INTRODUKSI
Rasul Paul adalah tokoh rasul yang kontroversial dan hampir sebagian besar surat-suratnya menjadi fundasi bagi ajaran Gereja Kristen paska kebangkitan Yesus dari kewafatan. DR. C. Groenen OFM mengatakan, “Dari semua tokoh yang tampil dalam Perjanjian Baru dan berperan pada umat Kristen semula Pauluslah yang terbaik kita kenal (menurut ukuran ilmu sejarah). Tokoh itu sebenarnya dikenal dengan lebih baik daripada Yesus sendiri. Selebihnya dalam sejarah Kekristenan selanjutnya Pauluslah yang paling berpengaruh disamping Yesus, paling tidak pada Kekristenan barat sesudah reformasi. Dan baik pengetahuan kita tentang Paulus maupun pengaruhnya berasal dari surat-suratnya yang disimpan oleh umat Kristen sampai dengan hari ini”[1]. Sekalipun saya tidak sepenuhnya dapat menerima pendapat Groenen, namun dari aspek pengaruh dan peletak fundasi teologi Kristen, nampak peran besar rasul Paul melalui sejumlah surat yang disebarluaskan untuk membangun keimanan jemaat Mesias sehingga akhirnya masuk dalam daftar kanon Kitab Perjanjian Baru.
Kita akan melihat sejumlah latar belakang yang berpengaruh dalam seluruh tulisannya, khususnya latar belakang kebangsaan dan pendidikannnya.
Kebangsaan Rasul Paul
Bahwa Paul adalah seorang Yahudi, sungguh amat jelas. Dia menunjuk bahwa dirinya sebagai “orang Ibrani dari orang-orang Ibrani” (Fil 3:5 dalam naskah Greek New Testament ditulis Ebraios ek Ebraioun dan dalam naskah Peshitta Aramaik ditulis, Ebraiya bar Ebraiya dan dalam Hebrew New Testament ditulis, Ivri ben Ivri. Lembaga Alkitab Indonesia menerjemahkan dengan Ibrani asli) Sebuah frase yang telah dipahami dalam banyak cara. Beberapa orang menduga bahwa Paul menekankan garis darah asli, yang bermakna bahwa baik ibunya dan ayahnya memiliki garis keturunan yang dapat dilacak. Yang lain mengidentifikasikan Paul sebagai seseorang yang menampakkan semangat terhadap Torah.
Apakah sesungguhnya yang dimaksud oleh Paul, ketika dia menyebut dirinya sebagai “orang Ibrani dari orang-orang Ibrani?” marilah kita melihat lebih dekat mengenai susunan data diri singkat Paul dalam Filipi 3:5, untuk melihat petunjuk yang memungkinkan membuka pemahaman tentangnya. Pertama-tama kita melihat bahwa frase “orang Ibrani dari orang-orang Ibrani”, merupakan kata terakhir dalam daftar dari empat kata yang berkaitan sbb: “Disunat pada hari kedelapan, dari bangsa Yishrael, suku Benyamin, orang Ibrani dari orang-orang Ibrani”
J.B. Lightfoot mencatat secara menarik, bahwa daftar tersebut merupakan susunan mendaki[2]. Dengan mengatakan, “orang Ibrani dari orang-orang Ibrani”, pada bagian akhir, berfungsi sebagai kesimpulan yang menarik perhatian kepada susunan daftar secara keseluruhan. Komponen yang satu dengan yang lain dihubungkan kepada komponen yang terdahulu. Fakta bahwa telah disunatkan pada hari kedelapan, menunjukkan bahwa orang tuanya adalah orang yang mentaati perintah Torah, namun tidak menutup kemungkinan bahwa mereka adalah seorang yang mengikut agama Yudaisme, semenjak kaum proselit (orang non Yahudi yang mengikut agama Yudaisme) juga menyunatkan anak-anak mereka. Kemudian Paul menambahkan, “dari Bangsa Yishrael”, yang mana dia hendak menegaskan garis keturunan dari orang tua asli, bukan seorang proselit. Meskipun dari kaum Yishrael, dapat saja mereka berasal dari suku yang tidak taat, sehingga Paul menyatakan diri sebagai, “dari suku Benyamin”. Meskipun mereka yang garis keturunannya tidak tertuduh dan diterima dari suku yang ternama, namun terkadang tergoda oleh pengaruh Helenis (cat. penerjemah: faham Yunanisasi disegala bidang, baik kebudayaan, kehidupan sosial, politik dan keagamaan) di lingkungan tempat tinggal mereka, kemudian meniru baik bahasa maupun kebiasaan dari kebudayaan orang-orang Yunani Romawi. Dengan Paul menjelaskan sebagai “orang Ibrani dari orang-orang Ibrani”, dia menunjukkan bahwa dia berasal dari keluarga yang mempertahankan bahasa dan kebudayaan Ibrani, salah seorang yang tidak menerima pengaruh Helenis pada saat itu[3].
Dengan demikian, patut diduga bahwa frasa “orang Ibrani dari orang-orang Ibrani”, digunakan oleh Paul untuk mengidentifikasikan dirinya dan keluarganya sebagai seorang yang bergaya hidup Yahudi dengan taat, seseorang yang tetap mempertahankan bahasa Ibrani atau Aramaik sebagai bahasa ibu, dimana Torah memainkan peranan penting dalam iman dan kehidupan secara umum[4].
