YESUS SANG FIRMAN YANG MENJADI MANUSIA:
Posted byPemahaman Mengenai Hakikat Yesus
Dan Implikasi Teologis dan Sosiologisnya
Tiap-tiap jatuh
bulan Desember, bagi dunia Kristen pada umumnya, baik di Eropa, Amerika dan
Asia khususnya di Indonesia toko-toko Kristen dan umat Kristen mulai sibuk
menyiapkan Christmass atau Natal yaitu kelahiran Yesus Sang Mesias.
Sekalipun saya tidak mengakui kelahiran Yesus pada tanggal 25 Desember[1]
namun saya tetap memberikan apresiasi dan ruang bagi semua denominasi Kristen
untuk merayakan apa yang mereka yakini dengan sedikit memberikan kritik dan
masukkan secara terbatas[2].
Terlepas dari semua perbedaan tersebut, namun masing-masing pihak yang berbeda
tentu mengimani teks yang sama yang menjadi sumber perayaan selain Matius 1:21
tentunya Yohanes 1:14.
Saya akan mengupas
aspek lain dari Yohanes 1:14 perihal Yesus sebagai perwujudan Sang Firman yang
menjadi manusia dan segala implikasinya baik di ranah teologis maupun ranah
sosiologis.
Firman
Yang Menjadi Manusia: Implikasi Teologis
Yohanes 1: 1 dibuka dengan kalimat, εν αρχη ην ο λογος
(en arkhe
en ho Logos – Greek New Testament) Apa arti pernyataan tersebut? Istilah Logos dalam arti
filsafatnya sudah lama di pakai sebelum penggunaannya di dalam Kitab Yohanes,
baik dalam konteks pemikiran Yunani maupun Mesir bahkan pemikir Yahudi bernama
Philo[3].
Heraklitus (500 SM)
mula-mula menggunakan istilah Logos.
Menurutnya, dunia selalu mengalami perubahan. daya penggerak perubahan tersebut adalah Logos. Logos adalah
pikiran yang benar dan bersifat kekal. Anaxagoras (400 SM) beranggapan
bahwa Logos adalah jiwa manusia yang
menjadi pengantara antara Tuhan dan manusia. Logos berdiam di dalam dunia. Philo (20 SM-20 Ms) seorang
Yahudi Alexandria menyatakan bahwa Logos
adalah akal Tuhan yang menjadi
pengantara antara Tuhan dan manusia. Logos tidak berkepribadian dan Logos
tidak dapat berubah menjadi manusia.
Purnawan Tenibemas mengatakan, “Rasul Yohanes telah menyimak suasana pikiran zamannya, mengambil istilah yang umum di pakai dan tumpuan harapan orang sesamanya, serta memberi arti baru yang lebih dalam sesuai dengan ilham Roh Kudus kepadanya”[4]. Berbeda dengan Tenibemas, Olla Tulluan, Ph.D., mengatakan bahwa penggunaan Logos dalam Injil Yohanes di karenakan istilah itu sudah di kenal dalam lingkungan Yahudi dan Yunani, namun penggunaan Logos harus di mengerti latar belakangnya dalam penyataan Tuhan dalam Perjanjian Lama[5]. Senada dengan Olla Tullan, DR. David Stern mengulas kata Logos dilihat dari latar belakang Semitik Hebraik kata Davar berdasarkan TaNaKh sbb: “The language echoes the first sentence of Genesis…thus the TaNaKh lays the groundwork for Yochanan’s statement that the Word was with God and was God’s “[6] (bahasa tersebut menggemakan kalimat pertama dari Kitab Kejadian…sehingga TaNaKh meletakkan dasar bagi pernyataan Yohanes bahwa Sang Firman bersama Tuhan dan Firman adalah Tuhan).
Purnawan Tenibemas mengatakan, “Rasul Yohanes telah menyimak suasana pikiran zamannya, mengambil istilah yang umum di pakai dan tumpuan harapan orang sesamanya, serta memberi arti baru yang lebih dalam sesuai dengan ilham Roh Kudus kepadanya”[4]. Berbeda dengan Tenibemas, Olla Tulluan, Ph.D., mengatakan bahwa penggunaan Logos dalam Injil Yohanes di karenakan istilah itu sudah di kenal dalam lingkungan Yahudi dan Yunani, namun penggunaan Logos harus di mengerti latar belakangnya dalam penyataan Tuhan dalam Perjanjian Lama[5]. Senada dengan Olla Tullan, DR. David Stern mengulas kata Logos dilihat dari latar belakang Semitik Hebraik kata Davar berdasarkan TaNaKh sbb: “The language echoes the first sentence of Genesis…thus the TaNaKh lays the groundwork for Yochanan’s statement that the Word was with God and was God’s “[6] (bahasa tersebut menggemakan kalimat pertama dari Kitab Kejadian…sehingga TaNaKh meletakkan dasar bagi pernyataan Yohanes bahwa Sang Firman bersama Tuhan dan Firman adalah Tuhan).
Apa yang dikatakan Yohanes mengenai Sang
Firman?
- Dia bersama Tuhan (ay 1). Artinya, sang Firman berdiam dan sehakikat dengan Tuhan YHWH. Kata yang di terjemahkan “bersama dengan” adalah pros. Marcus Doods memberikan komentar mengenai penggunaan kata pros sbb : “pros, implies not merely existence alongside with but personal intercourse” (kata ‘pros’ bukan hanya menunjukkan keberadaan bersama melainkan hubungan pribadi)[7]
- Dia adalah Tuhan (ay 1). Artinya, sang Firman adalah manifestasi, ekspresi dari pikiran dan kehendak Tuhan. Dia adalah daya Kreatif, Daya Cipta yang menciptakan sesuatu menjadi ada dan bukan ciptaan.
- Dia menjadikan segala sesuatu (ay 3). Artinya, dari segala yang ada dan hidup, Sang Firmanlah yang menyebabkan adanya sesuatu. Dalam Kitab Kejadian 1:3, 6, 9, 11, 14 ,20, 24, 26, 29, di tegaskan bahwa Firman “menjadikan segala sesuatu”, sebagaimana ungkapan yehi wa yehi (jadilah ada maka jadilah ada). Ungkapan tersebut sejajar dengan istilah Qur’an, kun fa yakun.
- Dia kekal (ay 4). Artinya, Dia tidak akan mengalami kemusnahan atau eksistensi yang temporal. Dia adalah eternal. Pernyataan ini tersirat di balik istilah Yunani zoe atau Ibrani khay yang bermakna “kehidupan yang berkualitas kekekalan”.
Penjelasan Yohanes menggemakan
kembali hakikat Sang Firman dalam TaNaKh sbb:
Firman adalah Daya
Cipta Tuhan
Mazmur 33:6 mengatakan, bi devar
YHWH shamaym naasyu, ube ruakh piw, kal tsevaam yang artinya, (oleh Firman YHWH langit telah di buat dan oleh
nafas dari mulut-Nya, terbentuklah semua tentara-Nya”). Dalam Kitab Kejadian,
sebanyak 9 kali istilah Amar (Firman) di hubungkan dengan terjadinya
ciptaan. Di tuliskan, wayomer Elohim, ‘yehi wa yehi, artinya, “jadi maka jadilah”.
