Kitab Perjanjian Baru tidak memberikan informasi tanggal kelahiran Yesus sehingga pemunculan tanggal 25 Desember menimbulkan berbagai kontroversi diantara kalangan Kristen sendiri. Darimana asal usul perayaan kelahiran Yesus pada tanggal 25 Desember? Pertanyaan ini membelah menjadi dua kelompok jawaban. Kelompok pertama menghubungkan tanggal 25 Desember kepada perayaan paganisme Roma yang diadopsi dalam Kekristenan. Kelompok kedua menghubungkan tanggal 25 Desember pada catatan kuno Bapa Gereja sebelum Konsili Nicea.
Pandangan Pertama:
Asal Usul Paganisme Dari Natal 25 Desember
Pandangan pertama menghubungkan perayaan Christmass pada tanggal 25 Desember dengan adopsi unsur-unsur kekafiran oleh gereja Katolik maupun Ortodox. Perhatikan beberapa kutipan berikut:
Dalam artikel Origin of Christmas-Controversial Root dijelaskan, “The date of December 25th probably originated with the ancient "birthday" of the son-god, Mithra, a pagan deity whose religious influence became widespread in the Roman Empire during the first few centuries A.D. Mithra was related to the Semitic sun-god, Shamash, and his worship spread throughout Asia to Europe where he was called Deus Sol Invictus Mithras. Rome was well-known for absorbing the pagan religions and rituals of its widespread empire. As such, Rome converted this pagan legacy to a celebration of the god, Saturn, and the rebirth of the sun god during the winter solstice period. The winter holiday became known as Saturnalia and began the week prior to December 25th. The festival was characterized by gift-giving, feasting, singing and downright debauchery, as the priests of Saturn carried wreaths of evergreen boughs in procession throughout the Roman temples”[1].
(Tanggal 25 Desember mungkin berasal perayaan ulang tahun kuno anak dewa, bernama Mithra, dewa kafir yang pengaruh religiusnya tersebar di Kekaisaran Romawi selama tahun Masehi. Mithra berkaitan dengan dewa Matahari bangsa Semit yaitu Shamash , dan penyembahan padanya menyebar ke seluruh Asia ke Eropa di mana ia disebut Deus Sol Invictus Mithras. Roma dikenal dalam hal menyerap agama-agama kafir dan ritual ke seluruh kerajaan secara luas. Dengan demikian, Roma dikonversi oleh warisan kafir ke perayaan dewa, Saturnus, dan kelahiran kembali dewa matahari selama periode musim dingin. Liburan musim dingin dikenal sebagai Saturnalia dan dimulai seminggu sebelum 25 Desember. Festival ini ditandai dengan pemberian hadiah, pesta, menyanyi dan pesta pora yang meriah, seperti imam dewa Saturnus membawa karangan bunga dari dahan cemara dalam prosesi seluruh kuil-kuil Romawi).
Dalam artikel lainnya dengan judul, Origin Of Christmas: Jesus Was Not Born On December 25th But A Whole Bunch Of Pagan Gods Were, disebutkan, “Why is Christmas celebrated on December 25th? Most people assume that it has always been a Christian holiday and that it is a celebration of the birth of Jesus. But it turns out that Jesus was not born on December 25th. However, a whole bunch of pagan gods were born on that day. In fact, pagans celebrated a festival involving a heroic supernatural figure that visits an evergreen tree and leaves gifts on December 25th long before Jesus was ever born. From its early Babylonian roots, the celebration of the birth or "rebirth" of the sun god on December 25th came to be celebrated under various names all over the ancient world. You see, the winter solstice occurs a few days before December 25th each year. The winter solstice is the day of the year when daylight is the shortest. In ancient times, December 25th was the day each year when the day started to become noticeably longer. Thus it was fitting for the early pagans to designate December 25th as the date of the birth or the "rebirth" of the sun”[2].
(Mengapa Natal dirayakan pada tanggal 25 Desember? Kebanyakan orang berasumsi bahwa itu hari raya Kristen dan bahwa itu adalah perayaan kelahiran Yesus. Tapi ternyata bahwa Yesus tidak lahir pada tanggal 25 Desember. Namun, sejumlah besar dewa-dewa kafir yang lahir pada hari itu. Bahkan, orang-orang kafir merayakan sebuah festival yang melibatkan tokoh supranatural heroik yang mengunjungi sebuah pohon cemara dan daun hadiah pada tanggal 25 Desember jauh sebelum Yesus pernah lahir. Dari akar awal Babel, perayaan kelahiran atau kelahiran kembali dari dewa matahari pada tanggal 25 Desember kemudian dirayakan di bawah berbagai nama di seluruh dunia kuno. Anda lihat, musim dingin terjadi beberapa hari sebelum 25 Desember setiap tahun. Musim dingin adalah hari di setiap tahun ketika siang hari waktunya lebih pendek. Pada zaman kuno, 25 Desember adalah hari di setiap tahun ketika hari terasa lebih lama. Demikianlah hari ini sangat tepat bagik orang-orang kafir awal untuk menetapkan 25 Desember sebagai tanggal kelahiran atau kelahiran kembali matahari).
Dalam artikel What are origins Christmas and Can Christian Celebrated it? Dijelaskan, “The origins of Christmas go back to before the time of Christ when many ancient cultures celebrated the changing of the seasons. In the northern hemisphere in Europe, for example, the winter solstice, which was the shortest day of the year, occurs around Dec. 25th. These celebrations were based on the decline of winter. Since during winter animals were penned, people stayed in doors, crops didn't grow, etc., to know that winter was half over and on its way out was a time of celebration.
In the ancient Roman system of religion, Saturn was the god of agriculture. Each year during the summer, the god Jupiter would force Saturn out of his dominant position in the heavenly realm and the days would begin to shorten. In the temple to Saturn in Rome, the feet of Saturn were then symbolically bound with chains until the winter solstice when the length of days began to increase. It was this winter solstice that was a time of celebration and exchange of gifts as the hardness of winter began to wane and the days grew longer.
December 25th specifically coincided the day of the birth of the sun-god named Phyrgia a culture in the ancient Balkans. In the Roman Empire, by the time of Christ the winter festival was known as saturnalia. The Roman Church was unable to get rid of saturnalia, so early in the 4th Century, they adopted the holiday and tried to make it a Christian celebration of the Lord's birth. They called it the Feast of the Nativity. This custom has been part of western culture ever since”[3].
(Asal-usul Natal dapat ditelusuri ke suatu masa sebelum masa Kristus saat banyak kebudayaan kuno merayakan pergantian musim. Di belahan bumi utara di Eropa, misalnya, titik balik matahari musim dingin, yang merupakan hari terpendek tahun, terjadi sekitar 25 Desember. Perayaan ini didasarkan pada jatuhnya musim dingin. Karena selama hewan musim dingin, orang-orang yang tinggal di pintu, tanaman tidak tumbuh, dll, untuk mengetahui musim dingin yang sudah setengah jalan dan jalan keluar adalah waktu perayaan. Dalam sistem agama Romawi kuno, Saturnus adalah dewa pertanian. Setiap tahun selama musim panas dewa Jupiter akan memaksa Saturnus keluar dari posisi dominan di ranah surgawi dan hari-hari akan dipersingkat.. Dalam kuil Saturnus di Roma, kaki Saturnus kemudian secara simbolis diikat dengan rantai sampai titik balik matahari musim dingin ketika lamanya hari mulai meningkat. Musim dingin adalah waktu perayaan dan pertukaran hadiah sebagai bentuk memudarnya musim dingin dan hari-hari bertambah panjang. Tanggal 25 Desember bertepatan dengan hari kelahiran dewa Matahari bernama Phyrgia dari kebudayaan kuno di Balkan. Dalam Kekaisaran Romawi, pada masa Kristus, musim dingin dikenal sebagai perayaan Saturnalia. Gereja Roma tidak dapat menyingkirkan Saturnalia, sehingga di awal abad ke-4, mereka mengadopsi perayaan ini dan mencoba untuk membuatnya menjadi perayaan Kristen kelahiran Tuan. Mereka menyebutnya Pesta Kelahiran Tuan. Kebiasaan ini telah menjadi bagian dari budaya Barat sejak saat itu).
Siapa Yang Menetapkan Natal 25 Desember?