Pendidikan Rasul Paul
Di dalam Kisah Rasul 22:3 ditegaskan bahwa rasul Paul, “dibesarkan di kota ini”, yaitu di Yerusalem dan “telah dididik di bawah kaki Gamaliel”. Kalimat ini menunjukkan ekspresi umum di Israel kuno bagi para murid “yang duduk di bawah kaki” Sang Guru, sebuah frase yang menggambarkan baik pelajaran yang diterima secara realita badani namun juga berhubungan dengan sikap hormat terhadap guru yang mengajar. Kita baca dalam misnah Avot 1:4 sbb: “Yose ben Yoezer berkata: Biarlah rumahmu menjadi rumah pertemuan bagi kaum bijaksana dan merendahkan dirinya untuk ditutupi oleh debu kakinya dan minum dalam kata-kata dengan rasa haus”
Gambaran ditutupi oleh debu kaki kaum bijaksana, menggambarkan seseorang yang duduk di lantai sementara mereka yang mengajar, duduk di kursi. Ketika Paul menunjukan bahwa dia “telah dididik di bawah kaki Gamaliel”, dia sedang mempergunakan istilah umum bagi hubungan di antara pengajar dan pelajar di dalam komunitas Yahudi pada Abad I Ms[5].
Apa yang menjadi makna sesungguhnya, ketika Paul menyatakan dirinya telah “dibesarkan di kota ini”, yaitu Yerusalem? Kata kerja yang diterjemahkan dengan “dibesarkan” (ανατεθραμμενος, anatrepomenos), dapat bermakna “pertumbuhan” baik secara fisik maupun kerohanian. Dalam Injil, kata-kata tersebut menggambarkan anak yang sedang tumbuh52 dan kata itu nampaknya masuk akal dipergunakan dalam menerangkan proses kedewasaan Paul. Demikianlah menurut perkataan Paul, bahwa dirinya tidak bertumbuh dewasa di Tarsus, meskipun kota ini adalah tempat kelahirannya. Sebaliknya, dia bertumbuh dewasa di Yerusalem, dididik oleh Gamaliel yang terkemuka.
Berapa lama kita perkirakan ketika Paul memutuskan tinggal di Yerusalem? Berdasarkan Misnah Avot 5:21, pembacaan Kitab Suci dimulai pada usia lima tahun, sementara pada usia sepuluh tahun dipersiapkan untuk mempelajari Torah Lisan (Misnah)[6].
James L. Crenshaw, dalam buku Education in Ancient Israel mengatakan bahwa pendidikan Paul sebagai anak muda dimulai dengan pelajaran alef-bet dalam bahasa Ibrani, menggunakan Torah sebagai yang utama, baik untuk huruf maupun membaca. Dia juga nampaknya telah diawali dengan Shema dan kemudian berkembang untuk memahami liturgi, yaitu doa-doa yang kemudian dikenal dengan sebutan Shemonei Esrei (Delapan Belas Berkat), bersama pula dengan berkat-berkat yang diucapkan saat makan[7]
Dia akan menghafal doa-doa ini sebagaimana bagian-bagian lain dari Torah, belajar membaca dan menuliskan huruf Ibrani dan Aramaik. Jika dia belajar di ruang kelas, maka patut diduga tidak akan lebih dari 25 siswa. Entahkah di ruangan kelas atau pada kaki pengajarnya, Sha’ul muda telah mempelajari keahlian dasar yang diperlukan untuk membaca dan mempelajari Torah dan mengikuti jenjang pendidikan berikutnya, yaitu Torah Lisan. Torah Lisan, sebelum ditetapkan sebagai Misnah, termasuk dunianya para kaum bijaksana. Untuk mempelajari Torah Lisan, diperlukan seorang pembimbing, seseorang yang dipercaya sebagai Khakam “orang bijak” atau kaum bijaksana dan kita mengetahui bahwa bagi Paul, orang tersebut adalah Gamaliel.[8]
Nama Gamaliel telah dikenal dengan baik dalam sejarah kaum bijaksana Yahudi. Kakeknya bernama Hillel, adalah pemimpin Sanhendrin bersama saingannya yaitu Shammai. Hillel dan Shamai merupakan Zugot atau ‘pasangan” yang melengkapi kepemimpinan ganda yang diperlukan oleh Sanhendrin. Setelah Shammai dan Hillel, Sanhedrin hanya dipimpin oleh kaum bijaksana secara tunggal yang disebut dengan Nasi (pemimpin). Ketika Hillel wafat, kedudukan Nasi Sanhedrin dilimpahkan epada Simeon, anaknya.
Tim Hegg dalam buku The Letter Writer mengulas beberapa pengaruh besar Gamaliel terhadap rasul Paul sbb: Pertama, Gamaliel dikenal karena sikap lunaknya terhadap beberapa hukum dalam rangka menyediakan hak-hak rakyat yang kurang beruntung. Contoh, dikarenakan zaman itu merupakan suatu keadaan yang tidak menyenagkan bagi kaum Yahudi, dan laki-laki dikarenakan kehilangan nyawanya oleh pedang orang-orang Romawi, maka jumlah para janda di kalangan Yahudi bertambah dengan cepat. Gamaliel menetapkan bahwa perceraian yang sah bagi kaum wanita yang suaminya dianggap hilang di medan perang, hanya memerlukan satu saksi saja, daripada dua saksi sebagaimana yang ditetapkan secara tradisional (Misnah Yevamot 16:7). Dengan perubahan ini, maka “birokrasi” telah dikurangi bagi kaum janda untuk menikah lagi dan menerima perlindungan dari suami barunya.
Dengan nada yang sama, Gamaliel memperbanyak jarak yang dapat di tempuh pada hari Sabat dan mengijinkan kebebasan yang luas bagi para bidan dan para pelayan publik lainnya dalam melaksanakan kewajibannya pada hari Sabat (Mishnah Shekalim 3.6). Dia juga memperkenalkan aturan-aturan lain mengenai perceraian yang bertujuan meringankan beban hukum dan melindungi kaum yang lemah dan tidak terpelajar(Berakhot Ketubot 10b). Salah satu contoh, dia menetapkan persetujuannya terhadap seorang wanita yang mengakui keperawanannya meskipun suaminya mempertanyakan pernyataan istrinya. Di atas semuanya, ketetapan Sanhedrinnya ditandai dengan keringanan secara umum dari beban halakhah untuk melindungi kebutuhan nyata komunitasnya.
