Dalam
artikel saya berjudul, “Pemilu, Parpol, Partisipasi Politik”[1] telah dijelaskan
unsur-unsur dalam hajatan politik 2014 yang akan dihadapi bangsa Indonesia
dalam hitungan bulan saja. Hajatan politik yang dimaksudkan adalah pemilihan
umum. Orang Kristen, sebagai bagian dari negara republik Indonesia memiliki
tanggung jawab politik dan hak partisipasi politik.
Apa
yang dimaksudkan dengan “tanggung jawab politik?” dan “partisipasi politik?”.
Tanggung jawab politik saya definisikan sebagai bentuk kesadaran dan tindakkan
untuk berperan serta aktif maupun pasif, langsung atau tidak langsung terhadap
peristiwa-peristiwa politik di tanah air. Sementara partisipasi politik
merupakan bentuk keterlibatan secara aktif dan pasif, langsung atau tidak
langsung dalam kegiatan politik. Tanggung jawab politik lebih menunjuk pada
sebuah kesadaran dan kewajiban serta peranan yang bersifat lebih umum,
sementara partisipasi politik lebih menunjuk pada keterlibatan yang bersifat
lebih khusus.
Ketika
seorang Kristen melibatkan diri dalam pemilihan umum dan memasuki partai
politik, maka mereka disebut melaksanakan hak partisipasi politik yang bersifat
aktif dan langsung. Ketika seorang Kristen mengamati berbagai kebijakkan
pemerintah dan situasi politik yang ada serta memberikan kritik-kritik
konstruktif baik melalui saluran media cetak, media sosial namun mereka tidak
memasuki salah satu atau memasuki salah satu partai, maka tindakkan ini
menunjukkan tanggung jawab politik.
Sekalipun
tanggung jawab politik belum tentu merupakan partisipasi politik namun antara
tanggung jawab politik dan partisipasi politik berkaitan erat satu sama lain.
Dimana keterkaitannya? Partisipasi politik khususnya partisipasi politik secara
langsung (memilih eksekutif, legislatif, menjadi anggota partai) adalah wujud
tanggung jawab politik namun tanggung jawab politik belum tentu diwujudkan
dalam bentuk partisipasi politik secara langsung.
Dasar Teologis Tanggung
Jawab dan Partisipasi Politik Umat Kristen
Untuk
mempertegas kesadaran orang Kristen mengenai tanggung jawab dan partisipasi
politiknya, kita akan memaparkan kajian singkat beberapa teks Kitab Suci
sebagai basis berfikir dan bertindak. Beberapa ayat dalam Torah (kekristenan
lazim menyebutnya dengan Kitab Perjanjian Lama) dan Injil (kekristenan lazim
menyebutnya dengan Kitab Perjanjian Baru) memberikan petunjuk mengenai tanggung
jawab dan peran orang Kristen bagi masyarakat dan negaranya sbb:
Pertama, Yeremia 29:7, "Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada YHWH,
sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu". Ada dua perintah yang
seharusnya dikerjakan orang Kristen terhadap wilayah dimana dia tinggal yaitu:
“wedirshu et shelom ha’ir” (mengusahakan kesejahteraan kota) dan hitpalelu
(berdoa).
Kata
kerja imperatif “dirshu” dari kata dasar “darash” yang artinya “mencari,
menyelidiki,mengupayakan”. Apa yang diupayakan? Apa yang
dicari? “Shalom” terhadap kota. Kata Ibrani “shalom” dalam Yeremia 29:7
diterjemahkan “peace and prosperity” (New English Translation), “peace” (King James
Version), “welfare” (Complete Jewish Bible).
Apakah wujud nyata mengusahakan
kesejahteraan kota? Jika dia seorang pengusaha, maka seluruh tindakan usahanya
bukan hanya digerakkan oleh motof ekonomi berupa pengumpulan keuntungan
finansial namun membawa manfaat bagi lingkungan dengan mempekerjakan masyarakat
sekitar dalam usahanya. Jika dia seorang pendidik, maka bukan hanya mentransfer
pengetahuan belaka melainkan mencerdaskan anak didik untuk berfikir kritis bagi
lingkungannya dan situasi sosial di sekelilingnya. Jika dia seorang politikus,
wakil rakyat yang duduk di legislatif ataupun eksekutif maka dia bertanggung jawab
untuk melakukan perbaikan sosial dan membela kepentingan rakyat melalui
kedudukan politisnya sehingga terjadi kesejahteraan, keadilan, kemakmuran,
keamanan.
