fransiskus. Kedua, beliau membuat tradisi baru saat beliau berdiri di hadapan 150.000 umat Katolik yang memadati Vatikan paska keterpilihannya, yaitu meminta doa kepada umat agar mendoakan dirinya supaya diberi kemampuan menjadi Paus yang baru. Kebiasaan Paus sebelumnya adalah membuat tanda salib dan memberkati umat (Paus Pencetak Sejarah, Suara Merdeka, 15 Maret 2013, hal 1).


Berbagai laporan mendeskrispsikan sikap dan karakter Jorge Mario Bergoglio al., tidak menggunakan kendaraan limusin kepausan sesaat setelah terpilih dan tidak duduk di kursi kepausan saat menerima ucapan selamat dari para kardinal.

Tindakan ini tentu saja bukan tindakan rendah hati dhadhakan dan karbitan dikarenakan status baru yang disandangnya sebagai Paus ke 266. Karakter dan tindakan rendah hati beliau tentu saja merupakan sebuah rangkaian dari aktivitas sebelumnya dimana dia selama ini menjabat sebagai Uskup Agung di Buenos Aires. Sejak terpilih sebagai Uskup Agung di Argentina tahun 2001 beliau lebih senang tinggal bukan di rumah khusus Kardinal melainkan apartemen sederhana Archdiocese. Bepergian kemanapun menggunakan kereta api bawah tanah serta pergi ke Roma menggunakan pesawat kelas ekonomi (Tinggalkan Limusin, Pilih Naik Bus Kota, Suara Merdeka, 15 Maret 2013, hal 1).

Gelar Fransiskus yang dipilihnya dan disandangnya kelak merefleksikan siapa dirinya. Fransiscus Asisi (1181-1226) adalah biarawan asal Italia yang hidup pada Abad Pertengahan dan terlahir dari keluarga pedagang tekstil kaya raya. Asisi meninggalkan semua status yang disandangnya tersebut dan memilih menjadi biarawan yang berjalan dengan bertelanjang kaki, berbincang dengan pengidap kusta, bergaul dengan orang miskin dan pelaku kriminal sekalipun. Bukan hanya kepedulian terhadap mereka yang miskin, Paus Fransiskus juga menentang keras ketidak adilan sosial di Argentina serta menentang pernikahan sesama jenis.

Harian Kompas menuliskan, “Paus Fransiskus fanatik dengan cara hidup Asisi. ‘Yesus mengajarkan kita cara hidup yang lain. Pergilah! Pergilah, sebarkanlah kabar gembira. Pergilah dan berinteraksilah dengan para saudara...Jadilah pribadi dengan raga dan semangat yang menyatu’, katanya di hadapan para pastor Argentina, tahun lalu” (Berbaur Dengan Warga Biasa di Bus, Kompas, 15 Maret 2013, hal 16). Presiden Argentina Christina Fernandez saat memberikan ucapan selamat memberikan pernyataan senada, “Dengan memilih gelar Fransiskus, seperti nama St Fransiskus dari Asisi, dia memilih untuk kaum miskin, sehingga manusia mungkin bersatu dalam kesetaraan” (Rakyat Argentina Menangis Bahagia, Suara Merdeka, 15 Maret 2013, hal 8).

Keterpilihan Paus memberikan sejumlah apresiasi dan harapan bahwa Gereja kembali kepada asas dasar dan fungsinya untuk hadir bagi dunia khususnya mereka yang miskin dan papa serta tersingkir dari masyarakat serta menegakkan keadilan sosial, sebagaimana diungkapkan Jorge Andres Lobato, pensiunan jaksa berusia 73 tahun sbb, “Saya berharap dia mengubah semua kemewahan yang ada di Vatikan, membawa gereja ke arah yang lebih rendah hati” (Rakyat Argentina Menangis Bahagia,Ibid.,)