Kedua, Talmud menyimpan tiga “surat rasuli” yang dikirim Gamaliel kepada “saudara kita di Galilea Atas dan di Galilea Bawah”, dan “saudara kita di Selatan Atas dan di Selatan Bawah” dan “saudara kita di pembuangan Babilon, di pembuangan Media dan di tempat pembuangan Bangsa Israel lainnya”. “Surat-surat rasuli” tersebut ditujukan kepada Yohanan, yang duduk di kalangan kaum Bijaksana, yang berlokasi di Bukit Bait Suci (Berakhot Sanhedrin 11b; Tosefta, San 2:6;y. Sanhedrin 1:2, 18 d) dan terdiri dari peringatan-peringatan mengenai waktu untuk mengumpulkan persepuluhan dan informasi mengenai lompatan tahun. Metode surat-surat di atas menjelaskan mengapa Paul mengadopsi “surat-surat rasuli” tersebut, sebagai rasul Yesus.
Ketiga, dalam Kitab Para rasul, kita mendapatkan gambaran mengenai Gamaliel sebagai seorang yang toleran terhadap para pengikut Yesus. Ketika Lukas melaporkan bagi kita mengenai keputusan Sanhedrin mengenai pelarangan pewartaan kepada publik mengenai Kemesiasan Yesus, dia juga terlibat dalam peristiwa di mana Petrus dan rasul-rasul ditangkap dan dibawa ke hadapan sidang. Ketika kelompok tersebut hendak dibinasakan, Gamaliel melarang dengan mengatakan: “Karena itu aku berkata kepadamu: Janganlah bertindak terhadap orang-orang ini. Biarkanlah mereka, sebab jika maksud dan perbuatan mereka berasal dari manusia, tentu akan lenyap, tetapi kalau berasal dari Tuhan kamu tidak akan dapat melenyapkan orang-orang ini; mungkin ternyata juga nanti, bahwa kamu melawan Tuhan." Dan nasihat tersebut diikuti semua orang (Kis Ras 5:38-39).
Keempat, sebuah catatan penting mengenai siswa-siswa Rabban Gamaliel, tercatat dalam Talmud. Setelah mendiskusikan mengenai alasan mengapa seorang ayah melarang anaknya untuk megajarkan bahasa Yunani, pertanyaan yang berkaitan disampaikan sbb: “Apakah filsafat Yunani di larang? Sesungguhnya Rabi Yahudah menyatakan bahwa Samuel berkata atas nama Rabban Simeon ben Gamaliel, mengenai makna yang dituliskan ini: Apakah mataku merusak jiwaku apakah disebabkan oleh karena anak-anak perempuan di kotaku? Ada ribuan murid-murid di rumah ayahku; lima ratus orang belajar Torah dan lima ratus orang belajar kebijaksanaan Yunani dan di sini masih tersisa hanya aku dan anak dari saudara ayahku di Asia! Itu berbeda dengan rumah tangga Rabban Gamaliel dikarenakan mereka berhubungan dengan dengan pemerintahan” (Berakhot Sotah 49b)
Jika frasa “rumah tangga Rabban Gamaliel” menunjuk kepada rumah tangga Gamaliel, yang lebih tua yaitu guru dari rasul Paul, maka kita memperoleh petunjuk mengenai Paul yang nampak begitu menguasai filsafat Yunani. Meskipun ada pernyataan argumen yang mengecilkan pelajaran Yunani dan filsafat Yunani, namun patut diketahui bahwa mereka yang bekerja pada pemerintahan Romawi diperlukan kelancaran dalam bahasa Yunani dan diperlukan untuk memahami untuk mengerti pandangan dunia kebudayaan Yunani. Paul terindikasi sebagai orang yang terdidil dalam tulisan-tulisan Filsafat Yunani.
Sebagai contoh, dalam Kisah Rasul 17, ketika Paul terlibat pembicaraan dengan para ahli filsafat di Arepagus, ini adalah bukti bahwa dia sangat menyadari filsafat Stoa dan Epikuros bahkan dia juga mengutip ahli filsafat lokal bernama Aratus (Kisa 17:28). Dalam suratnya kepad Titus (1:12) dia mengutip ahli Filsafat Kreta bernama Epimenides dan sekali lagi dalam 1 Korintus 15:33, dia mengutip filsuf Meander seorang penulis Athena mengenai filsafat dan etik.
Banyak orang menduga bahwa Paul mengembangkan pengetahuan filsafat dan kebudayaan Yunani, disebabkan dia telah mempelajarinya di kota Tarsus yang terkenal sebagai universitas yang baik dalam hal itu. Tarsus juga termasuk pusat kehidupan intelektual selama Abad 1 Ms. Menurut seorang ahli geographi bernama Strabo: “…orang Tarsus pada Abad 1 Ms adalah siswa-siswa yang tekun dalam hal filsafat, seni yang bebas dan keseluruhan ensiklopedia mengenai pelajaran; sungguh tepat bahwa derajatnya melampaui baik Athena dan Alexandria sebagai pusat kebudayaan dan belajar…”[9]
Tim Hegg melanjutkan penjelasannya, “Jika laporan mengenai Rabban gamaliel yang mengajar siswa-siswanya pelajaran bahasa dan filsafat Yunani dapat dipercayai, maka ada kemungkinan bahwa Paul telah belajar tulisan-tulisan Yunani di bawah pengawasan pembimbingnya! Bahwa Gamaliel adalah seorang Nasi (pemimpin) Sanhedrin, sesungguhnya menempatkan dia dalam kondisi kerja dengan pemerintahan Romawi dan itu memerlukan bagi dia dan siswa-siswanya, memiliki pengetahuan dan bahasa Yunani.[10]. Sejauh mana akurasi data bahwa rasul Paul sangat paham dan mempelajari filsafat Yunani, masih menjadi perdebatan. Kiranya data yang disampaikan Tim Hegg di atas dapat memberikan sedikit alternatif jawaban dan gambaran walaupun belum seutuhnya.