Bukan hanya tindakan-tindakan
ekonomis, edukatif dan politis belaka, namun harus pula dilambari dengan sebuah
penyerahan pada Tuhan agar memberkati kota dimana dia tinggal. Dengan cara
bagaimana? “Hitpalelu” atau “berdoa”. Seorang Kristen yang baik, harus
mendoakan lingkungan sosialnya agar terjadi kondisi-kondisi yang fungsional
yang bermuara kesejahteraan, keadilan, kemakmuran, keamanan.
Kedua, Amos 5:6-15, “Carilah YHWH, maka kamu akan hidup, supaya
jangan Ia memasuki keturunan Yusuf bagaikan api, yang memakannya habis dengan
tidak ada yang memadamkan bagi Betel. Hai
kamu yang mengubah keadilan menjadi ipuh dan yang mengempaskan kebenaran ke
tanah! Dia yang telah membuat bintang kartika dan bintang belantik, yang
mengubah kekelaman menjadi pagi dan yang membuat siang gelap seperti malam; Dia
yang memanggil air laut dan mencurahkannya ke atas permukaan bumi -- YHWH
itulah nama-Nya. Dia yang menimpakan kebinasaan atas yang kuat, sehingga
kebinasaan datang atas tempat yang berkubu. Mereka benci kepada yang memberi teguran di pintu gerbang, dan mereka
keji kepada yang berkata dengan tulus ikhlas. Sebab itu, karena kamu
menginjak-injak orang yang lemah dan mengambil pajak gandum dari padanya,
-- sekalipun kamu telah mendirikan rumah-rumah dari batu pahat, kamu tidak akan
mendiaminya; sekalipun kamu telah membuat kebun anggur yang indah, kamu tidak
akan minum anggurnya. Sebab Aku tahu, bahwa perbuatanmu yang jahat banyak dan
dosamu berjumlah besar, hai kamu yang menjadikan orang benar terjepit, yang
menerima uang suap dan yang mengesampingkan orang miskin di pintu gerbang. Sebab
itu orang yang berakal budi akan berdiam diri pada waktu itu, karena waktu itu
adalah waktu yang jahat. Carilah yang
baik dan jangan yang jahat, supaya kamu hidup; dengan demikian YHWH, Tuhan
semesta alam, akan menyertai kamu, seperti yang kamu katakan. Bencilah yang
jahat dan cintailah yang baik; dan
tegakkanlah keadilan di pintu gerbang; mungkin YHWH, Tuhan semesta alam,
akan mengasihani sisa-sisa keturunan Yusuf”
Ayat
di atas menegaskan Firman Tuhan kepada para nabi khususnya Amos untuk
menyuarakan kecaman, teguran, kritik terhadap kondisi sosial dan politik dalam
pemerintahan Israel pada zamannya. Inilah basis bagi tanggung jawab politik
umat Kristen khususnya para pemimpin gereja menyuarakan kritik konstruktif dan
suara kenabian ketika penguasa mulai menyimpang dari wewenangnya dan para
pejabat publik mulai melakukan kesewenang-wenangan. Ungkapan “hatsigu basha’ar
mishpat” (tegakkanlah keadilan di pintu gerbang) merupakan panggilan gereja,
umat Kristiani khususnya para pemimpin gereja untuk menjalankan tanggung jawab
sosial dan politik yaitu mengecam ketidakberesan sistem dan ketidakadilan
sosial di sekeliling kita.
Kita
teringat dengan Yohanes Pembaptis yang memberitakan seruan pertobatan untuk
menyongsong kehadiran Yesus Sang Mesias, Juruslamat dunia, pada akhirnya harus
berhadapan dengan kekuatan politis manakala beliau menyuarakan kebenaran
sebagaimana dikisahkan, “Dengan banyak nasihat lain Yohanes memberitakan Injil
kepada orang banyak. Akan tetapi setelah ia menegor raja wilayah Herodes karena peristiwa Herodias, isteri
saudaranya, dan karena segala kejahatan lain yang dilakukannya, raja itu
menambah kejahatannya dengan memasukkan Yohanes ke dalam penjara” (Luk
3:18-20).
