SOSIOLOGI SECANGKIR KOPI
Posted by
Kopi Dalam Berbagai Perspektif
Kopi,
adalah minuman yang istimewa. Secangkir kopi dapat ditelaah dari berbagai
perspektif keilmuan baik ilmu sejarah, ilmu ekonomi bahkan ilmu sosiologi. Dari
perspektif sejarah, kopi merupakan
sebuah produk dan komoditas yang berasal dari wilayah Etiopia pada Abad VI
Mslalu dikelola di wilayah Arabia, Etiopia dan Turki pada Abad 16 Ms hingga
mengalami perjalanan jauh ke Eropa melalui proses transaksi perdagangan pada
Abad 17 Ms sebelum pada akhirnya masuk ke Hindia Belanda pada pada tahun 1690 (James
Grierson, History of Coffee: Part I - Africa and Arabia - http://ezinearticles.com/?History-of-Coffee:-Part-I---Africa-and-Arabia&id=135161
Band.
Sejarah Kopi di Dunia - http://warungkopishop.blogspot.co.id/2012/11/sejarah-kopi-di-dunia.html).
Dari
perspektif filsafat, secangkir kopi
melahirkan sejumlah permenungan filosofis sebagaimana tergambar dalam sejumlah
ungkapan sbb: “Hidup itu ibarat secangkir kopi, kadang terasa pahit kadang
terasa manis”, “Jalani hidup seperti menikmati secangkir kopi, minumlah secara
perlahan dan nikmatilah semua yang dinikmati, maka kau akan mengetahui apa yang
sedang terjadi”, “Kopi itu terbagi menjadi dua bagian yaitu kopi berkualitas
baik (arabica) dan kopi berkualitas sedang (robusta). Demikian pula kehidupan
ini ada yang menjalaninya dengan baik dan ada yang menjalaninya secara
biasa-biasa saja, tinggal kita mau memilih yang mana” (Kata Bijak Tentang Kopi -
http://forumpenikmatkopi.com/kata-bijak-tentang-kopi/).
Beberapa penggalan kalimat tersebut dapat pula ditelusuri dalam adegan film
berjudul, Filosofi Kopi yang bercerita
tentang Ben (Chicco Jericho) dan Jody (Rio Dewanto) dimana Ben merupakan
seorang barista yang handal dalam meramu kopi yang bekerja sama dengan Jody,
dengan mendirikan suatu kedai kopi yang disebut Filosofi Kopi Temukan Diri Anda Di Sini.
Dari
perspektif ekonomi, secangkir kopi
memiliki nilai tukar dan nilai pakai. Karl Marx membuat pembagian nilai yang
terkandung dalam sebuah komoditas menjadi bernilai pakai (value in use) dan
bernilai tukar (value in exchange). Nilai pakai adalah “nilai barang diukur dari kegunaannya untuk memenuhi kebutuhan
tertentu” sementara nilai tukar
adalah, “nilai barang jika
diperjualbelikan di pasar” (Frans Magnis Suseno, Pemikiran Karl Marx: Dari
Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme, 2001:181-182).
Secangkir kopi bernilai tukar karena kopi yang kita minum tidak diperoleh
dengan cuma-cuma melainkan diperoleh dengan mengeluarkan sejumlah uang melalui
proses jual beli. Secangkir kopi bernilai pakai saat kita merasakan manfaat dan
kenikmatan dalam meminum secangkir kopi.
Mengenal Kehidupan Sosial Melalui Secangkir Kopi
Dari
perspektif sosiologi, secangkir kopi
bukan hanya bernilai tukar dan bernilai pakai, namun secangkir kopi menceritakan
banyak hal mengenai perilaku sosial sebuah masyarakat. Karena sosiologi adalah
ilmu pengetahuan sosial yang berupaya menganalisis aspek statis dari masyarakat
(struktur sosial) maupun aspek dinamis sebuah masyarakat (dinamika sosial),
maka melalui secangkir kopi kita dapat memotret dan menganalisis berbagai
perilaku sosial masyarakat. Dengan kata lain, kita bisa mempelajari sosiologi
melalui secangkir kopi.
Kopi
Sebagai Minuman Egaliter
Egaliter artinya setara,
sederajat. Kopi, merupakan minuman yang tidak mengenal pembedaan kelas sosial.