Orang Miskin dan Makna Kehadiran Mesianis Yesus

Profil dan tindakan Paus Fransiskus tentu saja berakar pada pelayanan Yesus Sang Mesias sebagai fundasi Gereja. Yesus telah memberikan teladan untuk siapa dia datang dan untuk apa dia datang. Saat Yesus berada di Sinagog dan beribadah Sabat dan tiba saatnya beliau mendapatkan kehormatan untuk membaca gulungan Kitab, beliau membacakan Yesaya 61:1-2 sebagaimana dilaporkan Injil Lukas sbb, “Roh YHWH ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat YHWH telah datang” (Luk 4:18-19).


Frasa “mengurapi” (Ibr: ‘mashakh”, Yun: “echrismen”) dihubungkan dengan pelaksanaan tugas sebagai Mesias baik pelayanan kepada orang miskin, penyembuhan, pelayanan mukzizat, menegakkan keadilan sosial.

Kita akan menyoroti dan mempertajam frasa “menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin” (Ibr: “lebasyer anawim”, Yun: “euanggelisasthai ptochoi”). Pelayanan mukzizat, kesembuhan dan fenomena supranatural yang akhir-akhir ini didemontrasikan oleh penginjil televisi adalah bagian dari pelayanan Mesias namun bukan satu-satunya pelayanan Mesias. Pelayanan mukzizat dan kesembuhan tidak boleh dilepaskan dengan pelayanan yang terkait bahkan diurutkan pertama yaitu pemberitaan Kabar Baik kepada orang-orang miskin. Pelayanan yang holistik dan terpadu adalah pelayanan yang menekankan secara berimbang kesemua aspek-aspek tersebut.

Bagaimana kemiskinan dipandang dari sudut iman Kristiani yang berlandaskan Kitab TaNaKh (Torah, Neviim, Ketuvim) dan Kitab Perjanjian Baru?

Kemiskinan bisa terjadi karena banyak faktor al., kelambanan alias tidak cekatan (Ams 10:4), kemalasan (Ams 20:13), kebiasaan peminum (Ams 23:21), penindasan (Am 4:1), kebijakan penguasa, persaingan bisnis, mismanajemen, kutuk nenek moyang, korban peperangan dll. Adalah keliru jika ada gereja yang mengajarkan bahwa kemiskinan hampir selalu disebabkan oleh satu-satunya faktor spiritual yaitu kutukan.

Torah tidak mengajarkan kita untuk memperdebatkan faktor penyebab kemiskinan melainkan bagaimana kita memperlakukan orang yang jatuh miskin dan orang yang mewarisi kemiskinan dari keluarganya.

Torah mengajarkan agar kita membantu dengan kemampuan kita jika ada saudara kita yang jatuh miskin karena berbagai penyebab (Im 25:25, 35). Torah mengajarkan agar kita membagi harta kita dan membantu mereka yang benar-benar miskin dengan meminjaminya jika mereka membutuhkan (Ul 15:6-11). Torah mengajarkan agar orang yang memiliki harta berlebih jangan meminjamkan uang kepada orang miskin dengan mengambil bunga (Kel 22:25). Torah mengajarkan agar jangan meminjamkan dengan mengambil gadaian terhadap orang miskin (Ul 24:10-13).

Orang-orang miskin memiliki hak untuk mendapatkan apa yang mereka perlukan seperti sandang, pangan, papan yang tidak bisa mereka peroleh dengan kemiskinan mereka (Kel 23:10-11, Im 19:9-10).

Komunisme tidak akan lahir jika orang Kristen memberlakukan ketentuan dan perintah Torah terkait orang-orang miskin. Seandainya Karl Marx membaca perintah Torah tersebut, maka dia tidak perlu membuat teori Pertentangan Kelas antara Borjuis dan Proletar dan tidak perlu membuat teori Revolusi Sosial mendirikan pemerintahan Doktator Proletariat setelah merebutnya dari kaum Borjuis. Torah tidak membenturkan antara kaya dan miskin. Torah memerintahkan keseimbangan dan kesadaran orang-orang kaya untuk menolong orang-orang miskin dan memberikan apa yang menjadi hak mereka.