Firman adalah Utusan Tuhan
Mazmur 107:20 mengatakan, yislakh devaru we yirpaem… (Dia mengutus Firman-Nya dan di sembuhkannya mereka)
Mazmur 107:20 mengatakan, yislakh devaru we yirpaem… (Dia mengutus Firman-Nya dan di sembuhkannya mereka)
Firman adalah Pelaksana Kehendak Tuhan
Yesaya 55:11 mengatakan, ken yihye devari asher yetse mipiy. Lo yashuv elay reqam. Ki imasha et asher khapatsti we hitsliyakh asher shelakhtiw (Demikianlah Dia, Firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku tidak akan kembali kepada-Ku dengan kehampaan namun Dia akan melaksanakan dengan sempurna apa yang Aku inginkan dan akan memperoleh tujuan-Nya sebagaimana Aku mengutus-Nya).
Yesaya 55:11 mengatakan, ken yihye devari asher yetse mipiy. Lo yashuv elay reqam. Ki imasha et asher khapatsti we hitsliyakh asher shelakhtiw (Demikianlah Dia, Firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku tidak akan kembali kepada-Ku dengan kehampaan namun Dia akan melaksanakan dengan sempurna apa yang Aku inginkan dan akan memperoleh tujuan-Nya sebagaimana Aku mengutus-Nya).
Firman adalah Kehendak Tuhan yang di
komunikasikan pada para nabi-Nya
Yesaya 38:4 mengatakan, wa yomer et YHWH el YesaYah.. (Maka berfirmanlah YHWH kepada Yesaya).
Kalangan Saksi Yehuwa menerjemahkan secara berbeda frasa Yunani kai Theos en ho Logos (Yoh 1:1) Dengan menerjemahkannya sbb, Dan firman adalah suatu (tuhan). Terjemahan ini untuk mendukung pandangan mereka yang menolak keilahian Yesus. Donald Guthrie membahas kesalahpahaman penafsiran tersebut tersebut dan memberikan penilaiannya sbb : “Dalam Yohanes 1:1 dalam bahasa Yunani, kata Theos tidak mempunyai kata sandang, hal ini telah menyesatkan banyak orang yang berpikir bahwa pengertian yang benar dari pernyataan itu ialah, ‘Firman itu adalah seorang tuhan’, tetapi secara tata bahasa pengertian itu tidak dapat di pertahankan, karena kata Theos merupakan predikat. Tidak dapat di ragukan bahwa Yohanes bermaksud agar para pembacanya mengerti bahwa Firman itu memiliki sifat (Ketuhanan), tetapi ia tidak bermaksud bahwa Firman dan Tuhan merupakan istilah yang sama artinya, karena pernyataan sebelumnya dengan jelas membedakan keduannya. Seharusnya pernyataan ini berarti bahwa walaupun Firman itu adalah Tuhan, namun pengertian tentang (Ketuhanan) mencakup lebih dari Firman…dengan beberapa kata ia telah memberi kesan mengenai sikap dan kedudukan Ketuhanan dari Firman yang selalu bersama-sama dengan (Tuhan)[8]
Yesaya 38:4 mengatakan, wa yomer et YHWH el YesaYah.. (Maka berfirmanlah YHWH kepada Yesaya).
Kalangan Saksi Yehuwa menerjemahkan secara berbeda frasa Yunani kai Theos en ho Logos (Yoh 1:1) Dengan menerjemahkannya sbb, Dan firman adalah suatu (tuhan). Terjemahan ini untuk mendukung pandangan mereka yang menolak keilahian Yesus. Donald Guthrie membahas kesalahpahaman penafsiran tersebut tersebut dan memberikan penilaiannya sbb : “Dalam Yohanes 1:1 dalam bahasa Yunani, kata Theos tidak mempunyai kata sandang, hal ini telah menyesatkan banyak orang yang berpikir bahwa pengertian yang benar dari pernyataan itu ialah, ‘Firman itu adalah seorang tuhan’, tetapi secara tata bahasa pengertian itu tidak dapat di pertahankan, karena kata Theos merupakan predikat. Tidak dapat di ragukan bahwa Yohanes bermaksud agar para pembacanya mengerti bahwa Firman itu memiliki sifat (Ketuhanan), tetapi ia tidak bermaksud bahwa Firman dan Tuhan merupakan istilah yang sama artinya, karena pernyataan sebelumnya dengan jelas membedakan keduannya. Seharusnya pernyataan ini berarti bahwa walaupun Firman itu adalah Tuhan, namun pengertian tentang (Ketuhanan) mencakup lebih dari Firman…dengan beberapa kata ia telah memberi kesan mengenai sikap dan kedudukan Ketuhanan dari Firman yang selalu bersama-sama dengan (Tuhan)[8]
Implikasi teologis
frasa “Firman itu telah menjadi manusia” bahwasanya Yesus memiliki aspek
keilahian dan sekaligus aspek kemanusiaan. Aspek keilahian tersebut dinampakkan
bahwa hakikat Yesus adalah Sang Firman yang setara, sehakikat, melekat dengan
Tuhan (Yoh 1:1). Firman tidak diciptakan melainkan daya cipta Tuhan yang
menjadikan segala sesuatu ada (Kej 1:3, Mzm 33:6, Yoh 1:3).
Karena Firman
tidak diciptakan maka Firman itu kekal adanya. Firman bukan yang begitu saja
serupa dengan Tuhan sebagaimana terungkap dalam frasa, “Firman itu bersama
dengan Tuhan” (Yoh 1:1) namun serentak bahwa Firman bukan yang berbeda dengan
Tuhan hal itu terungkap dalam frasa “Firman itu adalah Tuhan” (Yoh 1:1). Frasa
“bersama Tuhan” menunjukkan perbedaan fungsional dan frasa “adalah Tuhan”
menunjukkan kesatuan dan kesehakikatan dalam Ketuhanan.
Meluruskan Berbagai Kesalahaman Seputar Keilahian Yesus
Pertama, Yesus bukan
Sang Bapa melainkan Sang Anak atau Sang Putra. Baik Kitab Injil maupun
surat-surat rasuli tidak pernah menisbatkan Yesus sebagai Sang Bapa, melainkan
Dia adalah Sang Anak karena hakikat Dia adalah Sang Firman yang menjadi manusia
(Yoh 1:14, 18).
Bapa menyatakan sendiri bahwa Yesus
adalah Anak sebagaimana dikatakan dalam Matius 3:16-17 sbb: “Sesudah dibaptis, Yesus segera keluar dari
air dan pada waktu itu juga langit terbuka dan Ia melihat Roh Tuhan seperti
burung merpati turun ke atas-Nya, lalu terdengarlah suara dari sorga yang
mengatakan: "Inilah Anak-Ku yang
Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan." Jika Yesus Sang Bapa, siapa
yang berkata “Inilah Anak-Ku?” Apakah Anak Tuhan berbicara kepada Anak Tuhan?