Semua kalangan bisa menikmati secangkir kopi, mulai dari seorang petani, pedagang,
peladang, nelayan, buruh, karyawan berdasi hingga para pemimpin perusahaan
serta politisi. Itulah sebabnya saya katakan bahwa kopi adalah minuman yang
bersifat egaliter karena semua orang dapat mengonsumsi kopi sekalipun ada
pembedaan merk dan kualitas kopi tentunya yang mengakibatkan tidak semua orang
bisa mengakses kopi-kopi tertentu yang bermerk internasional. Berbeda dengan
anggur atau minuman-minuman beralkohol yang tentunya hanya dimiliki oleh mereka
yang memiliki status ekonomi yang lebih baik. Dalam bahasa Hilmy Firdausy, kopi
adalah "... kata kerja di mana
manusia hidup di dalamnya. Kopi hampir selalu ada di setiap petak kehidupan
manusia..Kopi lalu menjadi semacam pintu waktu yang menghubungkan berbagai
dimensi kehidupan" (Kopi Sebagai Kata Kerja - http://www.qureta.com/post/kopi-sebagai-kata-kerja).
Kopi
Sebagai Representasi Kelas dan Status Serta Peranan Sosial
Status
atau kedudukan didefinisikan sebagai “tempat
atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial”. Sementara peranan
adalah, “aspek dinamis kedudukan
(status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan
kedudukannya, dia menjalankan suatu peranan” (Prof.DR. Soerjono Soekanto, Sosiologi:
Suatu Pengantar, 2013:210-212). Dalam sosiologi, status atau kedudukan
seseorang dibagi dalam tiga bagian yaitu ascribed
status yaitu sebuah kedudukan yang diperoleh oleh seseorang melalui sebuah
proses kelahiran dan pewarisan. Berikutnya adalah achieved status yaitu sebuah kedudukan yang diperoleh melalui usaha
dan kerja keras seseorang. Ada pula yang menambahkan dengan assigned status yaitu sebuah kedudukan
yang diberikan atau dianugrahkan.
Selain
konsep tentang status dan peranan ada juga konsep tentang kelas sosial yaitu
pelapisan sosial seseorang dikarenakan jenis pekerjaan, pendapatan,
pengetahuan, kekayaan, kekuasaannya. Baik buruh, nelayan, petani, pedagang,
pengusaha, politisi terkategori sebagai status yang diperoleh dengan daya upaya
melalui bekerja. Dengan kata lain status yang mereka miliki terkategori sebagai
achieved status . Namun demikian, mereka
yang minum di kedai kopi Starbuck, tentu dapat dengan mudah kita kategorisasi sebagai
orang-orang yang sekalipun terkategori achieved
status, namun mereka memiliki kelas sosial dan status sosial yang lebih
tinggi dibandingkan mereka yang berstatus sebagai petani, pelang, nelayan.
Mereka yang sedang kongkow bersama dengan gelak tawa meminum secangkir kopi di
warung angkringan sembari membicarakan kebijakkan-kebijakkan pemerintah diselingi
ketidakpuasan-ketidakpuasan serta caci maki, tentu dapat dikategorisasi sebagai
kelompok dengan kelas sosial menengah ke bawah.
Berkaitan
dengan pengungkapan status dan kelas sosial, Ulil Abshar Abdala mengulas dengan
apik sejumlah perilaku meminum kopi di kota-kota besar sebagai bentuk "etestisasi
kehidupan” yang dikaitkan dengan pengungkapan dan aktualisasi status sosial sebagaimana
dikatakan, “Di kota-kota besar sekarang,
kita mulai melihat gejala estetisasi atas kehidupan. Ia muncul dalam pelbagai
ragam bentuk. Orang-orang tak sekedar ingin makan sebagai keniscayaan hidup
untuk menghindarkan diri dari kelaparan yang mematikan. Mereka ingin makan
dengan sebuah gaya – an eating with style. Mereka tak sekedar ingin minum untuk
menghalau haus, tetapi minum secara estetis. Mereka memilih minuman tertentu,
dengan merek tertentu, yang memberikan kepada mereka sebuah fantasi tentang
sesuatu yang lebih besar" (Minum Kopi Sebagai Sebuah Fiksi -
http://www.qureta.com/post/minum-kopi-sebagai-sebuah-fiksi)
Kopi
Sebagai Media Interaksi Sosial
Interaksi
sosial ditandai dengan kontak sosial dan komunikasi (Dra Parwitaningsih, Pengantar
Sosiologi, 2009:2.9-2.10). Interaksi sosial selalu mengambil bentuk
yang bersifat asosiatif (menuju ke
arah kerjasama dan persatuan) maupun bersifat disosiatif (menuju pada perpecahan dan perselisihan). Bentuk
interaksi sosial asosiatif dapat kita lihat dalam beberapa gejala yang
dinamakan akomodasi (kedua belah
pihak mengambil hubungan yang setara dan saling menampung gagasan masing-masing)
dan asimilasi (kedua belah pihak
saling mengidentifikasi dirinya untuk mencapai tujuan bersama). Sementara
interaksi sosial yang bersifat disosiatif
dapat dilihat dalam beberapa gejala seperti
kompetisi (persaingan), kontravensi (boikot) serta konflik (perselisihan terbuka yang dalam
derajat tertentu disertai dengan ancaman dan kekerasan). Meminum secangkir kopi
dalam sebuah pertemuan bersama-sama mencerminkan bentuk interaksi sosial yang
bersifat asosiatif dimana pihak-pihak
yang terlibat di dalamnya saling berkontak dan berkomunikasi dalam relasi yang
bersifat simetris dan sederajat. Dalam banyak kasus, secangkir kopi menjadi
penanda dan penyerta sebuah interaksi sosial beberapa kelompok sosial tertentu,
sehingga meningkatkan makna dalam sebuah interaksi sosial.
