Dari aspek ontologis (hakikat), Yesus adalah Sang Firman Tuhan yang menjadi manusia sebagaimana dikatakan, “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran” (Yoh 1:14). Kemanusiaan Yesus bukan dikarenakan terjadi melalui proses penciptaan melainkan oleh kuasa Roh Kudus (Luk 1:35). Yesus dilahirkan melalui perawan Maryam namun tidak diciptakan.
Dari aspek antropologis (kemanusiaan) Yesus adalah manusia perwujudan Sang Firman Tuhan. Ada dualitas dalam Yesus (keilahian dan kemanusiaan) namun dualitas itu tidak bercampur dan tidak juga terpisah namun sedemikian rupa terjalin dalam harmoni.
Sebagai manusia, Yesus lahir dari garis keturunan Yahudi (Yehuda) sebagaimana dikatakan dalam Ibrani 7:14, “Sebab telah diketahui semua orang, bahwa Junjungan Agung kita berasal dari suku Yehuda dan mengenai suku itu Musa tidak pernah mengatakan suatu apa pun tentang imam-imam”. Yesus adalah keturunan Daud sebagaimana malaikat berkata kepada Maryam, “Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Tuhan Yang Mahatinggi. Dan YHWH Tuhan akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya” (Luk 1:32). Bahkan Yesus menyatakan kepada Yohanes dalam kemuliaan setelah kebangkitannya dari alam maut dengan mengatakan, “"Aku, Yesus, telah mengutus malaikat-Ku untuk memberi kesaksian tentang semuanya ini kepadamu bagi jemaat-jemaat. Aku adalah tunas, yaitu keturunan Daud, bintang timur yang gilang-gemilang."
Jika Yesus adalah keturunan Daud, maka orang tua Yesus (secara antropologis) adalah keturunan Daud baik Yusuf dan Maria. Keduanya adalah suku Yehuda, baik dari silsilah yang disampaikan Matius 1:1-25 maupun Lukas 3:23-38.
Matius 1:17 melaporkan mengenai silsilah Yesus Sang Mesias (secara antropologis) dalam tiga lapisan generasi dengan pola 14-14-14 sebagaimana dikatakan, “Jadi seluruhnya ada empat belas keturunan dari Abraham sampai Daud, empat belas keturunan dari Daud sampai pembuangan ke Babel, dan empat belas keturunan dari pembuangan ke Babel sampai Mesias”.
Namun susunan dengan pola 14-14-14 generasi tersebut dipertanyakan oleh para penentang iman Kristen baik dari kaum Ateis dan Sekular serta para teolog Kristen Liberal. Dan penyangkalan mereka kemudian dipungut oleh beberapa kelompok polemikus dalam Islam untuk merelativisir nilai pengilhaman Kitab Injil. Dalam berbagai sanggahan kerap muncul tudingan bahwa kenyataanya pola generasi yang tertulis adalah 14-14-13. Kita akan gambarkan pola tersebut sbb:
Susunan 1 (14) | Susunan 2 (14) | Susunan 3 (13) |
Abraham | Salomo | Sealtiel |
Ishak | Rehobeam | Zerubabel |
Yakub | Abia | Abihud |
Yehuda | Asa | Elyakim |
Perez | Yosafat | Azor |
Hezron | Yoram | Zadok |
Ram | Uzia | Akhim |
Aminadab | Yotam | Eliud |
Nahason | Ahaz | Eleazar |
Salmon | Hizkia | Matan |
Boaz | Manase | Yakub |
Obed | Amon | Yusuf (suami Maria) |
Isai | Yosia | Yesus Sang Mesias |
Daud | Yekhonya |
|
Apa yang salah dengan silsilah yang ditulis oleh Matius? Jika dihitung dihasilkan pola 14-14-13, berarti Matius keliru? Jika Matius keliru maka Kitab Suci keliru?
Bagaimana kita menjelaskan problematika silsilah di atas? Setidaknya saya akan menggunakan dua pendekatan dengan dua rujukan teks yaitu teks Injil Matius berbahasa Yunani dan teks Injil Matius berbahasa Aramaik dari Peshitta. Mengapa dipergunakan dua rujukan tersebut di atas? Sebagai pembanding untuk mendapatkan beberapa perspektif jawaban yang lebih akurat.