Malaikat
yang mewartakan kelahiran Yesus mengatakan sbb: “Roh Kudus akan turun atasmu
dan kuasa Tuhan Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan
kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak
Tuhan” (Luk 1:35)
Petrus murid
Yesus menegaskan siapa Yesus dan dibenarkan oleh Yesus saat ditanya siapakah
diri-Nya, sebagaimana dikatakan, “Lalu Yesus bertanya kepada mereka: "Tetapi apa katamu, siapakah Aku
ini?" Maka jawab Simon Petrus: "Engkau adalah Mesias, Anak Tuhan yang hidup!" Kata Yesus
kepadanya: "Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang
menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga” (Matius 16 :15-17)
Bahkan Shatan saja mengakui bahwa Yesus adalah
Anak Tuhan dengan mengatakan: “Setibanya
di seberang, yaitu di daerah orang Gadara, datanglah dari pekuburan dua orang
yang kerasukan setan menemui Yesus. Mereka sangat berbahaya, sehingga tidak
seorang pun yang berani melalui jalan itu. Dan mereka itu pun berteriak,
katanya: "Apa urusan-Mu dengan kami, hai Anak Tuhan? Adakah Engkau ke mari untuk menyiksa kami sebelum
waktunya?" (Mat 8:28-29)
Orang yang
tidak menjadi murid Yesus pun mengakui bahwa Dia adalah Anak Tuhan sebagaimana
dilaporkan: “Kepala pasukan dan
prajurit-prajuritnya yang menjaga Yesus menjadi sangat takut ketika mereka
melihat gempa bumi dan apa yang telah terjadi, lalu berkata: "Sungguh, Ia
ini adalah Anak Tuhan"
(Matius 27:54).
Tidak ada
satupun referensi ayat yang menegaskan secara langsung bahwa Yesus adalah Sang
Bapa kecuali 2 ayat yang disalahpahami pengertiannya. Kedua ayat yang
disalahpahami tersebut adalah Yesaya 9:5 yang berbunyi: “Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah
diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya
disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Tuhan yang Perkasa, Bapa yang Kekal,
Raja Damai”. Ayat ini menjadi referensi nubuatan yang membuktikan sifat
keilahian Mesias yang dilahirkan. Thoh Yesus tidak pernah disapa dengan sebutan
“Penasihat Ajaib”, “Tuhan yang Perkasa”, “Bapa yang Kekal”, “Raja Damai”.
Julukan
profetis tersebut lebih memberikan informasi sifat keilahian Mesias atau Pra Ada Mesias
sebagai Sang Firman. Bukankah Firman itu tidak diciptakan melainkan menciptakan
(Mzm 33:6)? Jika Dia menciptakan, maka Dia kekal. Sifat keilahian Mesias
dinyatakan pula dalam Mikha 5:1 sbb: “Tetapi
engkau, hai Betlehem Efrata, hai yang terkecil di antara kaum-kaum Yehuda, dari
padamu akan bangkit bagi-Ku seorang yang akan memerintah Israel, yang
permulaannya sudah sejak purbakala, sejak dahulu kala”.
Frasa
“permulaannya sudah sejak dahulu kala” dalam bahasa Ibrani, umotsaotaiw
miqqedem secara literal artinya “yang kehadirannya sudah sejak
lampau”. Kalimat ini hendak memberikan petunjuk kekekalan Sang Mesias sebagai
Firman YHWH yang berdiam bersama YHWH. Dan frasa ini hendak mengungkapkan sifat
keilahian yang ditegaskan dalam Yesaya 9:5.
Ayat berikutnya yang disalahpahami
adalah Yohanes 14:7-9 sbb: “Sekiranya
kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal Bapa-Ku. Sekarang ini kamu mengenal Dia dan
kamu telah melihat Dia." Kata Filipus kepada-Nya: "Tuan tunjukkanlah Bapa
itu kepada kami, itu sudah cukup bagi kami." Kata Yesus kepadanya:
"Telah sekian lama Aku bersama-sama kamu, Filipus, namun engkau tidak
mengenal Aku? Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa; bagaimana
engkau berkata: Tunjukkanlah Bapa itu kepada kami”. Ayat ini harus dipahami dengan membaca
dan mempertimbangkan terlebih dahulu ayat-ayat yang telah dikutip sebelumnya
yang menyatakan bahwa Yesus adalah Anak Tuhan (Mzm 2:7, Luk 1:35, Mat 16:15-17,
Mat 8:28-29, Mat 27:54). Oleh karenanya di
bawah terang pemahaman ayat-ayat sebelumnya, pernyataan Yesus ini harus
dipahami dalam artian bahwa Yesus menyatakan Bapa yang tidak nampak atau Bapa
yang Roh tersebut sebagaimana dikatakan dalam Yohanes 1:18 sbb: ”Tidak seorang pun yang pernah melihat Tuhan
tetapi Anak Tunggal Tuhan, yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang
menyatakan-Nya“. Dan Yesus menegaskan pada Yohanes 14:10 sbb, ”Tidak percayakah
engkau, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku? Apa yang Aku katakan
kepadamu, tidak Aku katakan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang diam di
dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan-Nya”. Mengapa Yesus masih
menggunakan kalimat ”Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku“ jika Dia adalah
Bapa itu sendiri?
Kemudian Yohanes 8:24 mengatakan, ”Karena itu tadi Aku berkata kepadamu, bahwa
kamu akan mati dalam dosamu; sebab jikalau kamu tidak percaya, bahwa Akulah
Dia, kamu akan mati dalam dosamu." Kata yang diterjemahkan ”Akulah Dia“
dalam ayat tersebut dipergunakan bahasa Yunani Ego eimi. Persoalannya, apakah kata Ego eimi dalam ayat ini menunjuk pada Bapa atau menunjuk pada
pengertian lain? Frasa Yunani, Ego eimi yang diucapkan oleh Yesus dapat menunjuk dan menegaskan
sifat keilahian-Nya namun disatu sisi istilah ini dapat menunjuk pada ungkapan
penegasan saat seseorang berbicara. Contoh: ”Jawab malaikat itu
kepadanya: "Akulah Gabriel yang melayani Tuhan dan aku telah diutus untuk
berbicara dengan engkau dan untuk menyampaikan kabar baik ini kepadamu“ (Luk 1:19).
Frasa
"Akulah Gabriel“ dalam teks Yunani dipergunakan bentuk Ego eimi Gabriel. Tidak ada yang
istimewa dalam penggunaan kalimat Ego
eimi pada ayat ini. Demikian pula dalam Matius 14:27 dikatakan: ”Tetapi segera Yesus berkata kepada mereka:
"Tenanglah! Aku ini, jangan takut!". Kalimat ”Aku ini“ dalam teks
Yunani dipergunakan bentuk Ego eimi.
Demikian pula
saat Yesus menegaskan diri-Nya pada Paul di Damsyik sebagaimana dilaporkan
Kisah Rasul 9:5 sbb: ”Jawab Saulus:
"Siapakah Engkau, (Tuan)?" Kata-Nya: "Akulah Yesus yang kauaniaya
itu“. Kalimat, "Akulah Yesus“ dalam ayat tersebut dipergunakan bentuk Ego eimi Iesous.