Kopi
Sebagai Media Lahirnya Karya Kreatif
Kita
kerap menghubungakan kopi dengan aktifitas intelektual mulai dari diskusi
sastra dan politik di warung kopi angkringan sampai kedai kopi prestisius dan
berkelas. Istilah kopi kerap disandingkan dengan istilah diskusi, sebuah
istilah yang merefleksikan kegiatan intelektual. Istilah kopi kerap
disandingkan dengan membaca, sebuah kegiatan yang merefleksikan proses belajar
sekaligus penemuan gagasan dan ide-ide kreatif. Sejumlah tokoh ternama seperti Robert Boyle (penemu
hukum Boyle dan kimia modern), Henri
Poincare (matematikawan), Beethoven (komposer) Dan
Balzac (Novelis), kerap menjadikan kopi sebagai teman hidup yang membangkitkan kreatifitas sehingga melahirkan
sejumlah karya monumental. Secangkir kopi telah menemani terjadinya proses dan
produksi kreatif serta intelektual baik di bidang keilmuan eksakta maupun
sosial bahkan seni dan satra.
Kasus
Kopi Sianida dan Pergeseran Makna Meminum Kopi
Sejak
peristiwa terbunuhnya seorang wanita bernama Mirna di sebuah kedai kopi melalui
serbuk sianida yang terkandung dalam kopi yang diminumnya dengan seseorang yang
kini ditersangkakan bernama Jessica, perilaku meminum kopi bisa menjadi sebuah modus operandi untuk melenyapkan nyawa
seseorang yang tidak disukai. Maka muncullah berbagai meme (saya lebih senang mendefinisikannnya secara deskriptif
sebagai sebuah gambar yang berisi lelucon atau sindiran serta kritik sosial
terhadap sebuah peristiwa sosial yang disebarluaskan secara viral melalui media
sosial seperti facebook dan whatsap serta media sejenis) yang berisikan lelucon
al, berisikan wajah Jessica dan kalimat al., “Bang…ngopi
yuk? Eneng yang traktir…” atau kalimat, “Jangan
pernah ngaku pecinta kopi, kalau belum pernah nyoba kopinya Mirna…” Tidak
kalah menggelikannya saat ada sejumlah foto wanita mulai dari tentara, polisi,
suster, satpol pp dan terakhir wajah Jessica. Di atas foto-foto tersebut ada
kalimat, “Mau yang mana mas?” Di
bawah foto wanita berpakaian militer muncul kalimat, “mau dibanting?” di bawah foto wanita berpakaian polisi muncul
kalimat, “mau ditilang?” di bawah
foto wanita berpakaian suster muncul kalimat, “mau disuntik?” di bawah foto wanita berpakaian satpol PP muncul
kalimat, “mau diangkut?” lantas
giliran foto Jessica di bawah tertera kalimat, “mau ditraktir ngopi”. Bukan hanya menjadi sebuah modus operandi untuk melenyapkan
seseorang namun telah menimbulkan sejumlah perilaku kehati-hatian di tengah
masyarakat, sebagaimana muncul kalimat, “hati-hati
enthar di beri kopi sianida”.
Secangkir
kopi bukan hanya berkisah mengenai dari mana kopi berasal dan kemana kopi
menancapkan pengaruh dan aroma rasanya. Secangkir kopi dapat mengurai
makna-makna terdalam sebagai refleksi dan analogi sebuah kehidupan yang kita
jalani. Secangkir kopi berbicara mengenai perputaran ekonomi dan naik turunnya
pendapatan dan keuntungan yang dialami negara dan pengusaha serta petani kopi.
Bahkan secangkir kopi dapat berkisah mengenai struktur kehidupan sosial dan
dinamika sosial dalam sebuah masyarakat, mulai dari status, peranan, interaksi
bahkan dinamika perubahan sosial masyarakatnya.
Minumlah
kopi Anda dan pelajarilah masyarakat dan kehidupan sosial di sekitar Anda…
0 komentar:
Posting Komentar