Melihat status pendidikan rasul Paul di atas, maka kita bisa mengukur bahwa rasul Paul sangat terdidik dalam penguasaan bahasa Ibrani/Aramaik dan Torah serta berbagai keilmuan lainnya. Tidak mengherankan bahwa beliau cukup produktif membuat dan mengirimkan berbagai surat penggembalaan kepada jemaat-jemaat yang dia dirikan.
Surat-suratnya dalam dan terkadang tidak mudah dimengerti. Rasul Petrus memberikan peringatan sbb: "...seperti juga Paulus, saudara kita yang kekasih, telah menulis kepadamu menurut hikmat yang dikaruniakan kepadanya. Hal itu dibuatnya dalam semua suratnya, apabila ia berbicara tentang perkara-perkara ini. Dalam surat-suratnya itu ada hal-hal yang sukar difahami, sehingga orang-orang yang tidak memahaminya dan yang tidak teguh imannya, memutarbalikkannya menjadi kebinasaan mereka sendiri, sama seperti yang juga mereka buat dengan tulisan-tulisan yang lain" (2 Petrus 3:15-16).
Oleh karena itu kita akan mengupas secara singkat dua persoalan yang kerap dituduhkan kepada rasul Paul yaitu sebagai “pendusta” dan “perombak Torah”. Benarkah kedua tuduhan tersebut? Kita akan mengkajinya satu persatu.
BENARKAH RASUL PAUL PENDUSTA?
Kajian Terhadap 2 Korintus 12:16 dan Filipi 1:18 serta Roma 3:7
Mengenai 2 Korintus 12:16
Kita harus baca secara utuh dari ayat 14 sbb: “Sesungguhnya sekarang sudah untuk ketiga kalinya aku siap untuk mengunjungi kamu, dan aku tidak akan merupakan suatu beban bagi kamu. Sebab bukan hartamu yang kucari, melainkan kamu sendiri. Karena bukan anak-anak yang harus mengumpulkan harta untuk orang tuanya, melainkan orang tualah untuk anak-anaknya. Karena itu aku suka mengorbankan milikku, bahkan mengorbankan diriku untuk kamu. Jadi jika aku sangat mengasihi kamu, masakan aku semakin kurang dikasihi? Baiklah, aku sendiri tidak merupakan suatu beban bagi kamu, tetapi--kamu katakan--dalam kelicikanku aku telah menjerat kamu dengan tipu daya”
Kita lanjutkan membaca ayat 17-18 sbb: “Jadi pernahkah aku mengambil untung dari pada kamu oleh seorang dari antara mereka, yang kuutus kepada kamu? Memang aku telah meminta Titus untuk pergi dan bersama-sama dengan dia aku mengutus saudara yang lain itu. Adakah Titus mengambil untung dari pada kamu? Tidakkah kami berdua hidup menurut roh yang sama dan tidakkah kami berlaku menurut cara yang sama?”
Dari kutipan di atas kita melihat bagaimana gambaran keseluruhan pernyataan Paul sbb: (1) Dia seorang yang mengorbankan dirinya sendiri (2) Dia tidak ingin menjadi beban bagi siapapun (3) Dia tidak pernah mengambil keuntungan dari siapapun (4) Titus yang diutus Paul pun tidak terbukti mengambil untung.
Nah, pada bagian mana dan dalam kasus mana Rasul Paul berbuat kelicikan? Tidak ada! pernyataan Paulus pada ayat 16 sesungguhnya kutipan rasul Paul atas tuduhan yang dialamatkan pada dirinya sebagaimana dikatakan: ”tetapi—KAMU KATAKAN--dalam kelicikanku aku telah menjerat kamu dengan tipu daya”. Jadi prnyataan tersebut adalah tuduhan orang lain yang dikonfrontri oleh Rasul Paul dan dibuktikan tidak benar.Kata Yunani δόλῳ (dolooi) bermakna ümpan”. Jadi mereka membuat umpan atas Paul.
Mengenai Filipi 1:8
Ayat ini menunjuk pada perbuatan orang lain dimana ada yang memberitakan Yesus Sang Mesias dengan motof yang benar dan motif yang jahat. Dan ayat ini tidak menunjuk pada perilaku moral Paul. Untuk itu Anda harus membaca dari keseluruhan ayat dimulai dari ayat 12-14 sbb:
“Aku menghendaki, saudara-saudara, supaya kamu tahu, bahwa apa yang terjadi atasku ini justru telah menyebabkan kemajuan Injil, sehingga telah jelas bagi seluruh istana dan semua orang lain, bahwa aku dipenjarakan karena Kristus. Dan kebanyakan saudara dalam Tuan telah beroleh kepercayaan karena pemenjaraanku untuk bertambah berani berkata-kata tentang firman Tuhan dengan tidak takut”
Pada ayat 15 dikatakan: “Ada orang yang memberitakan Mesias karena dengki dan perselisihan, tetapi ada pula yang memberitakan-Nya dengan maksud baik.” Nah barulah ditegaskan dalam ayat 16 sbb: “Sebab bagaimanapun juga, Kristus diberitakan, baik dengan maksud palsu maupun dengan jujur. Tentang hal itu aku bersukacita. Dan aku akan tetap bersukacita” (Filipi 1:18)
Jadi ayat 18 adalah sikap Paul yang menegaskan adanya sikap-sikap buruk dalam pemberita Injil namun dirinya tidak demikian.