Inilah
dalil dan basis mengenai konsep tanggung jawab politis umat Kristen khususnya
para pemimpin gereja. Tanggung jawab politik bukan dimaknai dalam bentuk
keterlibatan dalam politik praktis semata melainkan mengevaluasi dan mengritisi
kebijakkan publik yang dikerjakan petinggi negara dan pejabat publik.
DR.
J. Verkuyl (alm) menegaskan mengenai tanggung jawab dan panggilan gereja sbb:
“Di dunia ini gereja adalah
nabi (Tuhan). Gereja telah ditugaskan untuk memberitakan Hukum (Tuhan) dan
Injil kepada jemaat Kristus dan dunia. Jika hal ini dilakukannya dengan setia
dan sunguh-sunguh, maka itu berarti bahwa kehidupan masyarakat dan tata negara
dihadapmukakan dengan perintah-perintah Tuhan. Gereja Yesus Kristus tidak
menerima panggilan untuk melakukan pemberitaan politik. Tetapi jika gereja
sungguh-sungguh memberitakan Firman Tuhan tanpa dikurangi sedikitpun, maka pemberitaannya
itu akan menyinggung juga kehidupan politik dan juga menyinggung juga para
pemerintah”[2]
Berbagai Kendala Yang
Menghambat Tanggung Jawab dan Partispasi Politik Orang Kristen
Tanggung
jawab politik dan partisipasi politik orang Kristen boleh dikata belum
menunjukkan taraf yang menggembirakan. Jika alat ukurnya adalah keberadaan
partai-partai berbasis agama khususnya Kristen dan Katolik, maka kita menjumpai
kenyataan bahwa suara partai Kristen semakin merosot bahkan tahun 2014 partai
Kristen tidak menjadi peserta pemilu karena tidak memenuhi “electoral treshold”
(ukuran keterpilihan) sebesar 3%.
Beberapa
faktor penyebab masih minimnya tanggung jawab dan partisipasi politik orang
Kristen dapat dikemukakan sbb: Pertama,
anggapan politik adalah duniawi dan kotor. Kita memang tidak bisa sepenuhnya
menyalahkan anggapan-anggapan sumir dan labeling negatif terhadap dunia politik
tersebut jika melihat kenyataan di lapangan bagaimana aktifitas politik kerap
ditandai dengan persaingan, intrik, saling menjatuhkan, menyudutkan lawan
politik. Namun itu bukan definisi dan esensi politik. Itu adalah aktifitas
politik yang dilakukan oleh berbagai aktor politik. Jika berbicara aktor maka
berbicara individu dan kelompok. Jika berbicara individu dan kelompok maka berbicara
pula mengenai kepribadian. Mereka yang memiliki kepribadian koruptif,
manipulatif, provokatif kerap menggunakan segala cara untuk mendapatkan
kemenangan politis.
Kedua, anggapan bahwa Agama Kristen lebih
menekankan hubungan personal dengan Tuhan dan tidak mengurusi persoalan
politik. Dua ayat di atas yang saya kutip dan analisis telah merobohkan asumsi
dan anggapan bias bahwa Kekristenan hanya membicarakan persoalan religius.
Kekristenan juga berbicara mengenai kewajiban terhadap negara sebagaimana diamarkan
Yesus Sang Mesias, "Apodote oun ta Kaisaros Kaisari, kai ta tou Theou toi
Theoi” (Yun)/ “havu hakil d’Qesar le Qesar wa d’Alaha le Alaha” (Arm) (Berikanlah
kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Tuhan apa
yang wajib kamu berikan kepada Tuhan) – Matius 22:21. Rasul Paul pun
menuliskan, “Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya,
sebab tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Tuhan; dan
pemerintah-pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Tuhan” (Rm 13:1).
Munculnya
tokoh politik yang saat ini menduduki jabatan publik dari kalangan Kristen
bernama Basuki Tjahaya Purnama atau yang lebih dikenal dengan nama Ahok yang
terpilih sebagai Wakil Gubernur Jakarta mendampingi Jokowi, telah memecah
kebekuan partisipasi politik orang-orang Kristen[3].