Kebanyakan para sarjana dan buku-buku teologia menghubungkan nama Kaisar Konstantin sebagai orang yang bertanggungjawab menetapkan perayaan tersebut dalam Kekristenan. Setelah pada tahun 313 Konstantin menjadi raja dan mengeluarkan Edik Milano yang berisikan piagam toleransi beragama[4] maka pada tahun 321 Konstantin mengubah hari Sabat yang jatuh pada hari Sabtu menjadi hari Minggu sebagaimana dikatakan, “On the venerable day of the Sun let the magistrates and people residing in cities rest, and let all workshops be closed. In the country however persons engaged in agriculture may freely and lawfully continue their pursuits because it often happens that another day is not suitable for gain-sowing or vine planting; lest by neglecting the proper moment for such operations the bounty of heaven should be lost”[5]
(Pada hari Matahari yang agung, biarlah para hakim dan orang-orang yang berada di kota-kota beristirahat, dan membiarkan semua bengkel ditutup. Di dalam negeri Namun orang-orang yang terlibat dalam pertanian dapat dengan bebas dan sah melanjutkan kegiatan mereka karena sering terjadi bahwa hari lain tidak cocok untuk menaburbenih atau menanam pohon anggur;. jangan-jangan dengan mengabaikan saat yang tepat untuk bekerja mengakibatkan karunia surga harus hilang).
Dan ketetapan tersebut dilanjutkan pada Konsili di Laodikea tahun 364 Ms sbb, "Christians shall not Judaize and be idle on Saturday, but shall work on that day"[6] (Kristen tidak harus di Yudaisasi dan beristirahat pada hari Sabtu, tetapi harus bekerja pada hari itu)
Pada tahun 325 saat Konstantin menetapkan Konsili I di Nicea maka tanggal 25 Desember ditetapkan sebagai perayaan kelahiran Yesus Sang Mesias sebagaimana dikatakan, “Also in 325 Constantine declared December 25th to be an Immovable Feast for the whole Roman Empire. The bishop of Rome may have accepted December 25th as the date of birth of Jesus Christ as early as 320 AD, but historical documents provide no evidence for a date earlier than 336 AD. The Church was pushed by political forces and pulled by the desire to co-opt a popular pagan holiday, despite a lack of evidence that Christ was born in December. Constantine built the Church of the Nativity in Bethlehem, one of the oldest continually operating churches in the world (currently administered by a coalition of Roman Catholic and Greek Orthodox clerics)”[7]
(Juga pada tahun 325 Konstantinus menyatakan 25 Desember menjadi hari raya Tak Tergoyahkan bagi seluruh Kekaisaran Romawi. Uskup Roma mungkin telah menerima 25 Desember sebagai tanggal kelahiran Yesus Kristus sebagai awal 320 AD, tapi dokumen sejarah tidak memberikan bukti untuk tanggal lebih awal dari 336 AD. Gereja didorong oleh kekuatan politik dan ditarik oleh keinginan untuk mengkooptasi perayaan populer penyembah berhala, sekalipun kurangnya bukti bahwa Kristus lahir pada bulan Desember. Konstantin membangun Gereja Kelahiran Kristus di Betlehem, salah satu gereja tertua yang masing berlangsung hingga hari ini di dunia (saat ini dikelola oleh sebuah koalisi Katolik Roma dan Yunani Ortodoks ulama).
Dan pada tahun 354 Ms, Bishop Liberius dari Roma memerintahkan umat untuk merayakan Natal pada tanggal 25 Desember sebagaimana dikatakan, “In 354 A.D., Bishop Liberius of Rome ordered the people to celebrate on December 25. He probably chose this date because the people of Rome already observed it as the Feast of Saturn, celebrating the birthday of the sun”[8].
(Pada tahun 354, Bishop Roma bernama Liberius memerintahkan umat agar merayakan 25 Desember. Mungkin dia memilih tanggal tersebut dikarenakan rakya Roma telah memelihara Perayaan Saturnalia sebagai kelahiran dewa matahari).
Namun menurut kesaksian lainnya ternyata yang menetapkan tanggal 25 Desember sebagai hari kelahiran Yesus bukan hanya Konstantin melainkan bidat bernama Cerinthus. Siapa Cerinthus? “Cerinthus A Gnostic-Ebionite heretic, contemporary with St. John...Cerinthus was an Egyptian, and if not by race a Jew...Cerinthus's doctrines were a strange mixture of Gnosticism, Judaism, Chiliasm, and Ebionitism”[9]
(Cerinthus adalah seorang Gnostik dan bidat Ebionit yang sejaman dengan Santo Yohanes...Cerinthus adalah seorang Mesir dan bukan ras Yahudi...doktrin Cerinthus merupakan campuran aneh antara Gnostisisme, Yudaisme, Chiliasme serta Ebionitisme).
Dan dalam laporan Irenaeus dalam bukunya Adversus Haeresies menyebutkan bagaimana Rasul Yohanes pada suatu hari mandi di permandian umum dan ketika Cerinthus datang maka Yohanes mengajak murid-muridnya menghindari Cerintus dan berkata, “Mari keluar semua, jangan sampai rumah permandian in runtuh sebab Cerinthus, sang musuh dari kebenaran berada di dalam!”[10]
Seorang sarjana astronomi, geografi dan matematikawan Armenia bernama Ananias Shirak (610-685)[11] melaporkan bahwa penempatan tanggal 25 Desember sebagai hari kelahiran Yesus adalah upaya bidat Cerinthus sebagaimana dikatakan, “The Festival of the holy Birth of Christ, on the 12th day before the feast of the Baptism, was not appointed by the holy apostles, nor by their successors either, as is clear from the canons of the holy apostle . For it is written in the 6th chapter of the canons as follows: 2 that the apostles appointed and laid it down firmly, that the Festival of the Birth and Epiphany of our Lord and Saviour, the chief and first of the festivals of the Churches (should be) on the 21st day of the month Tebeth, which is 6th of January, according to the Romans.
But many years after their fixing the canons, this festival was invented, as some say, by the disciples of the heretic Cerinthus; and was accepted by the Greeks, because they were truly fond of festivals and most fervent in piety; and by them it was spread and diffused all over the world.. But in the days of the holy Constantine, in the holy Council of Nice, this festival was not received by the holy fathers”[12]
(Perayaan kelahiran suci Kristus, pada hari ke-12 sebelum pesta Baptisan, adalah tidak diangkat baik oleh rasul suci, maupun oleh penerus mereka, seperti nyata dari kanon para rasul suci. Sebab ada tertulis dalam bab 6 dari kanon sbb: bahwa para rasul diangkat dan meletakkannya dengan kuat, bahwa perayaan Kelahiran dan Epiphany dari Junjungan Agung dan Juruselamat, pendahulu dan perayaan pertama Gereja-gereja (seharusnya) pada hari ke-21 bulan Tebeth, yang merupakan 6 Januari, menurut Roma. Namun setelah bertahun-tahun mereka memperbaiki kanon, perayaan ini diciptakan, seperti kata beberapa orang, oleh para murid dari bidat Cerinthus, dan diterima oleh orang Yunani, karena mereka benar-benar menyukai perayaan ini dan paling bersemangat dalam kesalehan, dan oleh mereka itu tersebar dan menyebar di seluruh dunia. Namun pada masa kehidupan Konstantin suci, pada Konsili Nicea, perayaan ini ini tidak diterima oleh para bapa suci).
Mengapa Cerinthus memilih tanggal 25 Desember? Dalam artikel berjudul, What Does the Catholic Church Teach About Christmas and the Holy Days? dijelaskan sbb: “Probably because that was the day of celebration of the birthday of the sun-god Mithra. December 25th also took place during the Saturnalia, hence it was acceptable to at least two groups of pagans. Followers of Mithra represented an influential group in the Roman Empire. Other practices associated with Mithraism have become part of the Roman and Orthodox Catholic churches (such as their communion services)[13].
(Mungkin karena itu adalah hari perayaan kelahiran dewa matahari Mithra. 25 Desember juga terjadi selama Saturnalia, maka itu diterima setidaknya oleh dua kelompok kafir. Pengikut Mithra mewakili sebuah kelompok berpengaruh di Kekaisaran Romawi. Praktek-praktek lain yang terkait dengan Mithraisme telah menjadi bagian dari gereja-gereja Katolik Roma dan Ortodoks (seperti pelayanan komuni).