Mengenai Roma 3:7
Hampir sama kasusnya dengan 2 Korintus 12:16. Untuk memahami pernyataan Paul ini kita harus membaca dari ayat 3-6 sbb: “Jadi bagaimana, jika di antara mereka ada yang tidak setia, dapatkah ketidaksetiaan itu membatalkan kesetiaan Tuhan?Sekali-kali tidak! Sebaliknya: Tuhan adalah benar, dan semua manusia pembohong, seperti ada tertulis: "Supaya Engkau ternyata benar dalam segala firman-Mu, dan menang, jika Engkau dihakimi." Tetapi jika ketidakbenaran kita menunjukkan kebenaran Tuhan, apakah yang akan kita katakan? Tidak adilkah Tuhan--aku berkata sebagai manusia--jika Ia menampakkan murka-Nya? Sekali-kali tidak! Andaikata demikian, bagaimanakah Tuhan dapat menghakimi dunia?”
Ayat 4-6 hendak menegaskan KESETIAN TUHAN terhadap umat-Nya yang tetap menunjukkan pengampunan dan belas kasihannya sekalipun kita memberontak dan berbuat ketidakbenaran. Dia tetap memberi kesempatan dalam hak prerogatif-Nya untuk memberikan pengampunan berdasarkan kasih setia-Nya. Oleh karenanya Rasul Paul menuliskan “Tetapi jika ketidakbenaran kita menunjukkan kebenaran Tuhan..”(ay 5) dan ini diulangi dalam gaya puisi Ibrani yang disebut dengan “sinonimous”(perulangan yang sama) dengan mengatakan: “Tetapi jika kebenaran Tuhan oleh dustaku semakin melimpah bagi kemuliaan-Nya, mengapa aku masih dihakimi lagi sebagai orang berdosa?” (Roma 3:7)
Apakah ayat 7 hendak mengatakan bahwa Rasul Paul berdusta dalam memberitakan Injil? Tidak! Sebaliknya Paul hendak mengatakan bahwa dalam perbuatan masa lalunya yang dahulu membunuh orang-orang yang percaya Yesus sebagai Mesias saja Tuhan masih mengasihi dan memanggil dia untuk bertobat (yang dia bahasakan dengan “dustaku”) mengapa pula Tuhan masih akan menghakiminya?
Jika benar rasul Paul berdusta, tentu beliau tidak akan menuliskan pada ayat 8 sbb: “Bukankah tidak benar fitnahan orang yang mengatakan, bahwa kita berkata: ‘Marilah kita berbuat yang jahat, supaya yang baik timbul dari padanya’. Orang semacam itu sudah selayaknya mendapat hukuman”
BENARKAH RASUL PAUL MEMBATALKAN TORAH?
Kajian Kisah Rasul 21:1-26
Orang-orang Yahudi yang telah menjadi percaya kepada Mesias dan tetap memelihara Torah, menjadi gelisah dengan kabar yang mereka terima tentang Paul yang mengajarkan untuk “mengkhianati ajaran Moshe” (LAI: melepaskan Hukum Musa dan melarang sunat serta mengubah tradisi nenek moyang). Kata Yunani katexethesan bermakna “diberitahu”, “diceritakan”. Berarti para murid ini hanya mendengar rumor dan kabar yang belum tentu benar tentang Paul. Oleh karenanya, Rasul Yakobus meminta penjelasan dan bukti dari Paul, berupa melakukan ritual pentahiran bersama dengan orang-orang yang akan bernazar. Tujuan pentahiran ini untuk MEMBUKTIKAN KETIDAKBENARAN BERITA PALSU bahwa Paul telah meniadakan Torah (ay 24). Dan Rasul Paul telah melaksanakan ritual pentahiran di Bait Suci sampai selesai dengan melaksanakan berbagai ketentuan yang diatur dalam Torah (ay 26, band Bil 6:13-21).
Mengapa muncul beragam rumor bahwa Rasul Paul telah membatalkan Torah? Sebagaimana telah kita uraikan dibagian Introduksi dimana Rasul Petrus memberikan keterangan bahwa ada bagian-bagian dalam surat-surat Rasul Paul yang sukar dipahami, sehingga menimbulkan kesalah pahaman bagi pembacanya. Dalam 2 Petrus 3:15-16 dikatakan sbb: “Anggaplah kesabaran Tuhan kita sebagai kesempatan bagimu untuk beroleh selamat, seperti juga Paulus, saudara kita yang kekasih, telah menulis kepadamu menurut hikmat yang dikaruniakan kepadanya. Hal itu dibuatnya dalam semua suratnya, apabila ia berbicara tentang perkara-perkara ini. Dalam surat-suratnya itu ada hal-hal yang sukar difahami, sehingga orang-orang yang tidak memahaminya dan yang tidak teguh imannya, memutarbalikkannya menjadi kebinasaan mereka sendiri, sama seperti yang juga mereka buat dengan tulisan-tulisan yang lain”
Dari keterangan di atas kita mendapatkan pengertian bahwa beberapa bagian surat Rasul Paul, kerap menimbulkan kesalah pahaman. Dan bagi orang yang tidak teguh imannya, pernyataan-pernyataan dalam surat Rasul Paul diputarbalikkan.
Marilah kita mengkaji beberapa pernyataan dalam surat Rasul Paul yang dapat menimbulkan kesalahpahaman, khususnya mengenai status Torah dalam kaitannya dengan kasih karunia.
Mengenai istilah "kutuk Torah” dalam Galatia 3:10-13
Terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia menuliskan, “Karena semua orang, yang hidup dari pekerjaan hukum Taurat, berada di bawah kutuk. Sebab ada tertulis: "Terkutuklah orang yang tidak setia melakukan segala sesuatu yang tertulis dalam kitab hukum Taurat. Dan bahwa tidak ada orang yang dibenarkan di hadapan -llah karena melakukan hukum Taurat adalah jelas, karena: "Orang yang benar akan hidup oleh iman." Tetapi dasar hukum Taurat bukanlah iman, melainkan siapa yang melakukannya, akan hidup karenanya. Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada tertulis: "Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!"