Perspektif
dan gebrakan Ahok dalam beberapa kebijakkan politisnya cukup fenomenal. Perlu
seratus Ahok lagi untuk mewakili umat Kristiani berkontribusi bagi perbaikan
sosial politik di negeri ini. Kemunculan Ahok ke panggung publik dapat dimaknai
sbb: Pertama, sebagai angin segar
bertumbuhnya demokrasi yang memberikan ruang publik bagi individu dengan agama
dan ras sebagai pemimpin publik. Kedua,
kesempatan bagi orang Kristen untuk melakukan perubahan sosial dengan mengejawantahkan
nilai-nilai Kristiani namun untuk tujuan kemaslahatan umum. Ketiga, dorongan bagi orang-orang
Kristen untuk terlibat dalam tanggung jawab dan partisipasi politik yang lebih
luas.
Quo Vadis Partai
Berbasis Agama Kristen?
Saat
pemilihan umum tahun 2004, umat Kristen khususnya dari kalangan Protestan,
Pentakosta, Karismatik dll pernah memiliki partai berbasis agama yaitu Partai
Damai Sejahtera (PDS). Pada pemilihan umum tahun 2009, umat Katolik mendirikan
partai dengan nama Partai Kasih Demokrasi Indonesia (PKDI).
Namun
pada pemilihan umum tahun 2009, baik PDS maupun PKDI tidak memenuhi target
suara yang mewakili jumlah orang Kristen dan Katolik di Indonesia. Pada Pemilu
2004 PDS memperoleh 2.424.319 suara atau 2,14 persen dari total perolehan suara
dengan mendapatkan 13 kursi di DPR. Sementara itu, pada Pemilu 2009 PDS
memperoleh 1.541.592 suara atau 1,48 persen dari total perolehan suara, kurang
dari 2,5 persen sebagaimana yang dipersyaratkan oleh aturan ambang batas pemilu
(electoral threshold), sehingga kehilangan semua kursi dalam Dewan Perwakilan
Rakyat[4]. Adapun PDKI hanya
mengantongi suara sebesar 0,31%[5]. Jumlah suara PDS tidak
mencapai 2,5% dan jumlah suara PKDI tidak mencapai 1%, padahal jumlah orang
Katolik dan Protestan menurut Sensus 2010 sbb: 6,96% Protestan dan 2,9% Katolik[6].
Dalam
salah satu ulasan di Kompas.com dituliskan:
“Partai politik berbasis
agama bermunculan sejak era reformasi. Namun, fakta menunjukkan, perolehan
suara parpol berbasis agama itu cenderung menurun, bahkan jika dibandingkan
dengan Pemilihan Umum 1955. Namun, secara kumulatif perolehan suara dari partai
berbasis umat Islam cenderung stagnan”[7]
Membuat
partai politik berbasis agama bukanlah sesuatu kekeliruan dan sah di mata
hukum. Pendirian partai politik berbasis agama merupakan salah satu wujud dan
bentuk partisipasi politik. Bukan hanya di kalangan Kristen namun di kalangan
Islam pun berdiri sejumlah partai-partai berbasis agama. Dari aspek legalitas dan partisipasi
politik, pendirian partai politik berbasis agama khususnya Kristen adalah sah.
Jika menilik dari aspek manfaat,
maka keberadaan partai politik Kristen dapat menjalankan fungsinya untuk
memperjuangkan berbagai keputusan pemerintah yang merugikan kepentingan orang
Kristen.
Namun
dari aspek faktual berupa perolehan
angka yang minim pada pemilihan umum tahun 2009 bahkan pada tahun 2014 partai
berbasis agama Kristen dan Katolik tidak menjadi peserta pemilihan umum, maka
sudah saatnya partai-partai berbasis agama meninjau kembali keberadaan dan
fungsionalitas mereka. Keanekaragaman denominasi Kristen di Indonesia[8] semakin melemahkan
cita-cita ideal sebuah partai politik Kristen untuk dapat menampung suara
keseluruhan orang-orang Kristen di Indonesia. Keberadaan partai-partai politik
Kristen tersebut belum mampu menampung keaneka ragaman denominasi yang ada.