Sekali lagi,
tidak ada yang istimewa dengan penggunaan kalimat tersebut selain bentuk
penegasan dan idiom Yunani yang khas. Jika membuat kesimpulan Yesus adalah Bapa
berdasarkan penggunaan Ego eimi, mengapa malaikat (Luk 1:19) yang menggunakan bentuk Ego eimi
tidak disebut sebagai Bapa?
Dengan melakukan
kajian teks di atas, sekarang kita harus memecahkan apa makna bentuk kalimat Ego eimi dalam Yohanes 8:24? Ayat 24 tidak dapat dipahami tanpa sebelumnya membaca
ayat 23 dimana Yesus mengatakan,“ Lalu Ia berkata kepada mereka: "Kamu
berasal dari bawah, Aku dari atas; kamu dari dunia ini, Aku bukan dari dunia
ini“. Oleh karenanya istilah Ego eimi pada ayat 24 hendak menegaskan apa yang dinyatakan pada ayat 23 bahwa
apabila orang-orang Yahudi tidak percaya bahwa Yesus adalah yang datang dari
atas dan bukan dari dunia ini, maka mereka akan mati dalam dosa mereka.
Kedua, Yesus bukan Tuhan (Elohim, Alaha, Theos, God) melainkan
Tuan atau Junjungan Agung (Adon, Maran, Kurios, Lord)[9].
Mereka yang memegang pandangan bahwa Yesus adalah Tuhan (Ibr: Elohim/Yun:Theos)
mempergunakan Yesaya 9:5 dimana muncul frasa El Gibor yang artinya “Tuhan Yang Perkasa” dan Yohanes 10:34 dimana
Yesus mengutip Mazmur 82:6 dengan mengatakan, “Tidakkah ada tertulis dalam kitab Taurat kamu: Aku telah berfirman:
Kamu adalah tuhan?” Namun ayat ini
harus dipahami secara keseluruhan dari ayat 36 hingga 38 sbb: “Kata Yesus kepada mereka: "Banyak
pekerjaan baik yang berasal dari Bapa-Ku yang Kuperlihatkan kepadamu; pekerjaan
manakah di antaranya yang menyebabkan kamu mau melempari Aku?" Jawab
orang-orang Yahudi itu: "Bukan karena suatu pekerjaan baik maka kami mau
melempari Engkau, melainkan karena Engkau menghujat Tuhan dan karena Engkau,
sekalipun hanya seorang manusia saja, menyamakan diri-Mu dengan Tuhan" .
Kata Yesus kepada mereka: "Tidakkah ada tertulis dalam kitab Taurat kamu:
Aku telah berfirman: Kamu adalah tuhan? Jikalau mereka, kepada siapa firman itu
disampaikan, disebut tuhan -- sedang Kitab Suci tidak dapat dibatalkan
--,masihkah kamu berkata kepada Dia yang dikuduskan oleh Bapa dan yang telah
diutus-Nya ke dalam dunia: Engkau menghujat Tuhan! Karena Aku telah berkata:
Aku Anak Tuhan?”.
Dalam kasus pelemparan batu orang-orang Yahudi kepada
Yesus, bukan dikarenakan diri-Nya menisbatkan diri sebagai Tuhan (Elohim/Theos)
melainkan ucapan Yesus dianggap menyetarakan diri-Nya dengan Tuhan (ay 33).
Ucapan apa yang membuat orang Yahudi tersinggung dan menuduh Yesus menyetarakan
diri-Nya dengan Tuhan? Pertama, Yesus
mengatakan diri-Nya berkuasa memberikan hidup yang kekal (ay 28). Kedua, Yesus
menyatakan diri-Nya dan Bapa adalah satu (ay 30). Ketiga, menyatakan diri-Nya Anak Tuhan (ay 36).
Jika Yesus
adalah Tuhan (Elohim/Theos) mengapa Dia justru mengajarkan pada para murid-Nya
sbb: "Janganlah gelisah hatimu;
percayalah kepada Tuhan percayalah juga kepada-Ku” (Yoh 14:1). Demikian
pula dikatakan, “Tetapi Yesus berkata
kepadanya: "Ada tertulis: Engkau harus menyembah YHWH Tuhanmu, dan hanya
kepada Dia sajalah engkau berbakti!" (Luk 4:8). Dan akhirnya
dikatakan, “Tuhan itu Roh dan barangsiapa
menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran” (Yoh 4:24).
Penjelasan
saya di atas kerap disalahpahami bahwa saya mengingkari status Ketuhanan
Yesus hanya dikarenakan saya menolak terjemahan kata Yunani Kurios atau
kata Aramaik Maran atau kata Ibrani Adon atau kata Inggris Lord bagi Yesus
dengan sebutan Tuhan melainkan Tuan atau Junjungan Agung serta Junjungan Agung
Yang Ilahi (tergantung konteks kalimatnya)[10]. Saya tidak menolak status keilahian Yesus sebagai Sang Firman yang menjadi
manusia. Namun istilah Kurios bagi
Yesus tidak berhubungan dengan status keilahian beliau dan tidak perlu mengubah
arti kata Kurios yang adalah “Tuan”
menjadi “Tuhan” karena keilahiaan Yesus bukan dibuktikan oleh penggunaan kata Kurios melainkan dibuktikan oleh
pernyataan Yohanes 1 mengenai hakikat Yesus sebagai “Sang Firman yang menjadi
manusia”. Kita harus membedakkan antara gugatan bahasa dimana saya
mempertanyakan akurasi terjemahan kata Kurios
bagi Yesus dengan meyakini keilahian Yesus sebagai Sang Firman. Ini dua
kasus yang berbeda dan yang sedang saya persoalkan bukan soal hakikat beliau
melainkan penerjemahan kata Kurios dalam
bahasa Indonesia.
Dari hasil diskusi
saya dengan beberapa pihak, sejumlah ayat kembali diajukan sebagai dalil bahwa
Yesus adalah Elohim, Alaha, Theos, God atau Tuhan yang menjadi manusia dengan
mengutip sejumlah ayat yaitu Yohanes 20:28, Roma 9:5, Filipi 2:5b-7, Titus
2:13. Mari kita telaah satu persatu.
Mengenai Yohanes
20:28, seharusnya diterjemahkan “Ya Tuanku dan Tuhanku”. Mengapa? Karena
ungkapan di atas bukan sapaan terhadap Yesus sebagaimana struktur kalimat Kisah
Rasul 16:31, “Percayalah kepada Kurios
Iesous....”. Ungkapan Thomas dapat akan dimengerti jika kita meletakkannya
dalam kerangka kebudayaan Yahudi dimana setiap ada peristiwa yang menakjubkan
atau menyedihkan atau melihat serta mendengar sesuatu yang menimbulkan reaksi
baik bahagia, sedih, takjub selalu mengucapkan, Baruk Atta YHWH asyer....”. Jika mendengar kabar baik maka akan
berkata, Baruk Atta YHWH Eloheinu asyer
tov we hamativ. Jika mendengar kabar duka, Baruk Din ha Emet dll. Dalam konteksnyanya, Yohanes 20:28 merupakan
bentuk ketakjuban Thomas melihat mukjizat kebangkitan Yesus dari kematian
sehingga beliau mengucapkan “takbir” atau “birkat”.