Apakah Bapa Gereja Memerintahkan Perayaan Natal 25 Desember?
Siapakah yang dimaksudkan dengan istilah Bapa Gereja (Church Fathers)? James P. Eckman memberikan penjelasan sbb: “Pada akhir Abad Pertama, kematian para rasul menghasilkan kevakuman kepemimpinan di dalam gereja. Siapa yang berhak memimpin orang-orang beriman?Siapa yang akan memimpin dan menuntun berkembangnya iman Kristen? Kelompok yang mengisi kekosongan ini kemudian dikenal dengan sebutan “Para Bapa Gereja”. Sebagai sebuah istilah yang menggambarkan rasa sayang dan kepercayaan, yaitu “bapak” secara umum diberikan pada sejumlah pemimpin rohani yang dikenal dengan sebutan para bishop atau para diaken. Bapa Gereja dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu, Bapa Rasuli (95-100 Ms), Para Apologet atau Pembela Iman (150-300 Ms) serta Para Teolog (300-600 Ms). Kelompok Bapa Rasuli banyak menulis dan memfokuskan pada persoalan diseputar tata ibadah dan hirarki kepemimpinan gereja. Kelompok Para Apologet lebih memfokuskan mempertahankan iman dari serangan tulisan-tulisan kaum kafir dan penyembah berhala. Sementara kelompok Para Teolog mulai menyusun berbagai sistematika pemikiran-pemikiran teologi“[14].
Tulisan Bapa Gereja sesungguhnya menolong kita memahami berbagai perkembangan dan tantangan serta persoalan yang dihadapi jemaat Kristen non Yahudi zaman itu termasuk munculnya para bidat-bidat. Pengabaian kajian terhadap tulisan para Bapa Gereja menyebabkan Kekristenan kehilangan rantai sejarah dan pemahaman mengenai status penulis injil dan surat-surat rasuli, keberadaan bidat-bidat, pergulatan mengenai ibadah dan tata ibadah dan hal-hal mendasar lainnya.
Tidak semua Bapa Gereja menyetujui penanggalan 25 Desember sebagai perayaan kelahiran Yesus Sang Mesias. Tertulianus (155-130 Ms), Origenes (184-253 Ms), Irenaeus (202 Ms) menolak perayaan Christmass 25 Desember sebagaimana dikatakan, “Christmas was not among the earliest festivals of the Church. Irenaeus and Tertullian omit it from their lists of feasts ; Origen, glancing perhaps at the discreditable imperial Natalitia , asserts (in Lev. Hom. viii in Migne, P.G., XII, 495) that in the Scriptures sinners alone, not saints, celebrate their birthday; Arnobius (VII, 32 in P.L., V, 1264) can still ridicule the "birthdays" of the gods”[15]
(Natal tidak ditemukan antara perayaan awal Gereja. Irenaeus dan Tertullian menghilangkan dari daftar perayaan mereka, Origenes, kemungkinan melirik pada Natalitia kekaisaran yang memalukan sambil menegaskan (.. Dalam Im Hom viii di Migne, PG, XII, 495) bahwa dalam Kitab Suci orang-orang berdosa saja, bukan orang suci, yang merayakan ulang; Arnobiuspun (VII, 32 di PL, V, 1264) mengejek ulang tahun para dewa).
Kita ikuti pernyataan salah satunya dari Tertulianus sbb: “The Minervalia are as much Minerva's, as the Saturnalia Saturn's; Saturn's, which must necessarily be celebrated even by little slaves at the time of the Saturnalia. New-year's gifts likewise must be caught at, and the Septimontium kept; and all the presents of Midwinter and the feast of Dear Kinsmanship must be exacted; the schools must be wreathed with flowers; the flamens' wives and the aediles sacrifice; the school is honoured on the appointed holy-days. The same thing takes place on an idol's birthday; every pomp of the devil is frequented. Who will think that these things are befitting to a Christian master, unless it be he who shall think them suitable likewise to one who is not a master? “[16]
(Perayaan Minervalia sebagaimana banyaknya pengikut Minerva, seperti juga perayaan Saturnalia sebanyak pengikut Saturnus. Saturnus yang tentu harus dirayakan bahkan oleh budak sekalipun pada saat perayaan Saturnalia. Hadiah tahun baru juga harus dipersiapkan; Septimontium dipertahankan; semua hadiah dari pertengahan musim dingin serta perayaan Dear Kinsmanship harus dinyatakan; sekolah-sekolah harus dilingkari dengan bunga-bunga, istri flamens 'dan aediles dipersembahkan; sekolah dihormati pada hari kudus-ditunjuk. Hal yang sama terjadi pada hari ulang tahun berhala itu, setiap kemegahan dari Satan adalah sering dikerjakan terus menerus. Siapa yang akan berpikir bahwa hal-hal ini bersesuaian dengan Kristen sejati, kecuali dia yang akan berpikir bahwa mereka bersesuaian untuk orang yang bukan Kristen sejati?).
Tertulianus melanjutkan komentarnya, “But, however, the majority (of Christians) have by this time induced the belief in their mind that it is pardonable if at any time they do what the heathen do, for fear "the Name be blasphemed"...To live with heathens is lawful, to die with them is not. Let us live with all; let us be glad with them, out of community of nature, not of superstition. We are peers in soul, not in discipline; fellow-possessors of the world, not of error. But if we have no right of communion in matters of this kind with strangers, how far more wicked to celebrate them among brethren! Who can maintain or defend this?...By us,...the Saturnalia and New-year's and Midwinter's festivals and Matronalia are frequented--presents come and go--New-year's gifts--games join their noise--banquets join their din! Oh better fidelity of the nations to their own sect, which claims no solemnity of the Christians for itself!...Not the Lord's day, not Pentecost, even it they had known them, would they have shared with us; for they would fear lest they should seem to be Christians. We are not apprehensive lest we seem to be heathens!”[17]
(Tapi, bagaimanapun, mayoritas (Kristen) pada saat ini telah dipengaruhi kepercayaan dalam pikiran mereka bahwa itu adalah sesuatu yang dapat dimaklumi jika sewaktu-waktu mereka melakukan apa yang orang kafir lakukan, karena takut "Sang Nama akan dihujat" ... Untuk hidup dengan orang kafir adalah sah, untuk mati dengan mereka adalah tidak. Marilah kita hidup dengan semua orang, marilah kita bersukacita dengan mereka, keluar dari komunitas alam, bukan takhayul. Kami rekan-rekan dalam jiwa, bukan dalam disiplin; sesama pemiliknya dunia, bukan dari kesalahan. Tetapi jika kita tidak punya hak persekutuan dalam hal semacam ini dengan orang asing, maka betapa sangat jahatnya merayakan mereka di antara saudara-saudara! Siapa yang dapat mempertahankan atau membela perkara ini? ... melalui kita, ... Saturnalia dan Tahun Baru dan perayaan pertengahan musim dingin serta Matronalia sering dilaksanakan? datang silih berganti - hadiah Tahun Baru - bergabung dengan kebisingan permainan mereka - bergabung dengan pesta makan malam mereka! ! Oh kesetiaan terbaik dari suatu bangsa untuk sekte mereka sendiri, yang mengklaim tidak ada kekhidmatan umat Kristen bagi diri mereka sendiri ... Bukan hari Tuan, bukan Pentakosta, sekalipun mereka telah mengenal itu semua, akankah mereka telah berbagi dengan kami, karena mereka takut jangan sampai nampak menjadi orang Kristen. Kami tidak khawatir sehingga jangan sampai nampak menjadi orang kafir!).
Penjelasan Tertulianus sesungguhnya mengatakan kepada kita bahwa merayakan perayaan pertengahan musim dingin telah menjadikan orang-orang Kristen menjadi pengikut dewa-dewa kekafiran dan dikarenakan banyak penyembah berhala tidak mengikuti apa yang dirayakan oleh orang Kristen, maka demikianlah seharusnya orang Kristen tidak merayakan perayaan kekafiran mereka.
