RSS Feed

YESUS SANG FIRMAN YANG MENJADI MANUSIA:

Posted by Teguh Hindarto


Pemahaman Mengenai Hakikat Yesus 
Dan Implikasi Teologis dan Sosiologisnya

Tiap-tiap jatuh bulan Desember, bagi dunia Kristen pada umumnya, baik di Eropa, Amerika dan Asia khususnya di Indonesia toko-toko Kristen dan umat Kristen mulai sibuk menyiapkan Christmass atau Natal yaitu kelahiran Yesus Sang Mesias. Sekalipun saya tidak mengakui kelahiran Yesus pada tanggal 25 Desember[1] namun saya tetap memberikan apresiasi dan ruang bagi semua denominasi Kristen untuk merayakan apa yang mereka yakini dengan sedikit memberikan kritik dan masukkan secara terbatas[2]. Terlepas dari semua perbedaan tersebut, namun masing-masing pihak yang berbeda tentu mengimani teks yang sama yang menjadi sumber perayaan selain Matius 1:21 tentunya Yohanes 1:14.

Saya akan mengupas aspek lain dari Yohanes 1:14 perihal Yesus sebagai perwujudan Sang Firman yang menjadi manusia dan segala implikasinya baik di ranah teologis maupun ranah sosiologis.

Firman Yang Menjadi Manusia: Implikasi Teologis

Yohanes 1: 1 dibuka dengan kalimat, εν αρχη ην ο λογος (en arkhe en ho Logos – Greek New Testament)  Apa arti pernyataan tersebut? Istilah Logos dalam arti filsafatnya sudah lama di pakai sebelum penggunaannya di dalam Kitab Yohanes, baik dalam konteks pemikiran Yunani maupun Mesir bahkan pemikir Yahudi bernama Philo[3].

Heraklitus (500 SM) mula-mula menggunakan istilah Logos. Menurutnya, dunia selalu mengalami perubahan. daya penggerak perubahan tersebut adalah Logos. Logos adalah pikiran yang benar dan bersifat kekal. Anaxagoras (400 SM) beranggapan bahwa Logos adalah jiwa manusia yang menjadi pengantara antara Tuhan dan manusia. Logos berdiam di dalam dunia. Philo (20 SM-20 Ms) seorang Yahudi Alexandria menyatakan bahwa Logos adalah akal Tuhan yang menjadi pengantara antara Tuhan dan manusia. Logos tidak berkepribadian dan Logos tidak dapat berubah menjadi manusia. 


Purnawan Tenibemas mengatakan, “Rasul Yohanes telah menyimak suasana pikiran zamannya, mengambil istilah yang umum di pakai dan tumpuan harapan orang sesamanya, serta memberi arti baru yang lebih dalam  sesuai dengan ilham Roh Kudus kepadanya”[4]. Berbeda dengan Tenibemas, Olla Tulluan, Ph.D., mengatakan bahwa penggunaan Logos dalam Injil Yohanes di karenakan istilah itu sudah di kenal dalam lingkungan Yahudi dan Yunani, namun penggunaan Logos harus di mengerti latar belakangnya dalam penyataan Tuhan dalam Perjanjian Lama[5]. Senada dengan Olla Tullan, DR. David Stern mengulas kata Logos dilihat dari latar belakang Semitik Hebraik kata Davar berdasarkan TaNaKh sbb: “The language echoes the first sentence of Genesis…thus the TaNaKh lays the groundwork for Yochanan’s  statement that the Word was with God and was God’s[6] (bahasa tersebut menggemakan kalimat pertama dari Kitab Kejadian…sehingga TaNaKh meletakkan dasar bagi pernyataan Yohanes bahwa Sang Firman bersama Tuhan dan Firman adalah Tuhan).

Apa yang dikatakan Yohanes mengenai Sang Firman?
  1. Dia bersama Tuhan (ay 1). Artinya, sang Firman berdiam dan sehakikat dengan Tuhan YHWH. Kata yang di terjemahkan “bersama dengan” adalah pros. Marcus Doods memberikan komentar mengenai penggunaan kata pros sbb : “pros, implies not merely existence alongside with but personal intercourse” (kata ‘pros’ bukan hanya menunjukkan keberadaan bersama melainkan hubungan pribadi)[7]
  2. Dia adalah Tuhan (ay 1). Artinya, sang Firman adalah manifestasi, ekspresi dari pikiran dan kehendak Tuhan. Dia adalah daya Kreatif, Daya Cipta yang menciptakan sesuatu menjadi ada dan bukan ciptaan.
  3.   Dia menjadikan segala sesuatu (ay 3). Artinya, dari segala yang ada dan hidup, Sang Firmanlah yang menyebabkan adanya sesuatu. Dalam Kitab Kejadian 1:3, 6, 9, 11, 14 ,20, 24, 26, 29, di tegaskan bahwa Firman “menjadikan segala sesuatu”, sebagaimana ungkapan yehi wa yehi (jadilah ada maka jadilah ada). Ungkapan tersebut sejajar dengan istilah Qur’an, kun fa yakun.
  4. Dia kekal (ay 4). Artinya, Dia tidak akan mengalami kemusnahan atau eksistensi yang temporal. Dia adalah eternal. Pernyataan ini tersirat di balik istilah Yunani zoe atau Ibrani khay yang bermakna “kehidupan yang berkualitas kekekalan”.
Penjelasan Yohanes menggemakan kembali hakikat Sang Firman dalam TaNaKh sbb:

Firman adalah Daya Cipta Tuhan
Mazmur 33:6 mengatakan, bi devar YHWH shamaym naasyu, ube ruakh piw, kal tsevaam yang artinya, (oleh  Firman YHWH langit telah di buat dan oleh nafas dari mulut-Nya, terbentuklah semua tentara-Nya”). Dalam Kitab Kejadian, sebanyak 9 kali istilah Amar (Firman) di hubungkan dengan terjadinya ciptaan. Di tuliskan, wayomer Elohim, ‘yehi wa yehi, artinya, “jadi maka jadilah”.