Pelayanan Yesus tidak pernah bertentangan dengan Torah. Yesus selaras dengan Torah karena Yesus pernah bersabda, "Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan Torah atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari Torah, sebelum semuanya terjadi. Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah Torah sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah Torah, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga” (Mat 5:17-19). Pelayanan Yesus yang ditujukan kepada mereka yang miskin, papa, berkekurangan, terpinggirkan, terampas hak-haknya.

Bagaimana dengan rasul-rasul Yesus Sang Mesias? Merekapun meneladan dan meneruskan apa yang telah dikerjakan Sang Guru. Rasul Paul menuliskan, “Tetapi sekarang aku sedang dalam perjalanan ke Yerusalem untuk mengantarkan bantuan kepada orang-orang kudus. Sebab Makedonia dan Akhaya telah mengambil keputusan untuk menyumbangkan sesuatu kepada orang-orang miskin di antara orang-orang kudus di Yerusalem”(Rm 15:25-26). Dalam suratnya yang lain, Rasul Paul menuliskan, “hanya kami harus tetap mengingat orang-orang miskin dan memang itulah yang sungguh-sungguh kuusahakan melakukannya” (Gal 2:10).

Rasul Yakobus menuliskan agar jemaat Mesias menjauhkan diri dari sikap membeda-bedakan status dan kelas sosial seseorang dengan menuliskan sbb, “Saudara-saudaraku, sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus, Junjungan Agung kita yang mulia, janganlah iman itu kamu amalkan dengan memandang muka. Sebab, jika ada seorang masuk ke dalam kumpulanmu dengan memakai cincin emas dan pakaian indah dan datang juga seorang miskin ke situ dengan memakai pakaian buruk, dan kamu menghormati orang yang berpakaian indah itu dan berkata kepadanya: "Silakan tuan duduk di tempat yang baik ini!", sedang kepada orang yang miskin itu kamu berkata: "Berdirilah di sana!" atau: "Duduklah di lantai ini dekat tumpuan kakiku!", bukankah kamu telah membuat pembedaan di dalam hatimu dan bertindak sebagai hakim dengan pikiran yang jahat?” (Yak 2:1-4).

Apakah keberpihakkan dan perlakuan terhadap orang yang jatuh miskin dan orang yang mewarisi kemiskinan dari keluarganya sebagaimana diperintahkan dalam Torah, ajaran Yesus dan rasul-rasulnya merupakan bentuk pembiaran dan dukungan terhadap permanenisasi kemiskinan dan menghalangi seseorang untuk keluar dari kemiskinan? Tidak! Torah menjanjikan bagi barangsiapa yang mendengar dan melakukan sabda Tuhan akan mendapatkan ganjaran berkat termasuk berkat finansial dan kekayaan (Ul 28:1-14). Namun mereka yang telah diberkati dengan kekayaan tidak boleh melupakan perbuatan Tuhan dan diperintahkan untuk menyucikan hartanya dengan membagi terhadap mereka yang membutuhkan (Ul 15:6-11).

Gereja Modern Meneruskan Tugas Pelayanan Yesus

Gereja yang berasal dari kata Portugis Igreja yang juga berasal dari kata Yunani Ekklesia yang berakar dari kata Ibrani Qahal yang bermakna “jemaat” (Yos 8:35, Ef 5:23). Istilah-istilah tersebut tidak pernah mengindikasikan sebuah gedung atau bangunan fisik melainkan organisme yang hidup dan dinamis yaitu jika dalam konteks Teokrasi Israel pra Mesias menunjuk pada bangsa Israel dan dalam konteks paska Mesias menunjuk pada bangsa Israel dan bangsa-bangsa di luar Israel yang menerima Yesus sebagai Mesias dan Anak Tuhan yang mati dan bangkit dari kematian untuk mengalahkan kuasa dosa yaitu maut dan mengaruniakan kehidupan kekal.