Mengenai Roma 9:5. Inilah yang saya katakan kegagalan memahami konteks kalimat dikarena ceroboh dan menolak kajian konteks dan kultur budaya Yahudi dalam setiap ucapan Yesus dan tulisan para rasunya. Frasa, “Dia adalah Tuhan yang harus dipuji sampai selama-lamanya, Amin” tentu saja tidak menunjuk pada diri Yesus karena Yesus tidak pernah mengklaim itu. Frasa tersebut adalah Berakah alias ucapan berkat dan doxologi bagi Tuhan Sang Bapa sebagaimana dikatakan oleh seorang Messianic Jew bernama DR. David Stern sbb: “This is the language of a Jewish brakhah (blessing); in Hebrew it would be “Baruk Adonai le’olam wa’ed”. In Jewish liturgies a recital of God’s attributes or deed, such as here, elicits a blessing; for example the Aramaic Brik hu” (blessed be He) in the Kadish” [11](Jewish New Testament, 1998: p.388)
Mengenai Roma 9:5. Inilah yang saya katakan kegagalan memahami konteks kalimat dikarena ceroboh dan menolak kajian konteks dan kultur budaya Yahudi dalam setiap ucapan Yesus dan tulisan para rasunya. Frasa, “Dia adalah Tuhan yang harus dipuji sampai selama-lamanya, Amin” tentu saja tidak menunjuk pada diri Yesus karena Yesus tidak pernah mengklaim itu. Frasa tersebut adalah Berakah alias ucapan berkat dan doxologi bagi Tuhan Sang Bapa sebagaimana dikatakan oleh seorang Messianic Jew bernama DR. David Stern sbb: “This is the language of a Jewish brakhah (blessing); in Hebrew it would be “Baruk Adonai le’olam wa’ed”. In Jewish liturgies a recital of God’s attributes or deed, such as here, elicits a blessing; for example the Aramaic Brik hu” (blessed be He) in the Kadish” [11](Jewish New Testament, 1998: p.388)
Mengenai Filipi
2:5b-7. Perhatikan frasa “Tidak mengganggap kesetaraan dengan Tuhan (Elohim,
Alaha, Theos, God)”. Apa artinya? Hakikat Yesus adalah Sang Firman dan Sang
Firman itu setara dengan Tuhan (Elohim, Alaha, Theos, God), oleh karenanya
digunakan istilah “Firman itu bersama dengan Tuhan (Elohim, Alaha, Theos, God)”.
Mengenai Titus
2:13 sejajar dengan ayat-ayat berikut: “Namun
bagi kita hanya ada satu Tuhan (Elohim, Alaha, Theos, God) saja, yaitu
Bapa, yang dari pada-Nya berasal segala sesuatu dan yang untuk Dia kita hidup,
dan satu Junjungan Agung (Adon, Maran, Kurios, Lord) saja, yaitu Yesus Sang
Mesias yang oleh-Nya segala sesuatu telah dijadikan dan yang karena Dia kita
hidup” (1 Korintus 8:6)
“Karena
Tuhan (Elohim, Alaha, Theos, God) itu
esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Tuhan (Elohim, Alaha,
Theos, God) dan manusia, yaitu manusia
Mesias Yesus” (1 Tim 2:5)
“Terpujilah
Tuhan (Elohim, Alaha, Theos, God) dan Bapa Junjungan Agung (Adon, Maran,
Kurios, Lord) kita Yesus Sang Mesias yang dalam Mesias telah mengaruniakan
kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga”
(Ef 1:3)
Marilah kita kembali kepada dasar pengakuan Gereja Perjanjian Baru yang
adalah Gereja Perdana yang berpusat pada komunitas Yahudi dan Yudaisme yang
telah menerima Yesus sebagai Mesias dan Anak Tuhan yang bersaksi: “Lalu aku melihat sorga terbuka:
sesungguhnya, ada seekor kuda putih; dan Ia yang menungganginya bernama:
"Yang Setia dan Yang Benar", Ia menghakimi dan berperang dengan adil.
Dan mata-Nya bagaikan nyala api dan di atas kepala-Nya terdapat banyak mahkota
dan pada-Nya ada tertulis suatu nama yang tidak diketahui seorang pun, kecuali
Ia sendiri. Dan Ia memakai jubah yang telah dicelup dalam darah dan nama-Nya ialah: "Firman Tuhan."
Dan semua pasukan yang di sorga mengikuti Dia; mereka menunggang kuda putih dan
memakai lenan halus yang putih bersih. Dan dari mulut-Nya keluarlah sebilah
pedang tajam yang akan memukul segala bangsa. Dan Ia akan menggembalakan mereka
dengan gada besi dan Ia akan memeras anggur dalam kilangan anggur, yaitu
kegeraman murka Tuhan, Yang Mahakuasa. Dan pada jubah-Nya dan paha-Nya tertulis
suatu nama, yaitu: "Raja segala raja dan Tuan di atas segala tuan” (Why 19:11-16)
Keyakinan iman ini tetap dipelihara oleh murid-murid para rasul baik
Polikarpus, Ignatius, Ireneus.
Polikarpus (murid Rasul Yohanes, Bishop Smirna, 69-155 Ms) menuliskan: “I bless you for having judged me worthy
from this day and this hour to be counted among your martyrs. . . . You have
kept your promise, God of faithfulness and truth. For this reason and for
everything, I praise you, I bless you, I glorify you through the eternal and
heavenly High Priest, Jesus Christ, your beloved Son. Through him, who is
with you and the Holy Spirit, may glory be given to you, now and in the ages to
come. Amen” (Aku memberkati-Mu
karena telah menetapkan kelayakkannku pada hari ini dan jam ini untuk
diperhitungkan diantara para martirmu…Engkau telah menepati janji-Mu, Tuhan yang setia dan kebenaran. Untuk
alasan ini dan untuk semuanya, aku memuji-Mu, aku memberkati-Mu, aku memuliakan-Mu
melalui Imam Agung
yang
kekal dan surgawi yaitu Yesus Sang
Mesias, Anak-Mu terkasih.
Melalui-Nya, yang bersama-Mu dan Roh Kudus,
biarlah kemuliaan diberikan hanya
kepada-Mu dari sekarang sampai
masa yang akan datang. Amin)[12].