Firman adalah Utusan Tuhan 
Mazmur 107:20 mengatakan, yislakh devaru we yirpaem… (Dia mengutus Firman-Nya dan di sembuhkannya mereka)

Firman adalah Pelaksana Kehendak Tuhan 
Yesaya 55:11 mengatakan, ken yihye devari asher yetse mipiy. Lo yashuv elay reqam. Ki imasha et asher khapatsti we hitsliyakh asher shelakhtiw  (Demikianlah Dia, Firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku tidak akan kembali kepada-Ku dengan kehampaan namun Dia akan melaksanakan dengan sempurna apa yang Aku inginkan dan akan memperoleh tujuan-Nya sebagaimana Aku mengutus-Nya).

Firman adalah Kehendak Tuhan yang di komunikasikan pada para nabi-Nya 

Yesaya 38:4 mengatakan, wa yomer et YHWH el YesaYah.. (Maka berfirmanlah YHWH kepada Yesaya). 

Kalangan Saksi Yehuwa menerjemahkan secara berbeda frasa Yunani kai Theos en ho Logos (Yoh 1:1) Dengan menerjemahkannya sbb, Dan firman adalah suatu (tuhan). Terjemahan ini untuk mendukung pandangan mereka yang menolak keilahian Yesus. Donald Guthrie membahas kesalahpahaman  penafsiran tersebut tersebut dan memberikan penilaiannya sbb : “Dalam Yohanes 1:1 dalam bahasa Yunani, kata Theos tidak mempunyai kata sandang, hal ini telah menyesatkan banyak orang yang berpikir bahwa pengertian yang benar dari pernyataan itu ialah, ‘Firman itu adalah seorang tuhan’, tetapi secara tata bahasa pengertian itu tidak dapat di pertahankan, karena kata Theos merupakan predikat. Tidak dapat di ragukan bahwa Yohanes bermaksud agar para pembacanya mengerti bahwa Firman itu memiliki sifat (Ketuhanan), tetapi ia tidak bermaksud bahwa Firman dan Tuhan merupakan istilah yang sama artinya, karena pernyataan sebelumnya dengan jelas membedakan keduannya. Seharusnya pernyataan ini berarti bahwa walaupun Firman itu adalah Tuhan, namun pengertian tentang (Ketuhanan) mencakup lebih dari Firman…dengan beberapa kata ia telah memberi kesan mengenai sikap dan kedudukan Ketuhanan dari Firman yang selalu bersama-sama dengan (Tuhan)[8]

Implikasi teologis frasa “Firman itu telah menjadi manusia” bahwasanya Yesus memiliki aspek keilahian dan sekaligus aspek kemanusiaan. Aspek keilahian tersebut dinampakkan bahwa hakikat Yesus adalah Sang Firman yang setara, sehakikat, melekat dengan Tuhan (Yoh 1:1). Firman tidak diciptakan melainkan daya cipta Tuhan yang menjadikan segala sesuatu ada (Kej 1:3, Mzm 33:6, Yoh 1:3).

Karena Firman tidak diciptakan maka Firman itu kekal adanya. Firman bukan yang begitu saja serupa dengan Tuhan sebagaimana terungkap dalam frasa, “Firman itu bersama dengan Tuhan” (Yoh 1:1) namun serentak bahwa Firman bukan yang berbeda dengan Tuhan hal itu terungkap dalam frasa “Firman itu adalah Tuhan” (Yoh 1:1). Frasa “bersama Tuhan” menunjukkan perbedaan fungsional dan frasa “adalah Tuhan” menunjukkan kesatuan dan kesehakikatan dalam Ketuhanan.

Meluruskan Berbagai Kesalahaman Seputar Keilahian Yesus

Pertama, Yesus bukan Sang Bapa melainkan Sang Anak atau Sang Putra. Baik Kitab Injil maupun surat-surat rasuli tidak pernah menisbatkan Yesus sebagai Sang Bapa, melainkan Dia adalah Sang Anak karena hakikat Dia adalah Sang Firman yang menjadi manusia (Yoh 1:14, 18).
 
Bapa menyatakan sendiri bahwa Yesus adalah Anak sebagaimana dikatakan dalam Matius 3:16-17 sbb: “Sesudah dibaptis, Yesus segera keluar dari air dan pada waktu itu juga langit terbuka dan Ia melihat Roh Tuhan seperti burung merpati turun ke atas-Nya, lalu terdengarlah suara dari sorga yang mengatakan: "Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan." Jika Yesus Sang Bapa, siapa yang berkata “Inilah Anak-Ku?” Apakah Anak Tuhan berbicara kepada Anak Tuhan? 
 
Malaikat yang mewartakan kelahiran Yesus mengatakan sbb: “Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Tuhan Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Tuhan (Luk 1:35)

Petrus murid Yesus menegaskan siapa Yesus dan dibenarkan oleh Yesus saat ditanya siapakah diri-Nya, sebagaimana dikatakan, “Lalu Yesus bertanya kepada mereka: "Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?" Maka jawab Simon Petrus: "Engkau adalah Mesias, Anak Tuhan yang hidup!" Kata Yesus kepadanya: "Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga” (Matius 16 :15-17)

Bahkan Shatan saja mengakui bahwa Yesus adalah Anak Tuhan dengan mengatakan: “Setibanya di seberang, yaitu di daerah orang Gadara, datanglah dari pekuburan dua orang yang kerasukan setan menemui Yesus. Mereka sangat berbahaya, sehingga tidak seorang pun yang berani melalui jalan itu. Dan mereka itu pun berteriak, katanya: "Apa urusan-Mu dengan kami, hai Anak Tuhan? Adakah Engkau ke mari untuk menyiksa kami sebelum waktunya?" (Mat 8:28-29)

Orang yang tidak menjadi murid Yesus pun mengakui bahwa Dia adalah Anak Tuhan sebagaimana dilaporkan: “Kepala pasukan dan prajurit-prajuritnya yang menjaga Yesus menjadi sangat takut ketika mereka melihat gempa bumi dan apa yang telah terjadi, lalu berkata: "Sungguh, Ia ini adalah Anak Tuhan" (Matius 27:54).