Ada beberapa variasi terjemahan dari terjemahan Kitab Suci versi Hebraic Root (Akar Ibrani) dari kalangan Messianic Judaism.
Restoration Scriptures menerjemahkan:”For as many as are followers of the works of law are under curse; for it is written, Cursed is everyone that continues not it all things that are written in the scroll of the Torah to do them. But no man is declared a tzadik by the law in the sight of YHWH is evident; for the tzadik shall live by emunah. And the law is not made by emunah; but the man does what is written in it shall live in them. Moschiach has redeemed us from the curse of the Torah, being made a curse for us: for it is written, Cursed is every one that hangs on an eytz”[11]
Namun Jewish New Testament menerjemahkan:”For everyone who depends on legalistic observance of Torah commands (erga nomou) lives under a curse, since it is written, Cursed is everyone who does not keep on doing everything written in the Scroll of the Torah (Deutenomy 27;26). Now it is evident that no one comes to be declared righteous by God through legalism (nomos), since The person who is righteous will attain life by trusting and being faithful (Habakuk 2;4). Furthermore, legalism (nomos) is not based on trusting and being faithful, but on a misuse of the text that says, Anyone who does these things will attain life through them (Leviticus 18;5). The Messiah redeemed us from the curse pronounced in the Torah (nomos) by becoming cursed on our behalf; for the TaNaKh says,Everyone who hangs from a stake comes under a curse (Deuteronomy 21;22-23)[12]
DR. David Stern menerjemahkan kata nomos dalam Galatia 3:10-13 secara bergantian dengan Legalisme (Ketaatan pada hukum secara berlebihan) dan dengan Torah.
Beliau menyoroti ada 2 istilah dalam bahasa Yunani yang disalah pahami, yaitu Hupo nomou (dibawah Hukum) yang muncul sebanyak 10 kali dalam Roma, 1 Korintus dan Galatia, dan Erga nomou (pekerjaan Hukum) yang juga muncul sebanyak 10 kali dalam Roma, 1 Korintus dan Galatia. Menurut Stern, -sambil mengutip pendapat C.E.B. Cranfield- bahwa tidak ada padanan yang tepat dalam bahasa Yunani untuk menjelaskan istilah Legalisme, sehingga menggunakan kata yang sama, yaitu Nomos. Demikian pula dengan kalimat Erga nomou dan Hupo nomou seharusnya diterjemahkan dan dipahami sebagai melakukan Torah secara legalistik dan tanpa iman pada Yahweh yang memberikan anugrah keselamatan[13]
Konteks Galatia 3:10-13, bukan membicarakan bahwa Torah adalah kutuk, karena Torah adalah “sumber kebahagiaan” (Mzm 1:1-2), “sumber kepandaian” (Mzm 119:98-100), “sumber ketentraman” (Mzm 119:165), “kudus dan rohani” (Rm 7:12). Galatia 3:10-13 sedang membicarakan bahwa terkutuklah orang yang melakukan Torah secara legalistik dan berharap mendapatkan kehidupan kekal dengan cara melakukan Torah. Untuk mengalami hidup kekal, seseorang memerlukan iman dalam melakukan Torah, sehingga Yahweh memberikan anugrah kehidupan kekal-Nya.
Mengenai istilah “Pembatalan Torah” dalam Ibrani 7:12 dan Ibrani 8:13
Terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia menuliskan,”Sebab, jikalau imamat berubah, dengan sendirinya akan berubah pula hukum Taurat itu”. Mengenai Ibrani 7:18-19 bukan berbicara mengenai pembatalan Torah tetapi perubahan sistem keimamatan paska kedatangan Yesus dan penghancuran Bait Suci di Yerusalem tahun 70 Ms. Kata Yunani Athetesis (pembatalan) merupakan penekanan ulang pada apa yang dinyatakan pada ayat 12 tentang nomou Methatesis (perubahan Torah). Perubahan yang dimaksudkan bukan Torah itu sendiri melainkan sistem keimamatan dari Imamat Lewi yang ditandai dengan korban hewan, menjadi Imamat Melkitsedeq yang ditandai dengan persembahan rohani.
DR. James Trimm dalam terjemahan mengungkapkan fakta teks Ibrani-Aramaik Perjanjian Baru, banyak yang disalah pahami oleh para penyalin naskah Perjanjian Baru versi Yunani. Terjemahan DR. James Trimm mengenai Ibrani 7:18-19 adalah sbb, “Sekarang telah terjadi pembaruan (shuklafa, Aramaik) pada perintah yang pertama sebab itu hilanglah kuasanya dan sebab itu tidak memiliki kegunaan. Sebab Torah tidak lengkap (gemar, Aramaik) namun pengharapan yang lebih besar dibandingkan Torah telah masuk atas nama Torah yang mendekatkan diri kita pada Tuhan”[14].