Ignatius (murid Polikarpus, murid Yohanes dan Bishop Antiokia ketiga, 35 atau 50 – sampai 98 atau 117 Ms) menuliskan: “Be not deceived with strange doctrines, "nor give heed to fables and endless genealogies," and things in which the Jews make their boast. "Old things are passed away: behold, all things have become new." For if we still live according to the Jewish law, and the circumcision of the flesh, we deny that we have received grace. For the divinest prophets lived according to Jesus Christ. On this account also they were persecuted, being inspired by grace to fully convince the unbelieving that there is one God, the Almighty, who has manifested Himself by Jesus Christ His Son, who is His Word, not spoken, but essential. For He is not the voice of an articulate utterance, but a substance begotten by divine power, who has in all things pleased Him that sent Him” (Jangan tertipu dengan doktrin yang aneh atau mengindahkan dongeng dan silsilah tiada ujung pangkal dalam mana orang-orang Yahudi bermegah. "Hal-hal yang lama telah berlalu: lihatlah, segala sesuatu telah menjadi baru." Sebab jika kita masih hidup menurut hukum Yahudi, dan menyunatkan secara daging, kita menyangkal bahwa kita telah menerima kasih karunia. Karena para nabi pelihat Tuhan hidup menurut Yesus Sang Mesias. Dengan jalan ini juga mereka dianiaya, yang terdorong oleh kasih karunia diyakinkan untuk sepenuhnya percaya bahwa hanya ada satu Tuhan, Yang Mahakuasa, yang telah menyatakan diri-Nya melalui Yesus Sang Mesias Putra-Nya, yang adalah Firman-Nya, bukan ucapan belaka namun esensial. Karena Dia bukan suara ucapan belaka melainkan diperanakkan melalui kekuatan ilahi, yang dalam segala hal menyukakan Dia yang mengutus-Nya)[13]
Ignatius (murid Polikarpus, murid Yohanes dan Bishop Antiokia ketiga, 35 atau 50 – sampai 98 atau 117 Ms) menuliskan: “Be not deceived with strange doctrines, "nor give heed to fables and endless genealogies," and things in which the Jews make their boast. "Old things are passed away: behold, all things have become new." For if we still live according to the Jewish law, and the circumcision of the flesh, we deny that we have received grace. For the divinest prophets lived according to Jesus Christ. On this account also they were persecuted, being inspired by grace to fully convince the unbelieving that there is one God, the Almighty, who has manifested Himself by Jesus Christ His Son, who is His Word, not spoken, but essential. For He is not the voice of an articulate utterance, but a substance begotten by divine power, who has in all things pleased Him that sent Him” (Jangan tertipu dengan doktrin yang aneh atau mengindahkan dongeng dan silsilah tiada ujung pangkal dalam mana orang-orang Yahudi bermegah. "Hal-hal yang lama telah berlalu: lihatlah, segala sesuatu telah menjadi baru." Sebab jika kita masih hidup menurut hukum Yahudi, dan menyunatkan secara daging, kita menyangkal bahwa kita telah menerima kasih karunia. Karena para nabi pelihat Tuhan hidup menurut Yesus Sang Mesias. Dengan jalan ini juga mereka dianiaya, yang terdorong oleh kasih karunia diyakinkan untuk sepenuhnya percaya bahwa hanya ada satu Tuhan, Yang Mahakuasa, yang telah menyatakan diri-Nya melalui Yesus Sang Mesias Putra-Nya, yang adalah Firman-Nya, bukan ucapan belaka namun esensial. Karena Dia bukan suara ucapan belaka melainkan diperanakkan melalui kekuatan ilahi, yang dalam segala hal menyukakan Dia yang mengutus-Nya)[13]
Ireneus menuliskan (murid Polikarpus, Bishop Lugdunum di Gaul, 130-202):
“But there is one only God, the Creator—
He who is above every Principality, and Power, and Dominion, and Virtue: He is
Father, He is God, He the Founder, He the Maker, He the Creator, who made
those things by Himself, that is, through His Word and His Wisdom— heaven
and earth, and the seas, and all things that are in them: He is just; He is
good; He it is who formed man, who planted paradise, who made the world, who
gave rise to the flood, who saved Noah; He is the God of Abraham, and the God
of Isaac, and the God of Jacob, the God of the living: He it is whom the law
proclaims, whom the prophets preach, whom Christ reveals, whom the apostles
make known to us, and in whom the Church believes. He is the Father of our
Lord Jesus Christ” (Namun hanya ada satu Tuhan, Sang
Pencipta - Dia yang mengatasi segala kerajaan, dan kekuatan dan
kekuasaan, serta Kebajikan: Dia adalah Bapa, Dia adalah Tuhan, Dia
adalah Pendiri, Dia adalah Pembuat, Dia Sang Pencipta, yang membuat sesuatu seorang diri saja, yaitu melalui Firman-Nya dan Hikmat-Nya
yaitu bumi, dan laut, serta
semua hal-hal yang ada di dalamnya: Dia Adil; Dia baik; Dia-lah yang membentuk manusia, yang menanam
di surga, yang
membuat dunia, yang memunculkan banjir, yang menyelamatkan Nuh; Dia adalah Tuhan
Abraham, dan Tuhanh Ishak, dan Tuhan Yakub, Tuhan yang hidup: Daripada-Nyalah hukum disingkapkan, Daripada-Nyalah para nabi
memberitakan, Daripada-Nyalah Mesias menyingkapkan, Daripada-Nyalah para rasul diperkenalkan bagi kita serta
Daripada-Nyalah Gereja
percaya. Dia adalah Bapa dari Junjungan Agung kita Yesus Sang Mesias)[14]
Bambang Noorsena kawan dan lawan diskusi dalam presentasinya mengenai
Kristologi dari perspektif Gereja Ortodox Syria mengatakan, “Apabila umat Kristiani berusaha keras mempertahankan keilahian
Yesus, sesungguhnya yang kita maksudkan adalah menegaskan keabadian Firman Allah
yang selalu berada dalam Wujud Dzat-Nya, yang melalui-Nya alam semesta dan
segala isinya ini diciptakan. Dan karena sejak kekal Kristus adalah Akal
Allah dan Sabda-Nya, maka jelaslah
Firman itu adalah Allah”[15].
Sekalipun saya bersebrangan prinsip terkait penggunaan nama Allah dalam kosa
kata Ketuhanan Kristiani namun saya hanya mengutip pernyataan yang senada
mengenai status Ketuhanan Yesus sebagai Sang Firman (Davar, Milta, Logos, Word)
yang menjadi manusia dan bukan Tuhan (Elohim, Alaha, Theos, God) yang menjadi
manusia.
Firman Yang Menjadi Manusia: Implikasi Sosiologis
Implikasi
sosiologisnya, Sang Firman yang telah menjadi manusia demi tugas penyelamatan
dunia dan manusia, demi memperdamaikan perseteruan antara manusia dengan Tuhan
itu, tidak lahir dalam ruang kosong yang bersifat metahistoris. Dia datang
dalam suatu lingkup kehidupan, peradaban dan kebudayaan serta peradaban Yahudi
dan Yudaisme.
Dengan menyatakan
aspek Keyahudian Yesus, bukan berarti kita meniadakan aspek Ontologis Yesus
sebagai Sang Firman yang menjadi manusia, namun kita hendak mendalami aspek
Anthropologis Yesus sebagai Firman yang menjadi Manusia. Manusia Ilahi itu
lahir dalam konteks ruang dan waktu, yaitu Yerusalem yang dijajah dan dikuasai
Pemerintahan Romawi. Konteks kebudayaan dan keagamaan tertentu, yaitu Yahudi
dan Yudaisme. Kekristenan lebih
menekankan aspek Ontologis Yesus sehingga mengabaikan aspek Antropologis Yesus.