Tidak ada satupun referensi ayat yang menegaskan secara langsung bahwa Yesus adalah Sang Bapa kecuali 2 ayat yang disalahpahami pengertiannya. Kedua ayat yang disalahpahami tersebut adalah Yesaya 9:5 yang berbunyi: “Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Tuhan yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai”. Ayat ini menjadi referensi nubuatan yang membuktikan sifat keilahian Mesias yang dilahirkan. Thoh Yesus tidak pernah disapa dengan sebutan “Penasihat Ajaib”, “Tuhan yang Perkasa”, “Bapa yang Kekal”, “Raja Damai”.

Julukan profetis tersebut lebih memberikan informasi sifat keilahian Mesias atau Pra Ada Mesias sebagai Sang Firman. Bukankah Firman itu tidak diciptakan melainkan menciptakan (Mzm 33:6)? Jika Dia menciptakan, maka Dia kekal. Sifat keilahian Mesias dinyatakan pula dalam Mikha 5:1 sbb: “Tetapi engkau, hai Betlehem Efrata, hai yang terkecil di antara kaum-kaum Yehuda, dari padamu akan bangkit bagi-Ku seorang yang akan memerintah Israel, yang permulaannya sudah sejak purbakala, sejak dahulu kala”.

Frasa “permulaannya sudah sejak dahulu kala” dalam bahasa Ibrani, umotsaotaiw  miqqedem secara literal artinya “yang kehadirannya sudah sejak lampau”. Kalimat ini hendak memberikan petunjuk kekekalan Sang Mesias sebagai Firman YHWH yang berdiam bersama YHWH. Dan frasa ini hendak mengungkapkan sifat keilahian yang ditegaskan dalam Yesaya 9:5.
 
Ayat berikutnya yang disalahpahami adalah Yohanes 14:7-9 sbb: “Sekiranya kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal Bapa-Ku. Sekarang ini kamu mengenal Dia dan kamu telah melihat Dia." Kata Filipus kepada-Nya: "Tuan tunjukkanlah Bapa itu kepada kami, itu sudah cukup bagi kami." Kata Yesus kepadanya: "Telah sekian lama Aku bersama-sama kamu, Filipus, namun engkau tidak mengenal Aku? Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa; bagaimana engkau berkata: Tunjukkanlah Bapa itu kepada kami”.  Ayat ini harus dipahami dengan membaca dan mempertimbangkan terlebih dahulu ayat-ayat yang telah dikutip sebelumnya yang menyatakan bahwa Yesus adalah Anak Tuhan (Mzm 2:7, Luk 1:35, Mat 16:15-17, Mat 8:28-29, Mat 27:54).  Oleh karenanya di bawah terang pemahaman ayat-ayat sebelumnya, pernyataan Yesus ini harus dipahami dalam artian bahwa Yesus menyatakan Bapa yang tidak nampak atau Bapa yang Roh tersebut sebagaimana dikatakan dalam Yohanes 1:18 sbb: ”Tidak seorang pun yang pernah melihat Tuhan tetapi Anak Tunggal Tuhan, yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakan-Nya“. Dan Yesus menegaskan pada Yohanes 14:10 sbb, ”Tidak percayakah engkau, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku? Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang diam di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan-Nya”. Mengapa Yesus masih menggunakan kalimat ”Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku“ jika Dia adalah Bapa itu sendiri?


Kemudian Yohanes 8:24 mengatakan, ”Karena itu tadi Aku berkata kepadamu, bahwa kamu akan mati dalam dosamu; sebab jikalau kamu tidak percaya, bahwa Akulah Dia, kamu akan mati dalam dosamu." Kata yang diterjemahkan ”Akulah Dia“ dalam ayat tersebut dipergunakan bahasa Yunani Ego eimi. Persoalannya, apakah kata Ego eimi dalam ayat ini menunjuk pada Bapa atau menunjuk pada pengertian lain? Frasa Yunani, Ego eimi yang diucapkan oleh Yesus dapat menunjuk dan menegaskan sifat keilahian-Nya namun disatu sisi istilah ini dapat menunjuk pada ungkapan penegasan saat seseorang berbicara. Contoh: ”Jawab malaikat itu kepadanya: "Akulah Gabriel yang melayani Tuhan dan aku telah diutus untuk berbicara dengan engkau dan untuk menyampaikan kabar baik ini kepadamu“ (Luk 1:19).

Frasa "Akulah Gabriel“ dalam teks Yunani dipergunakan bentuk Ego eimi Gabriel. Tidak ada yang istimewa dalam penggunaan kalimat Ego eimi pada ayat ini. Demikian pula dalam Matius 14:27 dikatakan: ”Tetapi segera Yesus berkata kepada mereka: "Tenanglah! Aku ini, jangan takut!". Kalimat ”Aku ini“ dalam teks Yunani dipergunakan bentuk Ego eimi.

Demikian pula saat Yesus menegaskan diri-Nya pada Paul di Damsyik sebagaimana dilaporkan Kisah Rasul 9:5 sbb: ”Jawab Saulus: "Siapakah Engkau, (Tuan)?" Kata-Nya: "Akulah Yesus yang kauaniaya itu“. Kalimat, "Akulah Yesus“ dalam ayat tersebut dipergunakan bentuk Ego eimi Iesous.

Sekali lagi, tidak ada yang istimewa dengan penggunaan kalimat tersebut selain bentuk penegasan dan idiom Yunani yang khas. Jika membuat kesimpulan Yesus adalah Bapa berdasarkan penggunaan Ego eimi, mengapa malaikat (Luk 1:19) yang menggunakan bentuk Ego eimi tidak disebut sebagai Bapa?

Dengan melakukan kajian teks di atas, sekarang kita harus memecahkan apa makna bentuk kalimat Ego eimi dalam Yohanes 8:24? Ayat 24 tidak dapat dipahami tanpa sebelumnya membaca ayat 23 dimana Yesus mengatakan,“ Lalu Ia berkata kepada mereka: "Kamu berasal dari bawah, Aku dari atas; kamu dari dunia ini, Aku bukan dari dunia ini“. Oleh karenanya istilah Ego eimi pada ayat 24 hendak menegaskan apa yang dinyatakan pada ayat 23 bahwa apabila orang-orang Yahudi tidak percaya bahwa Yesus adalah yang datang dari atas dan bukan dari dunia ini, maka mereka akan mati dalam dosa mereka.