Sementara Rabbi Yoseph Moshe Koniuchowsky menerjemahkan kata shuklafa dengan “setting aside of the former command” (mengesampingkan perintah pertama). Dalam catatan kakinya, dijelaskan bahwa yang dikesampingkan bukan keseluruhan Torah melainkan mengenai pemindahan keimamatan dari Lewi kepada Melkitsedek, melalui Yesus Sang Mesias[15]
Terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia menuliskan, “Oleh karena Ia berkata-kata tentang perjanjian yang baru, Ia menyatakan yang pertama sebagai perjanjian yang telah menjadi tua. Dan apa yang telah menjadi tua dan usang, telah dekat kepada kemusnahannya”. Mengenai Ibrani 8:13, menurut terjemahan DR. James Trimm sbb, “Dengan menyatakan telah diperbarui maka Dia menyatakan yang pertama telah menjadi kuno dan apa yang telah menjadi kuno dan tua, telah dekat pada kemusnahannya”7. Ayat ini menegaskan mengenai perubahan sistem keimamatan Lewi kepada sistem keimamatan Melkitsedek. DR. David Stern menjelaskan: “Konteks perikop hendak menunjukkan bahwa penulis Ibrani berbicara mengenai sistem keimamatan dan korban, bukan mengenai aspek lain. Apa yang sesungguhnya terjadi adalah ambang kemusnahan sistem keimamatan yang lama dan bukan Perjanjian Lama”[16]
Mengenai istilah “mati bagi Torah” dalam Galatia 2:19
Terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia menuliskan, “Sebab aku telah mati oleh hukum Taurat untuk hukum Taurat, supaya aku hidup untuk Allah. Aku telah disalibkan dengan Kristus;…” Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa kata Nomos, disatu sisi dapat diterjemahkan Torah namun disisi lain dapat diterjemahkan Legalisme, tergantung pada konteks kalimatnya. Dalam naskah Yunani dituliskan, Ego gar dia nomou apethanon. DR. David Stern menerjemahkan, “Sebab aku telah mati melalui Torah untuk sistem legalisme”[17]
Mengenai istilah “tidak di bawah Torah” dalam Galatia 5:18
Merujuk pada terjemahan versi Lembaga Alkitab Indonesia, sbb: “Akan tetapi jikalau kamu memberi dirimu dipimpin oleh Roh, maka kamu tidak hidup di bawah hukum Taurat”. Dalam naskah Yunani dituliskan, Ei de pneumati agesthe ouk este hupo nomon.
Sebagaimana telah dijelaskan dimuka bahwa perkataan Hupo nomou (dibawah sistem legalisme), sebagaimana Erga nomou (pekerjaan legalisme) bukan menunjuk pada Torah itu sendiri, melainkan sistem yang dibangun oleh para rabbi Yahudi dalam melakukan Torah, sehingga menggantikan kasih karunia YHWH dan menggantinya dengan upaya dan kemampuan manusia melakukan Torah agar memperoleh keselamatan. Rabbi Moshe Yoseph Koniuchowsky menerjemahkan sbb:
“But if the Ruakh ha Kodesh leads you, you are not under the systems that pervert the Torah”[18] (Jika Ruakh ha Kodesh memimpinmu, maka kamu tidak dibawah sistem yang menyimpangkan Torah)
Mengenai istilah “pembatalan Torah” dalam Efesus 2:15
Terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia menuliskan, “sebab dengan mati-Nya sebagai manusia Ia telah membatalkan hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya, untuk menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diri-Nya, dan dengan itu mengadakan damai sejahtera,…”. Dalam terjemahan King James Version, “Having abolished in his flesh the enmity, even the law of commandments contained in ordinances;…” (Telah dihapuskan didalam tubuh-Nya, perseteruan, juga perintah hukum yang berisikan ketetapan-ketetapan…)[19]
Benarkah Efesus 2:15 membicarakan “pembatalan Torah?” Marilah kita mengulas teks dan konteks Efesus 2:15, agar mendapatkan pengertian yang wajar dan proporsional mengenai hakikat Torah.
Jika benar terjemahan diatas, mengapa pada banyak ayat lain, Rasul Paul mengatakan “jika demikian, adakah kami membatalkan Torah karena iman? Sama sekali tidak! Sebaliknya, kami meneguhkannya” (Rm 3:31). Demikian pula dibagian lain dikatakan, “Jika demikian, apakah yang hendak kukatakan? Adakah Hukum Taurat itu dosa? Sekali-kali tidak! Sebaliknya, justru oleh Hukum Taurat aku telah mengenal dosa” (Rm 7:7). Bahkan dengan tegas Rasul Paul mengatakan, “Jadi Hukum Taurat adalah kudus dan perintah itu juga adalah kudus, benar dan baik” (Rm 7:12). Bagaimana mungkin disatu pihak Rasul Paul mengatakan bahwa Torah tidak dibatalkan, kudus dan baik namun dipihak lain berkata Torah dibatalkan?
Jika terjemahan Efesus 2:15 benar demikian, bagaimana jika diperhadapkan dengan perkataan Mesias sendiri, "Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya” (Mat 5:17)? Apakah Paulus lebih tinggi dari Yesus sehingga membuat pernyataan yang berlawanan dengan Yesus Sang Mesias yang dikasihinya?
Konteks Efesus pasal 2 harus diperhatikan secara seksama dan secara keseluruhan. Untuk mengetahui “apa yang dibatalkan” atau “apa yang dirobohkan”, kita akan menelusuri berdasarkan konteks perikop Efesus 2. Surat ini secara khusus ditujukan pada orang kudus yang tinggal di Efesus (Ef 1:1). Agaknya merupakan campuran Yahudi dan non Yahudi. Ini tersirat dari kata-kata, “kamu bukan Yahudi secara daging” (Ef 2:11), “orang-orang tidak bersunat” (Ef 2:11), “tidak termasuk kewargaan Israel” (Ef 2:12), “tanpa ketetapan” (Ef 2:12), “tanpa pengharapan dan tanpa Tuhan didalam dunia” (Ef 2:12). Kondisi yang digambarkan oleh Rasul Paul diatas telah berubah setelah mereka menerima ha Mashiah sebagaimana dijelaskan, “Tetapi SEKARANG di dalam Mesias kamu yang dahulu jauh, sudah menjadi dekat oleh darah Mesias” (Ef 2:13). Hasil penerimaan Yesus menurut Paul adalah “dipersatukan” (Ef 2:14), “diperdamaikan” (Ef 2:16), “persatuan kedua belah pihak, yaitu Yahudi dan non Yahudi didalam Yesus” (Ef 2:18-21), untuk dipakai “menjadi Bait Tuhan” (Ef 2:22). Jika kita jujur dan obyektif membaca keseluruhan konteks Efesus pasal 2, ssungguhnya Paul sedang membicarakan mengenai HUBUNGAN YAHUDI DAN NON YAHUDI YANG TELAH DIPERSATUKAN DIDALAM YESUS MELALUI KEMATIANNYA, SEHINGGA PERSETERUAN ATAU TEMBOK YANG MEMISAHKAN YAHUDI DAN NON YAHUDI, TELAH DIROBOHKAN!