Perayaan Natal Sebelum Konstantin
Bukti sejarah menunjukkan bahwa sebelum Konstantin menetapkan perayaan kelahiran Yesus tanggal 25 Desember, sudah ada praktek-praktek perayaan yang berada di Mesir terkait keyakinan kelahiran Yesus dengan berbagai kontroversi penanggalan kelahiran Yesus. Dalam Encylopedia Catholic dijelaskan sbb, “The first evidence of the feast is from Egypt. About A.D. 200, Clement of Alexandria (Strom., I, xxi in P.G., VIII, 888) says that certain Egyptian theologians "over curiously" assign, not the year alone, but the day of Christ's birth, placing it on 25 Pachon (20 May) in the twenty-eighth year of Augustus. [Ideler (Chron., II, 397, n.) thought they did this believing that the ninth month, in which Christ was born, was the ninth of their own calendar.] Others reached the date of 24 or 25 Pharmuthi (19 or 20 April). With Clement's evidence may be mentioned the "De paschæ computus", written in 243 and falsely ascribed to Cyprian (P.L., IV, 963 sqq.), which places Christ's birth on 28 March, because on that day the material sun was created. But Lupi has shown (Zaccaria, Dissertazioni ecc. del p. A.M. Lupi, Faenza, 1785, p. 219) that there is no month in the year to which respectable authorities have not assigned Christ's birth. Clement, however, also tells us that the Basilidians celebrated the Epiphany, and with it, probably, the Nativity, on 15 or 11 Tybi (10 or 6 January)”[18]
(Bukti pertama dari hari raya adalah dari Mesir. Sekitar tahun 200, Clement dari Alexandria [Strom., saya, xxi di PG, VIII, 888] mengatakan bahwa teolog Mesir tertentu "lebih anehnya" menetapkan, tidak tahun saja, tetapi hari kelahiran Kristus, yang meletakkan pada tanggal 25 Pachon (20 Mei) pada tahun dua puluh delapan Augustus. [Ideler (Chron., II, 397, n.) mengira mereka yang melakukan ini percaya bahwa bulan kesembilan, di mana Kristus lahir, adalah bulan kesembilan kalender mereka sendiri.] yang lainnya mengembangkan ke tanggal 24 atau 25 Pharmuthi [19 atau 20 April]. Dengan bukti yang dimiliki Clement dalam "De paschæ computus", ditulis dalam tahun 243 dan secara keliru dihubungkan pada Siprianus [PL, IV, 963 sqq.], yang menempatkan kelahiran Kristus pada tanggal 28 Maret, karena pada hari itu bahan matahari sedang diciptakan. Namun Lupi telah menunjukkan [Zaccaria, Dissertazioni ecc del hal. PM Lupi, Faenza, 1785, hal 219] bahwa tidak ada bulan di tahun yang dihormati kaum berwenang menghubungkannya dengan kelahiran Kristus. Namun demikian, Clement memberitahu kita bahwa kaum Basilidies merayakan Epiphany, dan dengan itu kemungkinannya kelahiran Kristus jatuh pada tanggal 15 atau 11 Tybi yaitu10 atau 6 Januari).
Pelarangan Perayaan Natal Dalam Catatan Sejarah
Perayaan Natal/Christmass ternyata bukan produk para bidat Gereja sebagaimana dituduhkan beberapa kelompok Kristen yang akhir-akhir ini bereaksi terhadap koreksi asal usul Natal yang telah tercampur unsur-unsur paganisme atau kekafiran.
Pelarangan perayaan Natal/Christmass 25 Desember bukan hanya berhenti pada masa Tertulianus dan Origenes serta Irenaeus pada Abad II Ms, namun juga berlanjut pada zaman Reformasi oleh Luther pada Abad VI Ms. Tahun 1538 Gereja Presbiterian di Skotlandia melarang perayaan Natal. Pada suatu masa dimana Gubernur Cromwell di Inggris mengeluarkan larangan melalui tindakan parlemen pada tahun 1647. Pada tahun 1659, Massachusetts Pilgrims mengeluarkan aturan melarang Natal di New England seiring pelarangan pesta Wassailing dari kata Wassail yaitu racikan anggur panas yang dibumbui dengan apel panggang kecil atau cengkeh bertabur jeruk mengambang di atasnya[19]
Pandangan Kedua:
Catatan Kuno Bapa Gereja
Jika pandangan pertama menghubungkan asal usul Christmass 25 Desember dengan perayaan paganisme Saturnalia yang diadopsi dalam tubuh Kekristenan dan diresmikan atas perintah kaisar Konstantin pada tahun 325 Ms. Maka pandangan kedua justru merujuk pada ketetapan yang sudah beredar dan dipelihara oleh gereja timur jauh sebelum Konstantin dimana perayaan kelahiran Yesus jatuh pada tanggal 6 Januari kalender Yulian yang dikonversi ke kalender Gregorian menjadi tanggal 25 Desember. Beberapa data pendukung untuk terhadap keyakinan tersebut akan kita ulas satu persatu. Pada akhir pemaparan akan dikaji valaiditas data tersebut dalam bagian tersendiri dalam artikel ini.
Kesaksian Kalender Philocalus Mengenai Chronography 354
Apa yang dimaksudkan dengan Chronography 354 dan kalender Philocalus? Berikut keterangannya, “The Chronography of 354, also known as the Calendar of 354, was a 4th century illuminated manuscript, which was produced in 354 AD for a wealthy Roman Christian named Valentinus. It is the earliest dated codex to have full page illustrations. None of the original has survived. The term Calendar of Filocalus is sometimes used to describe the whole collection, and sometimes just the sixth part, which is the Calendar itself. Other versions of the names ("Philocalus", "Codex-Calendar of 354") are occasionally used. The text and illustrations are available online.[1] Amongst other historically significant information, the work contains the earliest reference to the celebration of Christmas as a holiday or feast”[20]
(Chronography tahun 354, juga dikenal sebagai Kalender 354, adalah sebuah manuskrip gemilang abad ke-4 Ms, yang diproduksi pada tahun 354 Ms untuk seorang Kristen Romawi kaya yang bernama Valentinus. Ini adalah naskah kuno awal yang memiliki halaman ilustrasi penuh. Tak satu pun dari kalender yang asli telah bertahan. Istilah Kalender Filocalus kadang-kadang digunakan untuk menggambarkan seluruh koleksi, dan kadang-kadang hanya bagian keenam, yang merupakan Kalender itu sendiri. Versi lain dari nama-nama tersebut (Philocalus, Codex-Kalender 354) silih berganti digunakan. Teks dan ilustrasinya tersedia secara online. Di antara informasi historis penting lainnya, karya ini berisi referensi awal untuk perayaan Natal sebagai hari perayaan atau pesta).