Kedua, Yesus bukan Tuhan (Elohim, Alaha, Theos, God) melainkan Tuan atau Junjungan Agung (Adon, Maran, Kurios, Lord)[9]. Mereka yang memegang pandangan bahwa Yesus adalah Tuhan (Ibr: Elohim/Yun:Theos) mempergunakan Yesaya 9:5 dimana muncul frasa El Gibor yang artinya “Tuhan Yang Perkasa” dan Yohanes 10:34 dimana Yesus mengutip Mazmur 82:6 dengan mengatakan, “Tidakkah ada tertulis dalam kitab Taurat kamu: Aku telah berfirman: Kamu adalah tuhan?”  Namun ayat ini harus dipahami secara keseluruhan dari ayat 36 hingga 38 sbb: “Kata Yesus kepada mereka: "Banyak pekerjaan baik yang berasal dari Bapa-Ku yang Kuperlihatkan kepadamu; pekerjaan manakah di antaranya yang menyebabkan kamu mau melempari Aku?" Jawab orang-orang Yahudi itu: "Bukan karena suatu pekerjaan baik maka kami mau melempari Engkau, melainkan karena Engkau menghujat Tuhan dan karena Engkau, sekalipun hanya seorang manusia saja, menyamakan diri-Mu dengan Tuhan" . Kata Yesus kepada mereka: "Tidakkah ada tertulis dalam kitab Taurat kamu: Aku telah berfirman: Kamu adalah tuhan? Jikalau mereka, kepada siapa firman itu disampaikan, disebut tuhan -- sedang Kitab Suci tidak dapat dibatalkan --,masihkah kamu berkata kepada Dia yang dikuduskan oleh Bapa dan yang telah diutus-Nya ke dalam dunia: Engkau menghujat Tuhan! Karena Aku telah berkata: Aku Anak Tuhan?”.

Dalam kasus pelemparan batu orang-orang Yahudi kepada Yesus, bukan dikarenakan diri-Nya menisbatkan diri sebagai Tuhan (Elohim/Theos) melainkan ucapan Yesus dianggap menyetarakan diri-Nya dengan Tuhan (ay 33). Ucapan apa yang membuat orang Yahudi tersinggung dan menuduh Yesus menyetarakan diri-Nya dengan Tuhan? Pertama, Yesus mengatakan diri-Nya berkuasa memberikan hidup yang kekal (ay 28). Kedua, Yesus menyatakan diri-Nya dan Bapa adalah satu (ay 30). Ketiga, menyatakan diri-Nya Anak Tuhan (ay 36).

Jika Yesus adalah Tuhan (Elohim/Theos) mengapa Dia justru mengajarkan pada para murid-Nya sbb: "Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Tuhan percayalah juga kepada-Ku” (Yoh 14:1). Demikian pula dikatakan, “Tetapi Yesus berkata kepadanya: "Ada tertulis: Engkau harus menyembah YHWH Tuhanmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!" (Luk 4:8). Dan akhirnya dikatakan, “Tuhan itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran” (Yoh 4:24).

Penjelasan saya di atas kerap disalahpahami bahwa saya mengingkari status Ketuhanan Yesus hanya dikarenakan saya menolak terjemahan kata Yunani Kurios atau kata Aramaik Maran atau kata Ibrani Adon atau kata Inggris Lord bagi Yesus dengan sebutan Tuhan melainkan Tuan atau Junjungan Agung serta Junjungan Agung Yang Ilahi (tergantung konteks kalimatnya)[10]. Saya tidak menolak status keilahian Yesus sebagai Sang Firman yang menjadi manusia. Namun istilah Kurios bagi Yesus tidak berhubungan dengan status keilahian beliau dan tidak perlu mengubah arti kata Kurios yang adalah “Tuan” menjadi “Tuhan” karena keilahiaan Yesus bukan dibuktikan oleh penggunaan kata Kurios melainkan dibuktikan oleh pernyataan Yohanes 1 mengenai hakikat Yesus sebagai “Sang Firman yang menjadi manusia”. Kita harus membedakkan antara gugatan bahasa dimana saya mempertanyakan akurasi terjemahan kata Kurios bagi Yesus dengan meyakini keilahian Yesus sebagai Sang Firman. Ini dua kasus yang berbeda dan yang sedang saya persoalkan bukan soal hakikat beliau melainkan penerjemahan kata Kurios dalam bahasa Indonesia.

Dari hasil diskusi saya dengan beberapa pihak, sejumlah ayat kembali diajukan sebagai dalil bahwa Yesus adalah Elohim, Alaha, Theos, God atau Tuhan yang menjadi manusia dengan mengutip sejumlah ayat yaitu Yohanes 20:28, Roma 9:5, Filipi 2:5b-7, Titus 2:13. Mari kita telaah satu persatu.

Mengenai Yohanes 20:28, seharusnya diterjemahkan “Ya Tuanku dan Tuhanku”. Mengapa? Karena ungkapan di atas bukan sapaan terhadap Yesus sebagaimana struktur kalimat Kisah Rasul 16:31, “Percayalah kepada Kurios Iesous....”. Ungkapan Thomas dapat akan dimengerti jika kita meletakkannya dalam kerangka kebudayaan Yahudi dimana setiap ada peristiwa yang menakjubkan atau menyedihkan atau melihat serta mendengar sesuatu yang menimbulkan reaksi baik bahagia, sedih, takjub selalu mengucapkan, Baruk Atta YHWH asyer....”. Jika mendengar kabar baik maka akan berkata, Baruk Atta YHWH Eloheinu asyer tov we hamativ. Jika mendengar kabar duka, Baruk Din ha Emet dll. Dalam konteksnyanya, Yohanes 20:28 merupakan bentuk ketakjuban Thomas melihat mukjizat kebangkitan Yesus dari kematian sehingga beliau mengucapkan “takbir” atau “birkat”.