Sebagaimana kita tahu bahwa setidaknya para peneliti Kitab Perjanjian Baru terbagi dalam tiga kelompok yaitu Greek Primacist yang meyakini bahwa Kitab Perjanjian Baru (Injil dan tulisan rasuli) ditulis dalam bahasa sumber Yunani. Kelompok Aramaic Primacist meyakini bahwa Kitab Perjanjian Baru (ditulis dalam bahasa sumber Aramaik. Kelompok Hebrew Primacist meyakini bahwa Kitab Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Ibrani. Diskusi mengenai keyakinan masing-masing kelompok beserta dalil-dalil pembuktiannya dapat dibaca dalam beberapa artikel saya dengan judul, “Keberadaan Peshitta Aramaik Sebagai Sumber Terjemahan Kitab Perjanjian Baru Yunani” dan “Biografi Yesus dalam Bahasa Ibrani Sebagai Sumber Terjemahan Kitab Perjanjian Baru Yunani”
Penjelasan Pertama (Berdasarkan Naskah Yunani)
Letak persoalan sebenarnya bukan ada atau tidak adanya nama yang melengkapi pola generasi dengan susunan 14-14-14. Yang terjadi adalah kesalahan dalam menempatkan susunan nama orang. Kita akan letakkan nama orang berdasarkan urutan sbb:
Susunan 1 (14) | Susunan 2 (14) | Susunan 3 (14) |
Abraham | Salomo | Sealtiel |
Ishak | Rehobeam | Zerubabel |
Yakub | Abia | Abihud |
Yehuda | Asa | Elyakim |
Perez | Yosafat | Azor |
Hezron | Yoram | Zadok |
Ram | Uzia | Akhim |
Aminadab | Yotam | Eliud |
Nahason | Ahaz | Eleazar |
Salmon | Hizkia | Matan |
Boaz | Manase | Yakub |
Obed | Amon | Yusuf |
Isai | Yosia | Maria |
Daud | Yekhonya | Yesus Sang Mesias |
Mengapa memasukkan Maria dalam silsilah sementara semua daftar silsilah hanya mencantumkan nama laki-laki? Karena Matius 1:16 menuliskan dengan frasa Yunani Iooseph ton andra Marias (Yusuf suami Maria) maka Maria selayaknya diperhitungkan masuk dalam hitungan karena Maria melahirkan Yesus bukan dari hasil hubungan biologis
Penjelasan Kedua (Berdasarkan Peshitta Aramaik)
Susunan berikut hampir sama dengan susunan penjelasan pertama. Namun yang mebedakan adalah sumber rujukan teks dan penafsiran atas frasa dalam bahasa Aramaik, ܠܝܰܘܣܶܦ݂ ܓ݁ܰܒ݂ܪܳܗ ܕ݁ܡܰܪܝܰܡ (Yosef gabrah d’Maryam, Mat 1:16).
Susunan 1 (14) | Susunan 2 (14) | Susunan 3 (14) |
Abraham | Salomo | Sealtiel |
Ishak | Rehobeam | Zerubabel |
Yakub | Abia | Abihud |
Yehuda | Asa | Elyakim |
Perez | Yosafat | Azor |
Hezron | Yoram | Zadok |
Ram | Uzia | Akhim |
Aminadab | Yotam | Eliud |
Nahason | Ahaz | Eleazar |
Salmon | Hizkia | Matan |
Boaz | Manase | Yakub |
Obed | Amon | Yusuf (ayah Maria) |
Isai | Yosia | Maria |
Daud | Yekhonya | Yesus Sang Mesias |
Paul Younan dalam artikelnya berjudul, “The Aramaic Solution to Jesus’s Conlicting Genealogies” mengatakan bahwa frasa Yosef gabrah d’Maryam (Mat 1:16) seharusnya diterjemahkan “Yusuf ayah Maria”. Menurut penyelidikan Younan kata gabrah adalah bentuk posesif dari kata ܠܓ݂ܰܒ݂ܪܳܐ (gabra). Kata gabra menurut A Compendious Syriac Dictionary karya J. Payne Smith mengandung arti, “laki-laki”, “suami”, “orang dewasa” . Semua arti tersebut tergantung konteks kalimatnya.
Younan berpendapat, sekalipun kamus di atas tidak mencantumkan kata gabra bermakna ayah, namun Younan mengelompokkan dimana saja muncul kata gabra diterjemahkan dalam 3 opsi (manusia, suami, ayah) sbb:
Gabra – Manusia/Orang
"Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu” (Mat 7:24)
“Setelah Yesus pergi dari situ, Ia melihat seorang yang bernama Matius duduk di rumah cukai, lalu Ia berkata kepadanya: "Ikutlah Aku." Maka berdirilah Matius lalu mengikut Dia” (Mat 9:9)
Gabra – Suami
“Maka datanglah orang-orang Farisi, dan untuk mencobai Yesus mereka bertanya kepada-Nya: "Apakah seorang suami diperbolehkan menceraikan isterinya?” (Mrk 10:2)
“Karena suami adalah kepala isteri sama seperti Mesias adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh” (Ef 5:23)
Gabra - Ayah
“Adakah seorang (ayah) dari padamu yang memberi batu kepada anaknya, jika ia meminta roti” (Mat 7:9)
"Tetapi apakah pendapatmu tentang ini: Seorang (ayah) mempunyai dua anak laki-laki. Ia pergi kepada anak yang sulung dan berkata: Anakku, pergi dan bekerjalah hari ini dalam kebun anggur” (Mat 21:28)
Younan memberikan kesimpulan atas frasa Yosef gabrah d’Maryam demikian, “Depending on context, it has been shown that (gabra) can mean ‘man, husband or father’. The usage in verse 16 would demand that we translate (gabra) as ‘father’ rather than ‘husband’, since the context is a genealogy. Verse 18 & 19, however, would demand that we assosiate that Joseph with her ‘husband’ since the context is that of marriage” (Berdasarkan konteksnya kata ܠܓ݂ܰܒ݂ܪܳܐ (gabra) dapat bermakna ‘seseorang, suami, atau ayah. Penggunaan dalam ayat 16 menuntut kita untuk menerjemahkan ܠܓ݂ܰܒ݂ܪܳܐ (gabra) dengan ‘ayah’ tinimbang ‘suami’, karena konteksnya adalah silsilah, Sementara ayat 18 dan 19 menuntut kita menghubungkan Yusuf bersama suaminya karena berdasarkan konteksnya berbicara perihal pernikahan).