Jika konteksnya demikian, maka yang “dibatalkan” atau “dirobohkan” adalah PERSETERUAN antara Yahudi dan non Yahudi dan bukan Torah itu sendiri. Menurut DR. David Stern, perseteruan antara Yahudi dan non Yahudi mngandung empat komponen: a) Kecemburuan non Yahudi atas status Israel sebagai bangsa pilihan, b) Yahudi merasa bangga dengan status sebagai bangsa pilihan, c) Non Yahudi benci dengan kebanggaan status tersebut, d) Ketidaksukaan terhadap kebiasaan atau tradisi yang berbeda[20]
Atas dasar pemahaman diatas, Efesus 2:15 yang dalam teks Greek berbunyi, “en exthran en te sarki hautou ton nomon ton entolon en dogmasi, katargesos ina tous duo ktise en heatoi eis ena kainon anthropon, poion eirenen”[21], tidak tepat diterjemahkan sebagaimana Lembaga Alkitab Indonesia menerjemahkannya. DR. David Stern menerjemahkan sbb: “The Messiah has broken down the m’chitzah which divided us , by destroying in his own body the enmity occasioned by the Torah, with its command set forth in the form of ordinances”[22] (Sang Mesias telah merobohkan tembok yang memisahkan kita, dengan melenyapkan dalam tubuh-Nya, m’chitzah [tirai] yang terjadi melalui Torah, dengan ketetapan yang dinyatakan dalam bentuk perintah-perintahnya).
Sementara itu DR. James Trimm menerjemahkan, “And enmity (by his flesh, and the Torah, because of Commands in His Commandement) is abolished”[23] (Dan perseteruan oleh tubuh-Nya dan Torah disebabkan perintah-perintah dalam Ketetapan-Nya) telah dilenyapkan”. Sementara itu, Restoration Scriptures menerjemahkan agak berbeda namun tetap menyatakan bahwa yang dilenyapkan bukan Torah, melainkan “perseteruan” dan “dogma-dogma manusia”.
Selengkapnya, Restoration Scriptures menerjemahkan sbb: “Having abolished in His flesh the enmity, even the law of commandements contained in human dogma;…” [24](Telah dihapuskan didalam tubuh-Nya, perseteruan, juga perintah-perintah hukum yang berisikan dogma manusia). Dalam catatan kakinya mengenai kata “enmity” dan “human dogma”, dijelaskan, “Mosiakh datang untuk mengakhiri perseteruan atau kebencian mengenai status diantara dua rumah Yisrael (Efraim sebagai simbol bangsa Yahudi yang telah bercampur dengan bangsa-bangsa lain dan Yahuda sebagai pewaris Yisrael, red)…Moshiakh datang untuk menghapus dogma manusia atau doktrin-doktrin yang penuh perseteruan antara dua rumah (Efraim dan Yahuda), seperti tembok pemisah yang menghalangi bangsa-bangsa non Yahudi” [25]
Demikianlah pengkajian kita atas sejumlah surat-surat rasul Paul yang cukup sulit sehingga kerap menjadikan orang tersandung dalam membacanya dan membuat berbagai tuduhan, khayalan serta berbagai cerita fitnah yang mendiskreditkan beliau. Kiranya kajian singkat ini dapat menolong kita untuk menelusuri makna dibalik setiap kata dan kalimat dalam surat-surat rasul Paul sehingga menghindarkan diri kita menjadi bagian dari orang-orang yang disebut oleh Rasul Petrus sebagai, “orang-orang yang tidak memahaminya dan yang tidak teguh imannya, memutarbalikkannya menjadi kebinasaan mereka sendiri” (2 Petr 3:16).
[1] Pengantar ke dalam Perjanjian Baru, Yogyakarta: Kanisius 1987, hal 210
[2] J.B. Lightfoot, St. Paul’s Epistle to the Philippians , Zondervan, 1953, 146
[3] Jerome Murphy o’Corner, Paul: A Critical Life , Oxford, 1996 36-37
[4] Tim Hegg, The Letter Writer: Paul’s Background and Torah Perspective, United States, First Fruits of Zion, 2002, p.26
[5] Ibid., p. 34
52 Band. Yesus dalam Lukas 4:16 (τεθραμμενος, trephomenos)
[6] Rabbi and Talmidim, http://www.followtherabbi.com/Brix?pageID=2753
[7] Ibid., 36
[8] Ibid.,
[9] Ibid., p.38-40
[10] Ibid., p. 41
[11] Rabbi Moshe Yoseph Koniuchowsky, Your Arms to Yishrael, 2004
[12] DR. David Stern, Jewish New Testament Publications , 1989
[13] Messianic Jewish Manifesto, JNTP, 1991, p.129-132
[14] The Hebraic Roots Version Scriptures,2005
[15] Op.Cit., Restoration Scriptures, p.952
7 Loc.Cit., The Hebraic Roots Version Scriptures,2005
[16] Op.Cit., Jewish New Testament Commentary, p. 691
[17] Op.Cit., Jewish New Testament, 1989
[18] Op.Cit., Restoration Scriptures, p.1020
[19] Michael S. Bushell & Michael D. Tan, Bible Work, 1992-2003
[20] Op.Cit., Jewish New Testament Commentary, JNTP, 1992, p.585
[21] Barbara Kurt Alland, etc., The Greek New Testament, 1998
[22] Op.Cit., Jewish New Testament, JNTP, 1989
[23] Op.Cit., The Hebraic Roots Version Scriptures
[24] Op.Cit Rabbi Yoseph Moshe Koniuchowsky, Your Arms to Yisrael Publishing, 2005
[25] Ibid., p.1023
0 komentar:
Posting Komentar