Mengenai Roma 9:5. Inilah yang saya katakan kegagalan memahami konteks kalimat dikarena ceroboh dan menolak kajian konteks dan kultur budaya Yahudi dalam setiap ucapan Yesus dan tulisan para rasunya. Frasa, “Dia adalah Tuhan yang harus dipuji sampai selama-lamanya, Amin” tentu saja tidak menunjuk pada diri Yesus karena Yesus tidak pernah mengklaim itu. Frasa tersebut adalah Berakah alias ucapan berkat dan doxologi bagi Tuhan Sang Bapa sebagaimana dikatakan oleh seorang Messianic Jew bernama DR. David Stern sbb: “This is the language of a Jewish brakhah (blessing); in Hebrew it would be “Baruk Adonai le’olam wa’ed”. In Jewish liturgies a recital of God’s attributes or deed, such as here, elicits a blessing; for example the Aramaic Brik hu” (blessed be He) in the Kadish” [11](Jewish New Testament, 1998: p.388)

Mengenai Filipi 2:5b-7. Perhatikan frasa “Tidak mengganggap kesetaraan dengan Tuhan (Elohim, Alaha, Theos, God)”. Apa artinya? Hakikat Yesus adalah Sang Firman dan Sang Firman itu setara dengan Tuhan (Elohim, Alaha, Theos, God), oleh karenanya digunakan istilah “Firman itu bersama dengan Tuhan (Elohim, Alaha, Theos, God)”.

Mengenai Titus 2:13 sejajar dengan ayat-ayat berikut: “Namun bagi kita hanya ada satu Tuhan (Elohim, Alaha, Theos, God) saja, yaitu Bapa, yang dari pada-Nya berasal segala sesuatu dan yang untuk Dia kita hidup, dan satu Junjungan Agung (Adon, Maran, Kurios, Lord) saja, yaitu Yesus Sang Mesias yang oleh-Nya segala sesuatu telah dijadikan dan yang karena Dia kita hidup” (1 Korintus 8:6)

“Karena Tuhan (Elohim, Alaha, Theos, God)  itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Tuhan (Elohim, Alaha, Theos, God)  dan manusia, yaitu manusia Mesias Yesus (1 Tim 2:5)

“Terpujilah Tuhan (Elohim, Alaha, Theos, God)   dan Bapa Junjungan Agung (Adon, Maran, Kurios, Lord) kita Yesus Sang Mesias yang dalam Mesias telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga” (Ef 1:3)

Marilah kita kembali kepada dasar pengakuan Gereja Perjanjian Baru yang adalah Gereja Perdana yang berpusat pada komunitas Yahudi dan Yudaisme yang telah menerima Yesus sebagai Mesias dan Anak Tuhan yang bersaksi: “Lalu aku melihat sorga terbuka: sesungguhnya, ada seekor kuda putih; dan Ia yang menungganginya bernama: "Yang Setia dan Yang Benar", Ia menghakimi dan berperang dengan adil. Dan mata-Nya bagaikan nyala api dan di atas kepala-Nya terdapat banyak mahkota dan pada-Nya ada tertulis suatu nama yang tidak diketahui seorang pun, kecuali Ia sendiri. Dan Ia memakai jubah yang telah dicelup dalam darah dan nama-Nya ialah: "Firman Tuhan." Dan semua pasukan yang di sorga mengikuti Dia; mereka menunggang kuda putih dan memakai lenan halus yang putih bersih. Dan dari mulut-Nya keluarlah sebilah pedang tajam yang akan memukul segala bangsa. Dan Ia akan menggembalakan mereka dengan gada besi dan Ia akan memeras anggur dalam kilangan anggur, yaitu kegeraman murka Tuhan, Yang Mahakuasa. Dan pada jubah-Nya dan paha-Nya tertulis suatu nama, yaitu: "Raja segala raja dan Tuan di atas segala tuan(Why 19:11-16)

Keyakinan iman ini tetap dipelihara oleh murid-murid para rasul baik Polikarpus, Ignatius, Ireneus.


Polikarpus (murid Rasul Yohanes, Bishop Smirna, 69-155 Ms) menuliskan: “I bless you for having judged me worthy from this day and this hour to be counted among your martyrs. . . . You have kept your promise, God of faithfulness and truth. For this reason and for everything, I praise you, I bless you, I glorify you through the eternal and heavenly High Priest, Jesus Christ, your beloved Son. Through him, who is with you and the Holy Spirit, may glory be given to you, now and in the ages to come. Amen” (Aku memberkati-Mu karena telah menetapkan kelayakkannku pada hari ini dan jam ini untuk diperhitungkan diantara para martirmu…Engkau telah menepati janji-Mu, Tuhan yang setia dan kebenaran. Untuk alasan ini dan untuk semuanya, aku memuji-Mu, aku memberkati-Mu, aku memuliakan-Mu melalui Imam Agung yang kekal dan surgawi yaitu Yesus Sang Mesias, Anak-Mu terkasih. Melalui-Nya, yang bersama-Mu dan Roh Kudus, biarlah kemuliaan diberikan hanya kepada-Mu dari sekarang sampai masa yang akan datang. Amin)[12]. 

Ignatius (murid Polikarpus, murid Yohanes dan Bishop Antiokia ketiga, 35 atau 50 – sampai 98 atau 117 Ms) menuliskan: “Be not deceived with strange doctrines, "nor give heed to fables and endless genealogies," and things in which the Jews make their boast. "Old things are passed away: behold, all things have become new." For if we still live according to the Jewish law, and the circumcision of the flesh, we deny that we have received grace. For the divinest prophets lived according to Jesus Christ. On this account also they were persecuted, being inspired by grace to fully convince the unbelieving that there is one God, the Almighty, who has manifested Himself by Jesus Christ His Son, who is His Word, not spoken, but essential. For He is not the voice of an articulate utterance, but a substance begotten by divine power, who has in all things pleased Him that sent Him” (Jangan tertipu dengan doktrin yang aneh atau mengindahkan dongeng dan silsilah tiada ujung pangkal dalam mana orang-orang Yahudi bermegah. "Hal-hal yang lama telah berlalu: lihatlah, segala sesuatu telah menjadi baru." Sebab jika kita masih hidup menurut hukum Yahudi, dan menyunatkan secara daging, kita menyangkal bahwa kita telah menerima kasih karunia. Karena para nabi pelihat Tuhan hidup menurut Yesus Sang Mesias. Dengan jalan ini juga mereka dianiaya, yang terdorong oleh kasih karunia diyakinkan untuk sepenuhnya percaya bahwa hanya ada satu Tuhan, Yang Mahakuasa, yang telah menyatakan diri-Nya melalui Yesus Sang Mesias Putra-Nya, yang adalah Firman-Nya, bukan ucapan belaka namun esensial. Karena Dia bukan suara ucapan belaka melainkan diperanakkan melalui kekuatan ilahi, yang dalam segala hal menyukakan Dia yang mengutus-Nya)[13]