Hal itu berdampak mendistori hakikat dan ajaran Yesus. Hal ini dapat kita lihat
dalam sejumlah doktrin yang memfokuskan segala sesuatu pada Yesus Sang Mesias.
Ketika seorang Kristen ditanya, “siapa Tuhan Anda?” Selekas mungkin Kekristenan
akan menjawab, “Yesus Kristus”. Padahal Yesus bersabda, “Tuhan adalah roh barangsiapa hendak menyembah-Nya haruslah menyembah
dalam roh dan kebenaran” (Yoh 4:24). Dalam kesempatan lain Yesus bersabda, "Janganlah gelisah hatimu; percayalah
kepada Tuhan, percayalah juga kepada-Ku” (Yoh 14:1). Dan dikatakan pula
dalam percakapan berikutnya, “Inilah
hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Tuhan
yang benar, dan mengenal Yesus Sang Mesias yang telah Engkau utus” (Yoh
17:3).
Yesus
Bukan Kristen Melainkan Seorang Yahudi dan Penganut Yudaisme
Yesus bukan
seorang Kristen dan tidak mendirikan agama Kristen. Kristen berasal dari kata
Yunani Christos yang merupakan bentuk
terjemahan terhadap kata Ibrani Mashiakh yang artinya “Yang Diurapi”. Pengikut Yesus
dari golongan Yahudi dijuluki Nazarane/Netsarim/Nazoraios
(Kis 24:5) sementara pengikut Yesus dari golongan non Yahudi dijuluki Christianoi/Kristen (Kis 11:26)
Apakah bukti-bukti
bahwa Yesus adalah seorang Yahudi dan penganut Yudaisme ?”[16] Pertama,
garis silsilah Yesus (Mat 1:1-17, Luk 3:23-28). Silsilah yang dilaporkan oleh
Matius mengambil garis Yesus dari Salomo anak Daud, Raja Israel (Mat 1:6) dan
jika ditarik terus ke atas, sampailah pada leluhur Mesias, yaitu Yahuda yang
merupakan anak Yakub, anak Ishak, anak Abraham, sebagai anak pewaris perjanjian
kekal Yahweh dengan keturunan Abraham. Sementara silsilah yang dilaporkan Lukas
mengambil garis dari Natan anak Daud yang lain (Luk 3:32), hingga sampai Abraham
dan terus sampai kepada Adam. Asal-usul kesukuan Yesus ditegaskan kembali dalam
Ibrani 7:14, “Sebab telah diketahui semua
orang, bahwa Junjungan Agung kita berasal dari suku Yahuda dan mengenai suku
itu Musa tidak pernah mengatakan suatu apa pun tentang imam-imam”.
Kedua,
gaya berpakaian yang mencirikan seorang Yahudi. Dilaporkan dalam Matius 9:20, “Pada waktu itu seorang perempuan yang sudah
dua belas tahun lamanya menderita pendarahan (zavat dam) maju mendekati Yesus
dari belakang dan menjamah jumbai jubah-Nya”. Apa yang dimaksudkan dengan
“jumbai jubah-Nya?” Itulah ujung tepi jubah dimana terikat Tsit-tsit yang mencirikan seorang laki-laki Yahudi berpakaian. Kita
tidak tahu apakah perempuan ini seorang Yahudi atau non Yahudi, namun nubuatan
Zakaria secara tidak langsung genap dalam diri Yesus.
Ketiga,
mengalami prosesi Brit Millah atau
Sunat pada hari ke delapan, sesuai Torah, sebagai bagian dari tanda fisik
perjanjian antara keturunan Abraham dengan YHWH Semesta Alam. Lukas 2:21-24
melaporkan, “Dan ketika genap delapan
hari dan Dia harus disunatkan, Dia diberi nama Yesus yaitu nama yang disebut
oleh malaikat sebelum Dia dikandung ibu-Nya. Dan ketika genap waktu pentahiran
, menurut Torah Musa, mereka membawa Dia ke Yerusalem untuk menyerahkan-Nya
kepada Yahweh, seperti ada tertulis dalam Torah YHWH: "Semua anak
laki-laki sulung harus dikuduskan bagi Tuhan", dan untuk
mempersembahkan korban menurut apa yang difirmankan dalam Torah YHWH, yaitu
sepasang burung tekukur atau dua ekor anak burung merpati.
Keempat,
mengalami prosesi Bar Mitswah dalam
Lukas 2:41-52, di mana Yahshua mulai muncul pada usia 12 tahun dan kemunculan
di usia 12 tahun itu dimulai di Bait Suci, saat kedua orang tuanya melaksanakan
perayaan tahunan Pesakh.
Kelima,
membaca Torah dan beribadah Sabat. Dikatakan dalam Lukas 4:16, ”Dan datang ke Nazaret tempat Dia
dibesarkan, dan menurut kebiasaan-Nya pada hari Sabat Dia masuk ke Sinagog,
lalu berdiri hendak membaca dari Gulungan Kitab”. Yesus melakukan Aliyah (menaikkan Torah) di Sinagog
Yahudi yang jatuh pada tiap hari Shabat.
Keenam,
melaksanakan Sheva Moedim atau Tujuh
Hari Raya yang ditetapkan YHWH. Sheva
Moedim artinya Tujuh Hari Raya yang merupakan ketetapan Yahweh (Imamat
23:1-44). Sheva Moedim bukan hanya
merupakan perayaan panen, namun suatu perayaan momentum perbuatan Yahweh bagi
umat-Nya di masa lalu serta perayaan yang bersifat propetik Mesianik. Nama
ketujuh Hari Raya tersebut adalah: Pesakh
, Hag ha Matsah (Roti Tidak Beragi), Hag
Sfirat ha Omer (Buah Sulung), Hag
Shavuot (Pentakosta), Hag Rosh ha
Shanah/Yom Truah (Tahun Baru/peniupan Sangkakala), Hag Yom Kippur (Pendamaian) dan Hag
Sukkot (Pondok Daun)
Dari ketujuh Hari
Raya tersebut, ada tiga Hari Raya besar yang diperingati setiap tahun dengan
berkumpul di Yerusalem, yaitu Pesakh,
Shavuot dan Sukkot (Ulangan
16:16-17). Kitab Perjanjian Baru mencatat tiga perayaan penting tersebut
dihadiri oleh Yesus, baik saat Yesus mulai beranjak remaja maupun sudah mulai dewasa
dan melakukan karya Mesianik-Nya. Yesus menghadiri Perayaan Pesakh bersama kedua orang tua-Nya (Luk
2:41-42). Yesus merayakan Sukkot
bersama murid-murid-Nya (Yoh 7:1-13).