Chronography tersebut yang berisikan kalender Romawi kuno dan informasi aktivitas serta kehidupan di zaman Romawi termasuk daftar para martir. Dalam Chronoraphy tertulis daftar kematian seseorang sbb:
VIII kal. Ian. Natus Christus di Betleem Iudeae
artinya : Hari 8 (VII/delapan) sebelum Kalender Januari Kelahiran Kristus di Bethlehem Yudea[21]
Jika diasumsikan hari ke-8 adalah tanggal 1 Januari, maka dihitung mundur hari pertama adalah jatuh tanggal 25 Desember sebagaimana berikut:
1 Januari = Hari ke-Delapan
31 Desember = Hari ke-Tujuh
30 Desember = Hari ke-Enam
29 Desember = Hari ke-Lima
28 Desember = Hari ke-Empat
27 Desember = Hari ke-Tiga
26 Desember = Hari ke-Dua
25 Desember = Hari Pertama
The Didascalia Apostolorum (250 Ms)
Apa yang dimaksudkan dengan The Didascalia Apostolorum? Berikut kami kutipkan penjelasan dari salah satu sumber sbb, “Didascalia Apostolorum (or just Didascalia) is a Christian treatise which belongs to the genre of the Church Orders. It presents itself as being written by the Twelve Apostles at the time of the Council of Jerusalem, however, scholars agree that it was actually a composition of the 3rd century CE, perhaps around 230 CE. The Didascalia was clearly modeled on the earlier Didache. The author is unknown, but he was probably a bishop. The provenience is usually regarded as Northern Syria, possibly near Antioch”[22]
(Didascalia Apostolorum -atau Didascalia saja- adalah sebuah risalah Kristen yang termasuk dalam genre Tata Gereja. Kitab ini menyajikan dirinya sebagai ditulis oleh Dua Belas Rasul pada saat Konsili Yerusalem, bagaimanapun, para sarjanan sepakat bahwa itu sebenarnya komposisi abad ke-3 Masehi, mungkin sekitar 230 Masehi. Didascalia sangat jelas diperagakan pada Didache awal. Penulisnya tidak diketahui,. Tetapi ia mungkin uskup. Asal usulnya biasanya dianggap dari Syria Utara, mungkin dekat Antiokhia)
Dalam halaman 19 terjemahan Didaskalia dituliskan sebuah ketetapan demikian: “The apostle decreed that they should make the day of Ephiphany of our saviour to be the beginning of the yearly feast, on 6th of january (second Conun) according to the number of the month of the Greeks”[23]
(Rasul menetapkan bahwa mereka harus membuat hari Ephiphany dari Juruslamat kita menjadi awal dari hari raya tahunan, yaitu pada 6 Januari (Conun kedua) sesuai dengan jumlah bulan dari Yunani)
Hippolytus of Rome; Commentary on the Prophet Daniel (225 Ms)
Gereja Koptik membuktikan bahwa berdasarkan tulisan Hyppolytus (170-236) dari Roma dengan judul Komentar Terhadap Kitab Daniel sbb: “Coptic Christmas is observed on the 7th day of January. The 25 December Nativity of Christ was attested very early by Hippolytus of Rome (170–236) in his Commentary on Daniel 4:23: “The first coming of our Lord, that in the flesh, in which he was born at Bethlehem, took place eight days before the calends of January, a Wednesday, in the forty-second year of the reign of Augustus, 5500 years from Adam.” Another early source is Theophilus Bishop of Caesarea (115-181):"We ought to celebrate the birth-day of our Lord on what day so ever the 25th of December shall happen." (Magdeburgenses, Cent. 2. c. 6. Hospinian, de orign Festorum Chirstianorum)”[24]
(Natal Koptik dilaksanakan pada tanggal 7 Januari. Natal Kristus pada 25 desember dibuktikan sangat awal oleh Hippolytus dari Roma (170-236) dalam Komentar Mengenai Daniel 4:23: "Kedatangan pertama dari Tuhan kita, dalam daging, di mana ia dilahirkan di Betlehem, terjadi pada delapan hari sebelum bulan Januari, hari Rabu, dalam tahun keempat puluh kedua pemerintahan Augustus, 5500 tahun dari Adam”. Sumber awal lainnya adalah Teofilus Uskup Kaisarea (115-181) sbb: Kita harus merayakan kelahiran-hari Tuhan kita menjelang tanggal 25 Desember " (Magdeburgenses, Cent 2.. C. 6. Hospinian, de orign Festorum Chirstianorum)
Hippolytus dari Roma (170 - 235) adalah teolog abad ke-3 paling penting dalam Gereja Kristen di Roma, di mana ia mungkin lahir. Photios I dari Konstantinopel menggambarkan dirinya dalam bukunya Bibliotheca (cod. 121) sebagai seorang murid Irenaeus, yang mengatakan sebagai murid Polikarpus, Hipolytus berbeda pendapat dengan para paus pada zamannya dan tampaknya telah mengepalai sebuah kelompok skismatik sebagai saingan uskup Roma. Untuk alasan inilah dia terkadang sebagai Anti Paus yang pertama.. Dia menentang para uskup Romawi yang memperlunak sistem pertobatan untuk mengakomodasi sejumlah besar orang kafir yang melakukan konversi. Sangat mungkin dia berdamai dengan Gereja ketika dia meninggal sebagai martir[25].
Nama Hippolytus terkadang dihubungkan dengan pengoleksi naskah pseudoepograpik sebagaimana dikatakan: “Ancient Church Orders is a genre of early Christian literature, ranging from 1st to 5th century, which has the aim to offer authoritative "apostolic" prescriptions on matters of moral conduct, liturgy and Church organization. These texts are extremely important in the study of early liturgy and served as the basis for much ancient ecclesiastical legislation.A characteristic of this genre is their pseudepigraphic form. Many of them profess to have been handed down by the Twelve Apostles, in some case purported to have been gathered by Clement of Rome or by Hippolytus of Rome. In the earliest of them, the Didache, extends to the title: The teaching of the Lord to the Gentiles by the Twelve Apostles. The later Testamentum Domini declares itself to be the legacy left by Jesus Christ himself to his Apostles before the Ascension, and to give his own words and commands as to the government of the Church. Apart from the Apostolic Constitutions, which was printed before 1563, all other texts have been discovered and published in the 19th or early 20th century”[26]
(Tata Gereja Kuno adalah genre literatur Kristen awal, mulai dari Abad 1 sampai 5, yang memiliki tujuan untuk menawarkan otoritas "Apostolik" mengenai masalah-masalah perilaku moral, liturgi dan organisasi Gereja. Teks-teks ini sangat penting dalam studi liturgi awal dan berfungsi sebagai dasar bagi undang-undang gerejawi yang lebih tua. . karakteristik dari genre ini adalah bentuk pseudepigraphic mereka. Banyak dari mereka mengaku telah diturunkan oleh Dua Belas Rasul, dalam beberapa kasus konon telah dikumpulkan oleh Clement dari Roma atau oleh Hippolytus dari Roma. Yang paling awal dari naskah itu adalah, Didache yang diperluas judulnya menjadi Ajaran Tuhan kepada orang bukan Yahudi oleh Dua Belas Rasul. Testamentum Domini kemudian menyatakan diri sebagai warisan yang ditinggalkan oleh Yesus Kristus sendiri untuk Rasul sebelum Kenaikan, dan untuk memberikan kata-katanya sendiri dan perintah kepada pemerintah Gereja. Selain dari Konstitusi Apostolik, yang dicetak. sebelum 1563, semua teks lain telah ditemukan dan diterbitkan dalam abad ke-20 ke-19 atau awal).
Abba Demetrius (189-232 Ms)
Baba Dimitri atau Abba Demetrius adalah Uskup/Patriarch of Alexandria (189-232 AD). Ia adalah Bishop ke-11 setelah rasul Markus. Baba Dimitri inilah yang sangat serius melawan ajaran Origen[27]
Salah satu Dokumen Penanggalan Natal pertama kali ditetapkan tahun 198 masehi oleh Bapa Gereja Mesir; Baba Dimitri (Abba Demetrius) tsb & tahunnya disebut tahun "Anno Martyri" (tahun setelah penganiayaan selesai). Perhitungan itu pertama kalinya secara akurat dihitung di Mesir oleh seorang astronom dari Gereja Koptik, namanya Batlimeus, yang pada akhir abad kedua Masehi membuat perhitungan yang cermat atas perintah Baba Dimitri.
Batlimous melakukan perhitungan berdasarkan penampilan bintang Siriuz & Kalender Mesir. Ia akhirnya menemukan kelahiran Yesus terjadi pada tanggal 29 pada bulan Khiahk, atau pada tanggal 25 bulan Tebeth (kalender Yahudi).
Clement dari Alexandria (185 Ms)
Dalam bukunya yang terkenal dengan judul L’Es Stromate (Book I, XXI) Clement menuliskan sbb, "And there are those who have determined not only the year of our Lord's birth, but also the day; and they say that it took place in the twenty-eighth year of Augustus, and in the twenty-fifth day of Pachon."[28]
(Dan ada orang-orang yang ditentukan tidak hanya tahun kelahiran Tuhan kita,tetapi juga hari, dan mereka mengatakan bahwa itu terjadi pada tahun dua puluh delapan Augustus, dan pada hari kedua puluh lima dari Pachon).Tanggal 25 Pachon menurut kalender Mesir dan itu berarti 25 Desember menurut kalender Romawi[29].