Ireneus menuliskan (murid Polikarpus, Bishop Lugdunum di Gaul, 130-202): “But there is one only God, the Creator— He who is above every Principality, and Power, and Dominion, and Virtue: He is Father, He is God, He the Founder, He the Maker, He the Creator, who made those things by Himself, that is, through His Word and His Wisdom— heaven and earth, and the seas, and all things that are in them: He is just; He is good; He it is who formed man, who planted paradise, who made the world, who gave rise to the flood, who saved Noah; He is the God of Abraham, and the God of Isaac, and the God of Jacob, the God of the living: He it is whom the law proclaims, whom the prophets preach, whom Christ reveals, whom the apostles make known to us, and in whom the Church believes. He is the Father of our Lord Jesus Christ (Namun hanya ada satu Tuhan, Sang Pencipta - Dia yang mengatasi segala kerajaan, dan kekuatan dan kekuasaan, serta Kebajikan: Dia adalah Bapa, Dia adalah Tuhan, Dia adalah Pendiri, Dia adalah Pembuat, Dia Sang Pencipta, yang membuat sesuatu seorang diri saja, yaitu melalui Firman-Nya dan Hikmat-Nya yaitu bumi, dan laut, serta semua hal-hal yang ada di dalamnya: Dia Adil; Dia baik; Dia-lah yang membentuk manusia, yang menanam di surga, yang membuat dunia, yang memunculkan banjir, yang menyelamatkan Nuh; Dia adalah Tuhan Abraham, dan Tuhanh Ishak, dan Tuhan Yakub, Tuhan yang hidup: Daripada-Nyalah hukum disingkapkan, Daripada-Nyalah para nabi memberitakan, Daripada-Nyalah Mesias menyingkapkan, Daripada-Nyalah para rasul diperkenalkan bagi kita serta Daripada-Nyalah Gereja percaya. Dia adalah Bapa dari Junjungan Agung kita Yesus Sang Mesias)[14]

Bambang Noorsena kawan dan lawan diskusi dalam presentasinya mengenai Kristologi dari perspektif Gereja Ortodox Syria mengatakan, “Apabila umat Kristiani berusaha keras mempertahankan keilahian Yesus, sesungguhnya yang kita maksudkan adalah menegaskan keabadian Firman Allah yang selalu berada dalam Wujud Dzat-Nya, yang melalui-Nya alam semesta dan segala isinya ini diciptakan. Dan karena sejak kekal Kristus adalah Akal Allah  dan Sabda-Nya, maka jelaslah Firman itu adalah Allah[15]. Sekalipun saya bersebrangan prinsip terkait penggunaan nama Allah dalam kosa kata Ketuhanan Kristiani namun saya hanya mengutip pernyataan yang senada mengenai status Ketuhanan Yesus sebagai Sang Firman (Davar, Milta, Logos, Word) yang menjadi manusia dan bukan Tuhan (Elohim, Alaha, Theos, God) yang menjadi manusia.

Firman Yang Menjadi Manusia: Implikasi Sosiologis


Implikasi sosiologisnya, Sang Firman yang telah menjadi manusia demi tugas penyelamatan dunia dan manusia, demi memperdamaikan perseteruan antara manusia dengan Tuhan itu, tidak lahir dalam ruang kosong yang bersifat metahistoris. Dia datang dalam suatu lingkup kehidupan, peradaban dan kebudayaan serta peradaban Yahudi dan Yudaisme.

Dengan menyatakan aspek Keyahudian Yesus, bukan berarti kita meniadakan aspek Ontologis Yesus sebagai Sang Firman yang menjadi manusia, namun kita hendak mendalami aspek Anthropologis Yesus sebagai Firman yang menjadi Manusia. Manusia Ilahi itu lahir dalam konteks ruang dan waktu, yaitu Yerusalem yang dijajah dan dikuasai Pemerintahan Romawi. Konteks kebudayaan dan keagamaan tertentu, yaitu Yahudi dan Yudaisme. Kekristenan lebih menekankan aspek Ontologis Yesus sehingga mengabaikan aspek Antropologis Yesus. Hal itu berdampak mendistori hakikat dan ajaran Yesus. Hal ini dapat kita lihat dalam sejumlah doktrin yang memfokuskan segala sesuatu pada Yesus Sang Mesias. Ketika seorang Kristen ditanya, “siapa Tuhan Anda?” Selekas mungkin Kekristenan akan menjawab, “Yesus Kristus”. Padahal Yesus bersabda, “Tuhan adalah roh barangsiapa hendak menyembah-Nya haruslah menyembah dalam roh dan kebenaran” (Yoh 4:24). Dalam kesempatan lain Yesus bersabda, "Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Tuhan, percayalah juga kepada-Ku” (Yoh 14:1). Dan dikatakan pula dalam percakapan berikutnya, “Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Tuhan yang benar, dan mengenal Yesus Sang Mesias yang telah Engkau utus” (Yoh 17:3).