Nilai
Pengkajian Keyahudian dan Keyudaismean Yesus Bagi Kekristenan
Seseorang memberikan
pernyataan, “Apa pentingnya sich kita mengetahui bahwa Yesus adalah seorang
Yahudi dan penganut Yudaisme?”, “Apakah itu berpengaruh pada keselamatan jiwa
kita?” Ini bukan soal selamat atau tidak selamat. Ini bukan soal kehidupan
kekal di sorga atau kehidupan kekal di neraka. Ini soal pemahaman yang
berimbang terhadap Yesus Sang Mesias Juruslamat dan Junjungan Agung Ilahi kita.
Berulangkali Kitab
Perjanjian Baru menegaskan kemanusiaan Yesus dengan berkata, “Karena Tuhan itu esa dan esa pula Dia yang
menjadi pengantara antara Tuhan dan manusia, yaitu manusia Mesias Yesus” (1
Tim 2:5). Dan dikatakan pula, “Demikianlah
kita mengenal Roh Tuhan setiap roh yang mengaku, bahwa Yesus Sang Mesias telah
datang sebagai manusia, berasal dari Tuhan” (1 Yoh 4:2).
Kajian ini
menolong kita memahami aspek kemanusiaan Yesus yang Yahudi dan Yudaisme.
Pengabaian aspek kemanusiaan Yesus yang Yahudi dan Yudaisme, membawa sejumlah
konsekwensi serius dibidang Akidah-Ibadah-Akhlak
Kristiani. Apakah sajakah itu?
Dampak
Pengabaian Keyahudian dan Keyudaismean Yesus Sang Mesias
Memutuskan
hubungan sejarah bahwa Yesus adalah Bangsa Yahudi, bahwasnya Kekristenan
berakar dari Yudaisme, menimbulkan konsekwensi teologis yang mendalam, berupa
kehilangan orientasi dan kesatuan iman
dan tata ibadat. Nelly Van Doorn-Harder, MA., menjelaskan kenyataan di atas
sbb: “…proses melupakan warisan
keyahudian ini berawal dari pengajaran mengenai amanat Kristen diluar tanah
asalnya sendiri, tanah Palestina, yakni ketika pesan Kristen ini dikontekstualisasikan
dengan cara menyerap budaya-budaya dan ide-ide lokal seperti ide-ide filsafat
Yunani…Dalam kenyataan, yang terjadi adalah para reformator bahkan membawa
gereja keluar jauh dari warisan aslinya karena mereka dipengaruhi oleh suatu
budaya yang berorientasikan ilmu pengetahuan sebagai hasil dari Renaisance.
Sehingga keaslian sikap Kristen Yahudi yang senantiasa berdialog secara konstan
dengan (Tuhan) yang penuh simbol dan misteri, sama sekali hilang dari kehidupan
liturgi Protestan dan diganti oleh penekanan ala Protestan yakni doktrin…anti
Yahudi telah memberi andil terhadap paham (ide) bahwa Kekristenan adalah sebuah
agama yang betul-betul asli dan tidak menggunakan unsur Yudaisme apapun.
Melupakan akar-akar keyahudian, memberikan konsekwensi-konsekwensi serius
terhadap kehidupan liturgi Kristen. Bila orang-orang Kristen tidak lagi
memahami arti sepenuhnya latar belakang keyahudian dalam kehidupan liturgi
mereka, kontroversi-kontroversi seperti yang ada dalam interpretasi mengenai
perjamuan kudus, mulai nampak diantara orang-orang Kristen. Akibat dari
kontroversi-kontroversi ini adalah munculnya perpecahan-perpecahan dan
aliran-aliran dalam gereja”[17]
Kiranya pengkajian
singkat ini dapat menuntun kita untuk lebih dekat lagi melihat sosok Yesus
secara berimbang baik dari sudut pandang keimanan yang berdasarkan Kitab Suci
maupun berdasarkan sudut pandang sosiologis dan historis berdasarkan berbagai
literatur-literatur di luar Kitab Suci yang meneguhkan keimanan. Dengan melihat
secara utuh siapa Yesus Sang Mesias Anak Tuhan, Juruslamat dan Junjungan Agung
Yang Ilahi maka kita akan meletakkan keimanan kepada beliau dalam konsep yang
obyektif dan tidak mencederai sejarah sebagaimana disaksikan dalam Kitab
Perjanjian Baru.
End Notes
[1] Teguh Hindarto, Benarkah Yesus Sang Mesias Lahir Pada Tanggal 25 Desember?
http://teguhhindarto.blogspot.com/2012/01/benarkah-yesus-sang-mesias-lahir-pada.html
Teguh Hindarto, Membaca Ulang Sejarah Kelahiran Mesias
http://teguhhindarto.blogspot.com/2012/01/membaca-ulang-sejarah-kelahiran-mesias.html
http://teguhhindarto.blogspot.com/2012/01/benarkah-yesus-sang-mesias-lahir-pada.html
Teguh Hindarto, Membaca Ulang Sejarah Kelahiran Mesias
http://teguhhindarto.blogspot.com/2012/01/membaca-ulang-sejarah-kelahiran-mesias.html
[2] Teguh Hindarto, Natal Tanpa Santa dan Cemara: Mungkinkah?
http://teguhhindarto.blogspot.com/2012/12/memisahkan-fakta-dan-fiksi-diseputar.html
http://teguhhindarto.blogspot.com/2012/12/memisahkan-fakta-dan-fiksi-diseputar.html
[4] Purnawan
Tenibemas, Apologetika Abad Pertama dalam Buletin “Sahabat Gembala”, Bandung, 1992, h.58)
[7] Marcus Doods, The Exspositor’s
Greek Testament, Vol I, p. 684
[9] Teguh Hindarto, Haruskah
Gelar “Kurios” (Adon) Bagi Yesus Diterjemahkan Dengan Tuhan? Buletin IJI
Vol II Maret 2014
[10] Dalil teologis dan kebahasaan sudah saya jabarkan dalam kajian di buletin sebelumnya, Haruskah Gelar “Kurios” (Adon) Bagi Yesus Diterjemahkan Dengan Tuhan?
[12] Martyrium
Polycarpi 14,2-3:PG 5,1040; SCh 10,228
http://www.vatican.va/archive/ccc_css/archive/catechism/p3s2c2a8.htm
http://www.vatican.va/archive/ccc_css/archive/catechism/p3s2c2a8.htm
[13] The Epistle of Ignatius to the Magnesians, Chapter VIII.-Caution Against False Doctrines.
http://www.earlychristianwritings.com/text/ignatius-magnesians-longer.html
[15] DR. Bambang Noorsena, Tiga Arus Pemikiran Mengenai Ajaran Tritunggal dan Hubunganya Dengan
Keesaan Allah, Makalah disajikan dalam rangka Ulang Tahun Majalah Rohani
Populer BAHANA, Auditorium Universitas Duta Wacana, 30 Juli 2012, hal 7
[16] Teguh Hindarto, Yesus, Yahudi, Yudaisme
http://teguhhindarto.blogspot.com/2011/03/yesus-yahudi-yudaisme.html
[17] Nelly Van Doorn-Harder, MA., Akar-akar Keyahudian dalam Liturgi Kristen, dalam : Jurnal Teologi GEMA Duta Wacana, no 53, Yogyakarta: 1998, hal 72-73
0 komentar:
Posting Komentar