Apostolic Constitutions (Book V)/Didake
Dalam sub judul “A Catalogue of the Feasts of the Lord Which are to Be Kept, and When Each of Them Ought to Be Observed” disebutkan sbb: “XIII. Brethren, observe the festival days; and first of all the birthday which you are to celebrate on the twenty-fifth of the ninth month; after which let the Epiphany be to you the most honoured, in which the Lord made to you a display of His own Godhead, and let it take place on the sixth of the tenth month; after which the fast of Lent is to be observed by you as containing a memorial of our Lord's mode of life and legislation. But let this solemnity be observed before the fast of the passover, beginning from the second day of the week, and ending at the day of the preparation. After which solemnities, breaking off your fast, begin the holy week of the passover, fasting in the same all of you with fear and trembling, praying in them for those that are about to perish”[30]
(XIII. Saudara-saudara, amati hari-hari festival, dan pertama dari semua ulang tahun yang Anda merayakannya pada tanggal dua puluh lima bulan kesembilan, setelah yang membiarkan Epiphany adalah untuk Anda yang paling dihormati, di mana Tuhan dibuat untuk Anda tampilan Ketuhanan-Nya sendiri, dan biarkan berlangsung di enam bulan yang kesepuluh, setelah itu cepat Prapaskah yang akan diamati oleh Anda sebagai berisi peringatan modus Tuhan kita hidup dan undang-undang. Tapi biarkan kekhidmatan ini diamati sebelum cepat Paskah, mulai dari hari kedua dalam seminggu, dan berakhir pada hari persiapan. Setelah itu raya, putus puasa, mulai minggu suci Paskah, puasa di sama kalian semua dengan takut dan gentar, berdoa di dalamnya bagi mereka yang akan binasa)
Tanggapan Atas Kesaksian Bapa Gereja dan Catatan Kuno
Mengenai catatan Klemen dalam buku L’Es Stromate (Book I, XXI) dimana disebut-sebut tanggal 25 Pachon sebagai kelahiran Mesias. Pachon adalah nama salah satu bulan dalam kalender Mesir[31] dan bulan tersebut menunjuk pada tanggal 20 Mei sebagaimana penjelasan oleh Ed Rickard sbb, “If we reckon Augustus' reign from the Battle of Actium, on 2 September 31 BC, when he put down his last rival, Antony, and if we count the accession year (as was customary in Egyptian reckoning of Roman regnal years (22)), Augustus' twenty-eighth year on the Egyptian calendar lasted from 29 August 3 BC to 28 August 2 BC (23). The twenty-fifth day of Pachon in that year was 20 May 2 BC (24)”[32]
(Jika kita memperhitungkan pemerintahan Augustus 'dari Pertempuran Actium, pada tanggal 2 September 31 SM, ketika ia meletakkan saingannya terakhir, Antonius, dan jika kita menghitung tahun aksesi (seperti adat dalam perhitungan Mesir tahun regnal Romawi (22)) , dua puluh delapan tahun Augustus 'pada kalender Mesir berlangsung dari 29 Agustus 3 SM sampai 28 Agustus 2 SM (23). Hari dua puluh lima Pachon pada tahun itu adalah 20 Mei 2 SM (24))
Dan bulan Pachon adalah jatuh musim panas bukan musim dingin[33] dan ini tidak cocok jika dihubungkan dengan bulan Desember yang adalah jatuh pada musim dingin.
Mengenai tulisan Hippolytus, Johannes Quasten dalam bukunya The Ante-Nicene Literature after Irenaeus, vol. 2, Patrology mengatakan bahwa bahwa referensi untuk Desember 25 merupakan koreksi akhir dari tanggal sebenarnya dinyatakan oleh penulis yaitu 2 April. Hippolytus mempertahankan dua penanggalan dalam naskah yang sama. Ada dua alasan yang menunjukkan bahwa kemungkinan bahwa 2 April adalah pembacaan asli yaitu: Pertama, ditemukannya karya Hippolytus yang hilang dengan judul De Pascha Computus dimana dicantumkan bahwa kelahiran Yesus pada saat Paskah yaitu sekitar April. Kedua, dalam Museum Lateran di Roma tersimpan patung Hippolytus dan di dalam patung ada tertulis penanggalan Paskah untuk tahun 222-333, dan disamping penanggalan tersebut tertulis angka 2 April dengan disertai penjelasan “kelahiran” Yesus. Tidak diragukan lagi patung itu dimaksudkan untuk menghormati Hippolytus sebagai orang yang menghitung tanggal Paskah di masa depan. Penanggalan 2 April diduga adalah anggapan yang pertama diyakini oleh Hippolytus.
Mengenai catatan yang bersumber dari Kitab Didake dan Didaskalia. Keberadaan kitab ini masih menjadi kontroversi dalam catatan para sarjana Kitab Suci. Gereja Orthodok memasukkan Kitab Didake dalam daftar kanonnya yang berjumlah 81 kitab[34]. Sementara Katolik, Orthodox, Protestan tidak memasukkan dalam daftar kanon namun menjadikan kitab tersebut sebagai sumber sejarah yang mengungkap kehidupan jemaat perdana.
Kontroversi terkait dengan kepenulisan dan kapan kitab ini ditulis. Kepenulisan kitab tersebut masih dipertanyakan apakah ditulis oleh rasul-rasul sebagaimana klaim penulis kitab tersebut atau ditulis beberapa ratus kemudian oleh murid yang mengatasnamakan rasul-rasul, tidaklah dapat dipastikan[35].
Kapan kitab ini mulai ditulis masih simpang siur. Ada yang menempatkan pada Abad IV Ms dan ada pula yang menempatkan pada Abad I Ms[36]. Keberadaan kitab Didake memang sudah disinggung dalam tulisan para Bapa Gereja seperti Eusebeius, Athanasius, Clement[37]
Terhadap nilai kitab Didake yang masih dipertanyakan kehistorisannya dengan para rasul, sekalipun isinya sangat bermanfaat bagi petunjuk moral Kristiani, namun catatan penanggalan yang diberikan belum dapat dijadikan bukti keakuratan pernyataan bahwa Yesus Sang Mesias lahir pada tanggal 25 Desember.
Mengenai catatan Abba Demetrius dan Chronography 354 kemungkinan keduanya telah mendapat dari dua informasi yaitu dari Kitab Didake atau Didascalia Apostolurum dan yang kedua dari Cerinthus. Tarikh Kitab Didake diperkirakan sekitar tahun 70 Ms – 100 Ms[38] sementara bidat Cerinthus hidup sekitar tahun 100 Ms[39]. Informasi paling tua mengenai penanggalan kelahiran Yesus 25 Desember hanyalah dari dua sumber tersebut dan akurasi informasi tersebut. Jika keberadaan Cerinthus lebih tua dari Kitab Didake maka bisa jadi Cerinthus bidat Gnostik tersebut telah memberikan andil bagi penyebarluasan berita yang diragukan kebenarannya tersebut. Jika para rasul yang mendapatkan informasi mengenai kelahiran Yesus, mengapa tidak dicantumkan dalam Kisah Para Rasul dan dicantumkan dalam sebuah kitab yang tidak terkanonisasi dan masih menjadi bahan perdebatan kesahihannya dengan karya para rasul.
Apakah Tanggal 25 Desember Cocok Dengan Kesaksian Lukas 1:26-38?
Dari semua kesaksian sekunder dari Hyppolitus, Clement, Kalender Philocalus yang berisi Chronography 354 Ms, Abba Demetrius serta Didascalia Apostolorum semuanya menunjuk pada tanggal 25 Desember menurut kalender Gregorian dan tanggal 6 Januari menurut kalender Julian. Tinggal kita sekarang menguji apakah penanggalan 25 Desember itu cocok dengan kesaksian Lukas 1:26-38?
Sensus Penduduk
Luk 2:1-2, Pada waktu itu Kaisar Agustus mengeluarkan suatu perintah, menyuruh mendaftarkan semua orang di seluruh dunia. Inilah pendaftaran yang pertama kali diadakan sewaktu Kirenius menjadi wali negeri di Siria. Mulai kapan Kaisar Agustus memerintah? Menurut M.C. Tenney dalam New Testament Times menyebutkan bahwa Kirenius memerintah sebagai wali negeri Syria pada tahun 6 SM[40]. Saat itulah sensus penduduk dilaksanakan. Ada dua sensus yang dilaksanakan oleh Kirenius (Quirinius) namun ada beberapa perbedaan pemahaman diantara para peneliti sejarah. Dr. E. Jerry Vardaman dalam bukunya Chronos, Kairos, Christos mengatakan sensus dilaksanakan setiap 17 tahun sekali dan sensus pertama jatuh tahun 12 sM dan sensus kedua jatuh pada tahun 6 Ms[41]. Pernyataan Dr. E. Jerry Vardaman dikuatkan oleh hasil penemuan arkeologi berupa batu nisan seorang perwira Romawi yang mengerjakan sensus di kota Apamea, Syria. Dalam batu nisan itu tertulis Lapis Venetus (batu Venesia) dengan angka tahun 10 sM. Sementara Blaiklock dalam bukunya Out of Earth menuliskan bahwa sensus diadakan setiap 14 tahun sekali. Sensus pertama jatuh tahun 104 sM dan sensus kedua jatuh pada tahun 7 atau 8 Ms[42].