Yesus Bukan Kristen Melainkan Seorang Yahudi dan Penganut Yudaisme

Yesus bukan seorang Kristen dan tidak mendirikan agama Kristen. Kristen berasal dari kata Yunani Christos yang merupakan bentuk terjemahan terhadap kata Ibrani Mashiakh  yang artinya “Yang Diurapi”. Pengikut Yesus dari golongan Yahudi dijuluki Nazarane/Netsarim/Nazoraios (Kis 24:5) sementara pengikut Yesus dari golongan non Yahudi dijuluki Christianoi/Kristen (Kis 11:26)

Apakah bukti-bukti bahwa Yesus adalah seorang Yahudi dan penganut Yudaisme ?”[16] Pertama, garis silsilah Yesus (Mat 1:1-17, Luk 3:23-28). Silsilah yang dilaporkan oleh Matius mengambil garis Yesus dari Salomo anak Daud, Raja Israel (Mat 1:6) dan jika ditarik terus ke atas, sampailah pada leluhur Mesias, yaitu Yahuda yang merupakan anak Yakub, anak Ishak, anak Abraham, sebagai anak pewaris perjanjian kekal Yahweh dengan keturunan Abraham. Sementara silsilah yang dilaporkan Lukas mengambil garis dari Natan anak Daud yang lain (Luk 3:32), hingga sampai Abraham dan terus sampai kepada Adam. Asal-usul kesukuan Yesus ditegaskan kembali dalam Ibrani 7:14, “Sebab telah diketahui semua orang, bahwa Junjungan Agung kita berasal dari suku Yahuda dan mengenai suku itu Musa tidak pernah mengatakan suatu apa pun tentang imam-imam”.

Kedua, gaya berpakaian yang mencirikan seorang Yahudi. Dilaporkan dalam Matius 9:20, “Pada waktu itu seorang perempuan yang sudah dua belas tahun lamanya menderita pendarahan (zavat dam) maju mendekati Yesus dari belakang dan menjamah jumbai jubah-Nya”. Apa yang dimaksudkan dengan “jumbai jubah-Nya?” Itulah ujung tepi jubah dimana terikat Tsit-tsit yang mencirikan seorang laki-laki Yahudi berpakaian. Kita tidak tahu apakah perempuan ini seorang Yahudi atau non Yahudi, namun nubuatan Zakaria secara tidak langsung genap dalam diri Yesus.

Ketiga, mengalami prosesi Brit Millah atau Sunat pada hari ke delapan, sesuai Torah, sebagai bagian dari tanda fisik perjanjian antara keturunan Abraham dengan YHWH Semesta Alam. Lukas 2:21-24 melaporkan, “Dan ketika genap delapan hari dan Dia harus disunatkan, Dia diberi nama Yesus yaitu nama yang disebut oleh malaikat sebelum Dia dikandung ibu-Nya. Dan ketika genap waktu pentahiran , menurut Torah Musa, mereka membawa Dia ke Yerusalem untuk menyerahkan-Nya kepada Yahweh, seperti ada tertulis dalam Torah YHWH: "Semua anak laki-laki sulung harus dikuduskan bagi Tuhan", dan untuk mempersembahkan korban menurut apa yang difirmankan dalam Torah YHWH, yaitu sepasang burung tekukur atau dua ekor anak burung merpati.

Keempat, mengalami prosesi Bar Mitswah dalam Lukas 2:41-52, di mana Yahshua mulai muncul pada usia 12 tahun dan kemunculan di usia 12 tahun itu dimulai di Bait Suci, saat kedua orang tuanya melaksanakan perayaan tahunan Pesakh.

Kelima, membaca Torah dan beribadah Sabat. Dikatakan dalam Lukas 4:16, ”Dan datang ke Nazaret tempat Dia dibesarkan, dan menurut kebiasaan-Nya pada hari Sabat Dia masuk ke Sinagog, lalu berdiri hendak membaca dari Gulungan Kitab”. Yesus melakukan Aliyah (menaikkan Torah) di Sinagog Yahudi yang jatuh pada tiap hari Shabat.

Keenam, melaksanakan Sheva Moedim atau Tujuh Hari Raya yang ditetapkan YHWH. Sheva Moedim artinya Tujuh Hari Raya yang merupakan ketetapan Yahweh (Imamat 23:1-44). Sheva Moedim bukan hanya merupakan perayaan panen, namun suatu perayaan momentum perbuatan Yahweh bagi umat-Nya di masa lalu serta perayaan yang bersifat propetik Mesianik. Nama ketujuh Hari Raya tersebut adalah: Pesakh , Hag ha Matsah (Roti Tidak Beragi), Hag Sfirat ha Omer (Buah Sulung), Hag Shavuot (Pentakosta), Hag Rosh ha Shanah/Yom Truah (Tahun Baru/peniupan Sangkakala), Hag Yom Kippur (Pendamaian) dan Hag Sukkot (Pondok Daun)

Dari ketujuh Hari Raya tersebut, ada tiga Hari Raya besar yang diperingati setiap tahun dengan berkumpul di Yerusalem, yaitu Pesakh, Shavuot dan Sukkot (Ulangan 16:16-17). Kitab Perjanjian Baru mencatat tiga perayaan penting tersebut dihadiri oleh Yesus, baik saat Yesus mulai beranjak remaja maupun sudah mulai dewasa dan melakukan karya Mesianik-Nya. Yesus menghadiri Perayaan Pesakh bersama kedua orang tua-Nya (Luk 2:41-42). Yesus merayakan Sukkot bersama murid-murid-Nya (Yoh 7:1-13).

Nilai Pengkajian Keyahudian dan Keyudaismean Yesus Bagi Kekristenan

Seseorang memberikan pernyataan, “Apa pentingnya sich kita mengetahui bahwa Yesus adalah seorang Yahudi dan penganut Yudaisme?”, “Apakah itu berpengaruh pada keselamatan jiwa kita?” Ini bukan soal selamat atau tidak selamat. Ini bukan soal kehidupan kekal di sorga atau kehidupan kekal di neraka. Ini soal pemahaman yang berimbang terhadap Yesus Sang Mesias Juruslamat dan Junjungan Agung Ilahi kita.

Berulangkali Kitab Perjanjian Baru menegaskan kemanusiaan Yesus dengan berkata, “Karena Tuhan itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Tuhan dan manusia, yaitu manusia Mesias Yesus” (1 Tim 2:5). Dan dikatakan pula, “Demikianlah kita mengenal Roh Tuhan setiap roh yang mengaku, bahwa Yesus Sang Mesias telah datang sebagai manusia, berasal dari Tuhan” (1 Yoh 4:2).