Beberapa tahun lalu, saya menuliskan ulasan dalam artikel saya
sbb:
”Orang Kristen seharusnya mendirikan Partai
Keadilan Sejahtera dan bukan Partai Damai Sejahtera. Sayangnya semua sudah
terbalik-balik. Saudara Muslim justru yang menggunakan nama itu menjadi nama
partainya. Mengapa saya menganjurkan demikian? Karena tidak ada damai sejahtera
tanpa didahului oleh penegakkan kebenaran dan pelaksanaan keadilan sosial
sebagaimana dikatakan dalam Yesaya 32:17 sbb: “Di mana ada kebenaran di situ akan tumbuh
damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketenteraman untuk
selama-lamanya”. Frasa “Di mana ada kebenaran di situ akan tumbuh
damai sejahtera” dalam bahasa Ibrani “wehayah
maashe hatsedaqah, shalom” yang bermakna “barangsiapa ada yang mengerjakan
kebenaran/keadilan maka akan terjadi damai sejahtera”[9].
Jika partai Kristen masih ingin tetap eksis maka harus memiliki komitmen
yang jelas dan terukur mengenai panggilannya untuk menegakkan keadilan sosial.
Cinta kasih dan damai sejahtera adalah alat perjuangan untuk menegakkan
keadilan sosial.
Di tahun politik 2014 ini, marilah kita sebagai umat Kristiani,
entahkah kita terlibat sebagai anggota partai politik, baik berbasis agama
Kristen maupun partai-partai nasional dan entahkah kita tidak terlibat dalam
partai politik, kita semua memiliki tanggung jawab politik dan kewajiban
partisipasi politik untuk turut bersama mengawasi pemerintahan yang ada dan
melakukan evaluasi kritis untuk melakukan perubahan sosial.
End Notes:
[1]
Pemilu, Parpol, Partisipasi Politik http://teguhhindarto.blogspot.com/2014/01/pemilu-partai-politik-dan-partisipasi.html
[3] Beberapa ulasan seputar Ahok dapat
membaca artikel berikut:
Membuka Siapa Sebenarnya Basuki Tjahaja Purnama / Ahok
http://mikeportal.blogspot.com/2012/09/membuka-siapa-sebenarnya-basuki-tjahaja-purnama-atau-ahok.html
Ahok - Tokoh Politik yang Ngasal
http://politik.kompasiana.com/2012/08/25/ahok-tokoh-politik-yang-ngasal-487827.html
Biografi Ahok (Perjalanan Hidup Basuki Tjahaja Purnama)
http://www.herijaya.com/2013/11/biografi-ahok-basuki-tjahaja-purnama.html
Membuka Siapa Sebenarnya Basuki Tjahaja Purnama / Ahok
http://mikeportal.blogspot.com/2012/09/membuka-siapa-sebenarnya-basuki-tjahaja-purnama-atau-ahok.html
Ahok - Tokoh Politik yang Ngasal
http://politik.kompasiana.com/2012/08/25/ahok-tokoh-politik-yang-ngasal-487827.html
Biografi Ahok (Perjalanan Hidup Basuki Tjahaja Purnama)
http://www.herijaya.com/2013/11/biografi-ahok-basuki-tjahaja-purnama.html
[5]
Pemilihan Umum Legislatif Indonesia 2009
http://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_Umum_Legislatif_Indonesia_2009
http://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_Umum_Legislatif_Indonesia_2009
[7]
Suara Partai Berbasis Agama Turun
http://nasional.kompas.com/read/2011/05/09/05251956/Suara.Partai.Berbasis.Agama.Turun
http://nasional.kompas.com/read/2011/05/09/05251956/Suara.Partai.Berbasis.Agama.Turun
[9]
Teguh Hindarto, Kapitalisme Global dan Panggilan Menegakkan Keadilan Sosial
http://teguhhindarto.blogspot.com/2011/08/kapitalisme-global-dan-panggilan.html
http://teguhhindarto.blogspot.com/2011/08/kapitalisme-global-dan-panggilan.html
0 komentar:
Posting Komentar