Pertanyaannya adalah, apakah mungkin di bulan Desember dengan cuaca dingin dan bersalju pemerintahan Romawi melalui Kirenius akan melaksanakan sensus penduduk? Bukankah ini akan memicu pemberontakan?
Kain Lampin
Luk 2:6-7 Ketika mereka di situ tibalah waktunya bagi Maria untuk bersalin, dan ia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan.
Bagaimana mungkin dalam musim dingin dan bersalju bayi Yesus hanya dikenakan kain lampin? Dalam konteks dunia modern, suhu di Betlehem adalah 57 s/d. 42 derajat Fahrenheit (13,8 s/d. 5,5 derajat Celcius) sementara pada bulan Januari semakin meningkat intensitas dinginnya menjadi 53 s/d. 39 derajat Fahrenheit (11,6 s/d. 3,8 derajat Celcius)[43]. Pada zaman Yesus tentu belum ada pakaian hangat yang dapat melindungi secara utuh dari cuaca dingin sehingga penggunaan kain lampin di bulan Desember atau Januari justru sangat tidak mungkin.
Para Gembala Domba
Luk 2:8-9 Di daerah itu ada gembala-gembala yang tinggal di padang menjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam. Tiba-tiba berdirilah seorang malaikat Tuhan di dekat mereka dan kemuliaan Tuhan bersinar meliputi mereka dan mereka sangat ketakutan.
Dr. William Arndt From the Nile to the Watersof Damascus menjelaskan, “Scholars have pointed out that the considerably lower altitude of the field may not be without significance, but may explain why even in winter shepherds would not find these fields too cold for their flocks” [44](Para ahli telah menunjukkan bahwa ketinggian yang jauh lebih rendah dari sebuah padang tidak dapat tanpa sebuah makna, tetapi mungkin menjelaskan mengapa bahkan di musim dingin gembala tidak akan menemukan padang ini terlalu dingin untuk ternak mereka).
Adam Clare’s dalam Clarke's Commentary, Vol. V, p. 370 memberikan komentar perihal ketidakmungkinan para gembala menggembalakan domba di bulan Desember dengan mengatakan, “It was a custom among the Jews to send out their sheep to the deserts [wilderness], about thepassover[sic], and bring them home at the commencement of the firstrain: during the time they were out, the shepherds watched them night and day. As the passover [sic] occurred in the spring, and the first rain began early in the month of Marchesvan, which answers to part of our October and November, we find that the sheep were kept out in the open country during the whole of thesummer. And as these shepherds had not yet brought home their flocks, it is a presumptive argument that October had not yet commenced, and that, consequently, our Lord was not born on the 25th of December, when no flocks were out in the fields; nor could He have been born later than September, as the flocks were still in the fields by night. On this very ground thenativityin December should be given up. The feeding of the flocks by night in the fields is a chronological fact, which casts considerable light on this disputed point”[45]
(Selama domba-domba berada di luar, para penggembala mengawasinya siang dan malam. Bila. hujan pertama mulai turun pada bulan Marchesvan, atau antara bulan Oktober dan November, ternak-ternak itu mulai dimasukkan ke kandangnya. Kita pun mengetahui bahwa domba-domba itu dilepas di padang terbuka selama musim panas. Karena para penggembala belum membawa pulang domba-dombanya, berarti bulan Oktober belum tiba. Dengan demikian dapatlah diambil kesimpulan bahwa Yesus tidak lahir pada tanggal 25 Desember, ketika tidak ada domba-domba berkeliaran di padang terbuka di malam hari. Juga tidak mungkin dia lahir setelah bulan September, karena di bulan inilah domba-domba masih berada di padang waktu malam. Dari berbagai bukti inilah, kemungkinan lahir di bulan Desember itu harus disingkirkan. Memberi makan ternak di malam hari di ladang adalah fakta kronologis, yang melemparkan cahaya yang cukup besar untuk diperdebatkan pada titik ini).
Ada beberapa orang yang berusaha untuk membuktikan bahwa salju tidak turun selama bulan Desember sehingga mereka berusaha membuktikan bahwa saat Natal tanggal 25 Desember di Betlehem, cuaca sangat memungkinkan bagi gembala untuk menggembalakan ternaknya. Namun yang menjadi persoalan, dalam cuaca yang dingin dan malam hari, apakah mungkin para gembala duduk-duduk mengawasi domba-dombanya?
Mereka yang berusaha membuktikan tidak adanya saljud di bulan Desember di Betlehem sesungguhnya sedang berhadapan dengan dilema berikut ini. Jika benar bulan Desember di Betlehem tidak ada salju atau hanya salju kiriman, lalu bagaimana mereka menjelaskan citra dan gambaran Natal/Christmass 25 Desember dengan salju tebalnya? Darimana pencitraan ini muncul jika bukan dihubungkan dengan fakta cuaca dingin dan bersalju bukan hanya di belahan Eropa dan Amerika namun juga di Betlehem?
Perayaan Mana Yang Dirayakan Gereja Perdana?
Rasul-rasul tidak pernah memerintahkan bahkan menetapkan perayaan Natal/Christmass 25 Desember dengan segala pernak-pernik konsumeristis sebagaimana diperlihatkan dalam dunia komersial yang menyelinap dalam bungkus agama. Tidak ada Santa Klaus, tidak ada pohon cemara, tidak ada salju, tidak ada kereta rusa dll. Sejarah telah membuktikan asal usul paganisme perayaan Natal/Christmass 25 Desember. Perayaan ini disebarluaskan oleh Cerinthus dan diasimilasikan dalam Kekristenan dengan perayaan terhadap Saturnalia dengan kekuatan politik Konstantin.
Lalu hari raya apa yang dilaksanakan oleh rasul-rasul Perjanjian Baru? Bukti-bukti induktif dalam Kitab Perjanjian Baru menunjukkan bagaimana Yesus dan rasul-rasulnya tetap melestarikan dan merayakan hari-hari raya tersebut. Yesus merayakan Paskah sebagaimana dilaporkan dalam Matius 26:17-18 (Band. Luk 22:1,7) sbb: “Pada hari pertama dari hari raya Roti Tidak Beragi datanglah murid-murid Yesus kepada-Nya dan berkata: "Di mana Engkau kehendaki kami mempersiapkan perjamuan Paskah bagi-Mu?" Jawab Yesus: "Pergilah ke kota kepada si Anu dan katakan kepadanya: Pesan Guru: waktu-Ku hampir tiba; di dalam rumahmulah Aku mau merayakan Paskah bersama-sama dengan murid-murid-Ku”.
Yesus merayakan Pondok Daun atau Sukkot sebagaimana dilaporkan dalam Yohanes 77:1-2 sbb: “Sesudah itu Yesus berjalan keliling Galilea, sebab Ia tidak mau tetap tinggal di Yudea, karena di sana orang-orang Yahudi berusaha untuk membunuh-Nya. Ketika itu sudah dekat hari raya orang Yahudi, yaitu hari raya Pondok Daun”.
Bukan hanya Yesus namun para rasulpun memelihara dan merayakan hari-hari raya yang ditetapkan oleh YHWH sebanyak tujuh perayaan (Sheva Moedim) sebagaimana dilaporkan berikut ini.
Rasul Paul merayakan hari raya Pentakosta atau Shavuot sebagaimana dilaporkan dalam Kisah Rasul 20:16 (Band. Kis 2:10, 1 Kor 16:8), “Paulus telah memutuskan untuk tidak singgah di Efesus, supaya jangan habis waktunya di Asia. Sebab ia buru-buru, agar jika mungkin, ia telah berada di Yerusalem pada hari raya Pentakosta”.
Rasul Paul merayakan hari raya Pendamaian atau Yom Kippur sebagaimana dikatakan Kisah Rasul 27:9, “Sementara itu sudah banyak waktu yang hilang. Waktu puasa sudah lampau dan sudah berbahaya untuk melanjutkan pelayaran. Sebab itu Paulus memperingatkan mereka, katanya...”. Frasa “waktu puasa merujuk pada Perayaan Yom Kippur yang ditandai dengan berpuasa dari petang sampai petang.