Kajian ini menolong kita memahami aspek kemanusiaan Yesus yang Yahudi dan Yudaisme. Pengabaian aspek kemanusiaan Yesus yang Yahudi dan Yudaisme, membawa sejumlah konsekwensi serius dibidang Akidah-Ibadah-Akhlak Kristiani. Apakah sajakah itu?

Dampak Pengabaian Keyahudian dan Keyudaismean Yesus Sang Mesias

Memutuskan hubungan sejarah bahwa Yesus adalah Bangsa Yahudi, bahwasnya Kekristenan berakar dari Yudaisme, menimbulkan konsekwensi teologis yang mendalam, berupa kehilangan orientasi  dan kesatuan iman dan tata ibadat. Nelly Van Doorn-Harder, MA., menjelaskan kenyataan di atas sbb: “…proses melupakan warisan keyahudian ini berawal dari pengajaran mengenai amanat Kristen diluar tanah asalnya sendiri, tanah Palestina, yakni ketika pesan Kristen ini dikontekstualisasikan dengan cara menyerap budaya-budaya dan ide-ide lokal seperti ide-ide filsafat Yunani…Dalam kenyataan, yang terjadi adalah para reformator bahkan membawa gereja keluar jauh dari warisan aslinya karena mereka dipengaruhi oleh suatu budaya yang berorientasikan ilmu pengetahuan sebagai hasil dari Renaisance. Sehingga keaslian sikap Kristen Yahudi yang senantiasa berdialog secara konstan dengan (Tuhan) yang penuh simbol dan misteri, sama sekali hilang dari kehidupan liturgi Protestan dan diganti oleh penekanan ala Protestan yakni doktrin…anti Yahudi telah memberi andil terhadap paham (ide) bahwa Kekristenan adalah sebuah agama yang betul-betul asli dan tidak menggunakan unsur Yudaisme apapun. Melupakan akar-akar keyahudian, memberikan konsekwensi-konsekwensi serius terhadap kehidupan liturgi Kristen. Bila orang-orang Kristen tidak lagi memahami arti sepenuhnya latar belakang keyahudian dalam kehidupan liturgi mereka, kontroversi-kontroversi seperti yang ada dalam interpretasi mengenai perjamuan kudus, mulai nampak diantara orang-orang Kristen. Akibat dari kontroversi-kontroversi ini adalah munculnya perpecahan-perpecahan dan aliran-aliran dalam gereja[17]

Kiranya pengkajian singkat ini dapat menuntun kita untuk lebih dekat lagi melihat sosok Yesus secara berimbang baik dari sudut pandang keimanan yang berdasarkan Kitab Suci maupun berdasarkan sudut pandang sosiologis dan historis berdasarkan berbagai literatur-literatur di luar Kitab Suci yang meneguhkan keimanan. Dengan melihat secara utuh siapa Yesus Sang Mesias Anak Tuhan, Juruslamat dan Junjungan Agung Yang Ilahi maka kita akan meletakkan keimanan kepada beliau dalam konsep yang obyektif dan tidak mencederai sejarah sebagaimana disaksikan dalam Kitab Perjanjian Baru.

End Notes



[1] Teguh Hindarto, Benarkah Yesus Sang Mesias Lahir Pada Tanggal 25 Desember?
http://teguhhindarto.blogspot.com/2012/01/benarkah-yesus-sang-mesias-lahir-pada.html

Teguh Hindarto, Membaca Ulang Sejarah Kelahiran Mesias
http://teguhhindarto.blogspot.com/2012/01/membaca-ulang-sejarah-kelahiran-mesias.html

[2] Teguh Hindarto, Natal Tanpa Santa dan Cemara: Mungkinkah?
http://teguhhindarto.blogspot.com/2012/12/memisahkan-fakta-dan-fiksi-diseputar.html

[3] Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru I, BPK Gunung Mulia, 1993, hal 363

[4] Purnawan Tenibemas, Apologetika Abad Pertama  dalam Buletin “Sahabat Gembala”, Bandung, 1992, h.58)

[5] Olla Tulluan, Ph.D., Tafsir Injil Yohanes Pasal 1, STT I-3, Batu, Malang, Jatim, 1993, hal 13

[6] DR. David Stern., Jewish New Testament Commentary, JNTP 1992, p.153

[7] Marcus Doods, The Exspositor’s Greek Testament, Vol I, p. 684

[8] Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru I, Jakarta: BPK 1993, hal 371

[9] Teguh Hindarto, Haruskah Gelar “Kurios” (Adon) Bagi Yesus Diterjemahkan Dengan Tuhan? Buletin IJI Vol II Maret 2014

[10] Dalil teologis dan kebahasaan sudah saya jabarkan dalam kajian di buletin sebelumnya,  Haruskah Gelar “Kurios” (Adon) Bagi Yesus Diterjemahkan Dengan Tuhan?

[11] DR. David Stern , Jewish New Testament Commentary, JNTP 1998: p.388

[12] Martyrium Polycarpi 14,2-3:PG 5,1040; SCh 10,228
http://www.vatican.va/archive/ccc_css/archive/catechism/p3s2c2a8.htm

[13] The Epistle of Ignatius to the Magnesians, Chapter VIII.-Caution Against False Doctrines.
http://www.earlychristianwritings.com/text/ignatius-magnesians-longer.html

[14] Against Heresies (Book II, Chapter 30, number 9)
http://www.newadvent.org/fathers/0103230.htm

[15] DR. Bambang Noorsena, Tiga Arus Pemikiran Mengenai Ajaran Tritunggal dan Hubunganya Dengan Keesaan Allah, Makalah disajikan dalam rangka Ulang Tahun Majalah Rohani Populer BAHANA, Auditorium Universitas Duta Wacana, 30 Juli 2012, hal 7

[16] Teguh Hindarto, Yesus, Yahudi, Yudaisme
http://teguhhindarto.blogspot.com/2011/03/yesus-yahudi-yudaisme.html

[17] Nelly Van Doorn-Harder, MA., Akar-akar Keyahudian dalam Liturgi Kristen, dalam : Jurnal Teologi GEMA Duta Wacana, no 53, Yogyakarta: 1998,  hal 72-73

0 komentar:

Posting Komentar