Gereja yang adalah kumpulan orang yang telah menerima anugrah Tuhan berupa kehidupan kekal di dalam Yesus Putra Tuhan dan yang telah dipersekutukan melalui baptisan, harus terlibat dalam tugas dan pekerjaan yang dikerjakan Yesus selama berada di dunia sebelum kenaikannya. Lukas 4:18-19 adalah salah satu bagian dari tugas dan karya Gereja yang dapat dikerjakan secara individual dan komunal.

Dengan cara apa dan bagaimana Gereja terlibat dalam tugas dan pekerjaan Yesus sebagaimana diamarkan dalam Lukas 4:18-19? Secara individual, Gereja yang adalah anggota-anggota jemaat Kristiani dapat memulai dengan menampilkan gaya hidup yang sederhana, suka menolong, berbuat kebaikan terhadap mereka yang memerlukan, berlaku adil terhadap karyawannya jika dia seorang pimpinan perusahaan, tidak menahan upah buruh atau karyawan yang bekerja padanya, mempekerjakan orang yang tidak mampu menjadi pembantu dalam rumahnya dan memberikan upah yang layak, dll.

Secara komunal dan organisatif, program Gereja khususnya gereja-gereja yang telah memiliki kemapanan dalam pengelolaan finansial bukan hanya berkutat pada aspek ibadah belaka melainkan menempatkan program-program yang peduli terhadap pengentasan sosial jemaatnya maupun pengentasan sosial terhadap lingkungan di sekitarnya. Kemiskinan yang masih menjadi bagian dalam struktur kehidupan sosial masyarakat menuntut Gereja untuk hadir dan peduli dengan isu-isu pengentasan kemiskinan. Pengentasan kemiskinan bukan sekedar memberikan supermie dan berbagai sandang pangan untuk menutupi praktek dakwah terselubung kepada orang-orang miskin. Beberapa program yang peduli dengan lingkungan sosial dan pengentasan kemiskinan al., tsedakahtahunan kepada para janda dan anak yatim di panti-panti, pendirian koperasi untuk pemenuhan kebutuhan umat atau di luar jemaat, pelayanan kesehatan gratis dengan melibatkan tenaga medis baik dari lingkungan jemaat maupun di luar jemaat yang ditujukan untuk masyarakat kelas menengah ke bawah, dll.

Kemiskinan dan Pembebasan

Setiap karya dan pelayanan yang ditujukan terhadap orang-orang miskin, papa, terpinggirkan, baik secara individual maupun komunal, bukan sekedar memanjakan dan memperlakukan mereka sebagai orang yang tidak berbuat apa-apa secara permanen. Lebih dari itu, setiap karya dan pelayanan yang ditujukan kepada golongan-golongan yang dikategorikan miskin adalah untuk membebaskan mereka dari kemiskinan baik kemiskinan fisik maupun kemiskinan mental.

Dengan menolong dan berbagi, kita bukan menanamkan kemalasan. Sebaliknya kita memperlakukan mereka sebagai manusia yang memiliki harkat dan martabat. Oleh karenanya, tidak cukup hanya menolong dan memberikan apa yang mereka butuhkan, namun juga mentransferkan pemikiran dan ajaran Yesus Sang Mesias yang memerdekakan dan membebaskan (Yoh 8:32).

Kita bisa terlibat menanamkan kejujuran, kerja keras, ketekunan, kesungguhan, kesalehan sekalipun status sosial mereka miskin. Dan kita harus mendorong bahwa orang miskin bisa keluar dari kemiskinan jika dia mau bekerja keras dan melibatkan Tuhan untuk mengubah nasibnya.

0 komentar:

Posting Komentar