Dan Bapa Gereja Tertulianus memberikan kesaksian bagaimana umat Kristen pada waktu itu masih memelihara hari-hari raya tersebut. Tertulianus menyebut nama perayaan dua hari raya dari Tujuh Hari Raya (sheva moedim) yaitu Pesakh dan Pentakosta dalam karyanya De Corona pada Bab III dan On Baptism pada Bab 20[46]. Bahkan Catholic Encylopedia menyampaikan penjelasan Tertulianus mengenai hubungan Paskah dengan kebangkitan Yesus sbb, “The connection between the Jewish Passover and the Christian feast of Easter is real and ideal. Real, since Christ died on the first Jewish Easter Day; ideal, like the relation between type and reality, because Christ's death and Resurrection had its figures and types in the Old Law, particularly in the paschal lamb, which was eaten towards evening of the 14th of Nisan”(Hubungan antara Paskah Yahudi dan Kristen hari raya Paskah adalah nyata dan ideal. Karena kematian dan kebangkitan Kristus, seperti hubungan antara bayangan dan realitas dalam Perjanjian Lama, khususnya dalam korban Paskah yang dimakan menjelang malam hari dari 14 bulan Nisan[47]
Yohanes Chrisostomos (347-407 Ms) pada tahun 387 Ms dalam kotbahnya mengatakan demikian, “The festivals of the pitiful and miserable Jews are soon to march upon us one after the other and in quick succession: the feast of Trumpets, the feast of Tabernacles, the fasts. There are many in our ranks who say they think as we do...If the Jewish ceremonies are venerable and great, ours are lies...Does God hate their festivals and do you share in them? He did not say this or that festival, but all of them together”[48]
(hari raya-hari raya orang Yahudi yang menyedihkan dan menyengsarakan akan segera berbaris kepada kita satu demi satu dan dalam suksesi yang cepat: hari raya Sangkakala, hari raya Pondok Daun, puasa. Ada banyak di kalangan kita yang mengatakan bahwa mereka berpikir seperti yang kita lakukan ...Jika upacara Yahudi mulia dan agung, maka kita adalah kebohongan ...Apakah Tuhan membenci perayaan mereka dan apakah anda berbagi di dalamnya? Dia tidak mengatakan perayaan ini atau itu, namun semua dari mereka secara bersamaan)
Pernyataan Chrisostomos yang perlu digarisbawahi, “If the Jewish ceremonies are venerable and great, ours are lies......(Jika upacara Yahudi mulia dan agung, maka kita adalah kebohongan). Demikian pula jika kita berhasil membuktikan bahwa Natal/Christmass 25 Desember bukan berasal dari Yesus dan rasulnya serta berhasil menegakkan dalil signifikasi Tujuh Hari Raya YHWH yang ditetapkan di Sinai (Im 23) yang disebut Sheva Moedim, maka gugurlah hari-hari raya hasil modifikasi manusia. Waktulah yang membuktikan....
--------------
[1] http://www.origin-of-christmas.com/
[2] http://unexplainedmysteriesoftheworld.com/archives/the-mystery-of-the-pagan-origin-of-christmas-jesus-was-not-born-on-december-25th-but-a-whole-bunch-of-pagan-gods-were
[3] http://carm.org/questions/other-questions/what-are-origins-christmas-and-can-christian-celebrate-it
[4] http://en.wikipedia.org/wiki/Edict_of_Milan
[5] http://www.religioustolerance.org/sabbath.htm
[6] Ibid.,
[7] Ben Best, The History of Christmass (http://www.benbest.com/history/xmas.html)
[8] Sechrist E.H. Christmas. World Book Encyclopedia, Volume 3. Field Enterprises Educational Corporation, Chicago, 1966, pp. 408-417
[9] Arendzen J.P. Transcribed by William D. Neville. The Catholic Encyclopedia, Volume III. Published 1908. New York: Robert Appleton Company. Nihil Obstat, November 1, 1908. Remy Lafort, S.T.D., Censor. Imprimatur. +John Cardinal Farley, Archbishop of New York
[10] http://www.ccel.org/ccel/schaff/npnf201.iii.viii.xxviii.html
[11] http://en.wikipedia.org/wiki/Anania_Shirakatsi
[12] Ananias of Shirak, On Christmas, The Expositor, 5th series vol. 4 (1896) Preface. pp.321-323
(http://www.tertullian.org/fathers/ananias_of_shirak_on_christmas_02_text.htm)
[13] What Does the Catholic Church Teach About Christmas and the Holy Days?(http://www.cogwriter.com/christmas.htm)
[14] Exploring Church History, Illinois: Evanggelical Training Association, 2002, p.17)
[15] Op.Cit., Christmass (http://www.catholic.org/encyclopedia/view.php?id=2933)
[16] Tertullian. On Idolatry, Chapter XIV. Translated by S. Thelwall. Excerpted from Ante-Nicene Fathers, Volume 3. Edited by Alexander Roberts and James Donaldson. American Edition, 1885. Online Edition Copyright © 2004 by K. Knight
[17] Ibid.,
[18] Op.Cit., Christmass (http://www.catholic.org/encyclopedia/view.php?id=2933)
[19] Op.Cit., The History of Christmass (http://www.benbest.com/history/xmas.html)
[20] http://en.wikipedia.org/wiki/Chronography_of_354
[21]http://www.tertullian.org/fathers/chronography_of_354_12_depositions_martyrs.htm
[22] http://en.wikipedia.org/wiki/Didascalia_Apostolorum
[23]http://www.archive.org/stream/didascaliaaposto00gibsuoft#page/18/mode/2up/search/teveth
[24] http://en.wikipedia.org/wiki/Coptic_calendar
[25] http://en.wikipedia.org/wiki/Hippolytus_of_Rome
[26] http://en.wikipedia.org/wiki/Ancient_Church_Orders
[27] http://en.wikipedia.org/wiki/Pope_Demetrius_of_Alexandria
[28] http://www.preteristarchive.com/ChurchHistory/0185_clemens_stromata.html
[29] Johanes Kepler, http://en.wikipedia.org/wiki/Johannes_Kepler
[30] Fathers, http://www.newadvent.org/fathers/07155.htm
[31] Egyptian Calender, http://en.wikipedia.org/wiki/Egyptian_calendar
[32] The Year of Christ , http://themoorings.org/apologetics/chronology/Chrmas.html
[33] The Egyptian Calendar: Introduction and History of the Calendar, http://www.ortelius.de/kalender/egypt_en.php
[34] The Bible (http://ethiopianorthodox.org/english/canonical/books.html)
[35] Chris Thomas, The Didache: Its Origin And Significance, http://www.earlychurch.org.uk/article_didache.html
[36] Ibid.,
[37] The Didache: When Was It Written? Part 1 , http://thedidache.org/tag/new-testament-canon/
[38] Didache, http://www.earlychristianwritings.com/didache.html
[39] Cerinthus, http://en.wikipedia.org/wiki/Cerinthus
[40] Ferrel Jenkins, The Truth About Christmas, http://bibleworld.com/Xmas05.pdf
[41] The Census of Quirinius and the Lapis Venetus, http://www.biblicalchronology.com/census.htm
[42] Op.Cit., The Truth About Christmas, http://bibleworld.com/Xmas05.pdf
[43] Bethlehem Weather Records and Averages, http://weather.yahoo.com/climo/WEXX0001_f.html?woeid=1936768
[44] Op.Cit., The Truth About Christmas, http://bibleworld.com/Xmas05.pdf
[45] Commentaries: Forerunner Commentary
http://www.bibletools.org/index.cfm/fuseaction/bible.show/sVerseID/24982/eVerseID/24982#ixzz1k6nCiRzT
[46] http://www.newadvent.org/fathers/0304.htm
[47] Holwek F. G. Transcribed by John Wagner and Michael T. Barrett. Easter. The Catholic Encyclopedia, Volume V. Copyright © 1909 by Robert Appleton Company. Online Edition Copyright © 2003 by Kevin Knight. Nihil Obstat, May 1, 1909. Remy Lafort, Censor. Imprimatur. +John M. Farley, Archbishop of New York).
[48] John Chrysostom. Homily I Against the Jews I:5;VI:5;VII:2.. Preached at Antioch, Syria in the Fall of 387 AD. Medieval Sourcebook: Saint John Chrysostom (c.347-407) : Eight Homilies Against the Jews. Fordham University. http://www.fordham.edu/halsall/source/chrysostom-jews6.html 12/10/05).
0 komentar:
Posting Komentar