Ada dua kecenderungan
akhir-akhir ini terhadap eksistensi literatur rabinik khususnya dalam polemik
keagamaan di Indonesia. Sebagian kelompok
Islam yang rajin mencari dukungan terhadap keyakinannya dengan agama-agama
sebelumnya khususnya Yudaisme, berusaha membangun sebuah jembatan melalui
tulisan rabi Saadia Gaon yang hidup di Baghdad pada era pemerintahan Islam yang
melahirkan Tafsir at Tawrat atau tafsiran terhadap Pentateukh dalam bahasa
Judeo Arabic. Berbeda dengan
pendekatan para polemikus sebelumnya yang memposisikan Yahudi dan Yudaisme
secara negatif dan menyalahkan ketiadaan nubuatan kenabian Islam dalam Kitab
TaNaKh, maka kali ini kelompok The Yeshiva Institute (http://yeshivainstitute.net/blog/) yang dimotori Mohamad Ali alias Menachem Eli mengambil jalan berbeda
dengan mengadaptasi karya-karya rabinik era Islam tersebut.
Sayangnya, beberapa kelompok dalam Kristen tidak mengimbangi dengan membuat kajian yang lebih informatif dan historis sehingga membuka wawasan perihal karya pikir dan warisan intelektual Saadia Gaon, justru mereka terjebak dalam polemik dan menyudutkan dan menyalahkan Saadia Gaon tanpa memberi ruang yang fair mengenai apa yang telah dikerjakannya.
Sayangnya, beberapa kelompok dalam Kristen tidak mengimbangi dengan membuat kajian yang lebih informatif dan historis sehingga membuka wawasan perihal karya pikir dan warisan intelektual Saadia Gaon, justru mereka terjebak dalam polemik dan menyudutkan dan menyalahkan Saadia Gaon tanpa memberi ruang yang fair mengenai apa yang telah dikerjakannya.
Saya telah menuliskan
latar belakang sosiologis dan historis lahirnya karya Rabi Saadia Gaon yang
menghasilkan karya Tafsir at Taurat bi Lisan Al Arabiah dengan
genre penulis Yudeo Arabic dalam artikel berikut:
Saadia Gaon dan Tumbuhnya Tradisi Penulisan
Judeo Arabic di Era Pemerintahan Islam: Tinjauan Sosio Historis
Sayangnya, artikel
ini dengan secara sembrono disimpulkan baik oleh Menachem Ali dkk menggunakan
teori-teori dan penjelasan kaum Orientalis yang menggunakan "Borrowing
Theory" atau "Influence Theory" dimana karya Rabi Saadia Gaon
dipengaruhi Islam. Sekalipun saya tidak menampik adanya fakta tersebut namun
arah tulisan saya lebih pada bentuk adaptasi dan asimilasi bahasa yang
dipergunakan oleh Rabi Saadia Gaon dalam penulisan terjemahan TaNaKh dalam
bahasa Arab dengan huruf Yudeo Arabik.
Dalam tulisan berserinya ini, Menahem Ali nampaknya harus berupaya sekuat tenaga mencari data-data dan fakta-fakta baru untuk mendukung pemahamannya perihal adanya eksistensi Mekah dan Medinah dalam TaNaKh. Setelah saya jelaskan panjang lebar dalam artikel tersebut dimana kata Mekah dalam Kejadian 10:30) tidak muncul dalam Targum Onkelos yang lebih tua dari Tafsir at Taurat karya Saadia Gaon, maka Menahem dengan panjang lebar menyusun argumentasi pembelaaan dengan mencari-cari pembenaran dalam Targum Onkelos dimana ada kata Madinta dalam Kejadian 10:30, sebagaimana dikatakannya, "Namun, thread ini akan fokus pada Sefer Bereshit 10:30 dan Sefer Bereshit 16:7. Dalam kedua nas tersebut, terdapat nama Al-Madinah dan Hijr Al-Hijaz dalam versi Targum Saadia yg sejajar dng Targum Onqelos, yakni nama Medinta dan Hagra".
Saya heran dengan
kesimpulan Menahem Ali ini. Kata Ibrani הַקֶּֽדֶם (ha qedem) dalam Kejadian
10:30 artinya adalah "timur" dan dalam bahasa Aramaik yang
diterjemahkan oleh Targum Onkelos menjadi מדינחא (madinkha) bukan
"medinta" sebagaimana pernyataan Ali. Kata מדינחא (madinkha) ini
muncul beberapa kali dalam TaNaKh untuk menerjemahkan dimana kata הַקֶּֽדֶם (ha
qedem) muncul seperti dalam Kejadian 29:21, Bilangan 10:5, Yehezkiel 47:18,
Mazmur 89:1, Ayub 1:3, Pengkhotbah 1:5,6. Tidak ada yang istimewa dengan kata
Aramaik מדינחא (madinkha) selain bentuk terjemahan untuk kata הַקֶּֽדֶם (ha
qedem) yang artinya "timur". Silahkan membaca penjelasan A Dictionary of Jewish Palestinian Aramaic
karya Michael Sokoloff, Bar Ilan University Press, 2002, p. 292 dimana kata
"madnah" atau "madinkhah" artinya "east" atau
"timur".
Kecerobohan Ali ini mengingatkan saya ketika menanggapi kata Ibrani bo-akah dalam Kejadian 25:17-18 diartikan sebagai bakah alias mekah. Selengkapnya ayat tersebut berbunyi: “wayyishkenu me Hawilah ad Shur asher al peney Mitzarim boakah Ashurah al peney kol ehaiw nafal”. kata “boakah” muncul sebanyak 5 x di 4 kitab yang sama dan 1 kitab yang berbeda dan artinya menunjuk makna yang sama yaitu “masuk”, “menuju ke arah tertentu” sebagaimana kita lihat dalam ayat-ayat berikut:
Kecerobohan Ali ini mengingatkan saya ketika menanggapi kata Ibrani bo-akah dalam Kejadian 25:17-18 diartikan sebagai bakah alias mekah. Selengkapnya ayat tersebut berbunyi: “wayyishkenu me Hawilah ad Shur asher al peney Mitzarim boakah Ashurah al peney kol ehaiw nafal”. kata “boakah” muncul sebanyak 5 x di 4 kitab yang sama dan 1 kitab yang berbeda dan artinya menunjuk makna yang sama yaitu “masuk”, “menuju ke arah tertentu” sebagaimana kita lihat dalam ayat-ayat berikut:
“Daerah
orang Kanaan adalah dari Sidon ke arah Gerar (באכה גררה - boakah Gerar) sampai
ke Gaza, ke arah Sodom (באכה סדמה - boakah Sedomah) Gomora, Adma dan Zeboim
sampai ke Lasa”. (Kejadian 10:19 ITB)
“Daerah kediaman mereka terbentang dari Mesa ke arah Sefar, (באכה ספרה - boakah Sefarah) yaitu pegunungan di sebelah timur”. (Kejadian 10:30 ITB)
“Daerah kediaman mereka terbentang dari Mesa ke arah Sefar, (באכה ספרה - boakah Sefarah) yaitu pegunungan di sebelah timur”. (Kejadian 10:30 ITB)
“Lalu
Lot melayangkan pandangnya dan dilihatnyalah, bahwa seluruh Lembah Yordan
banyak airnya, seperti taman YHWH, seperti tanah Mesir, sampai ke Zoar (באכה
צער - boakah Tsoar). Hal itu terjadi sebelum YHWH memusnahkan Sodom dan Gomora” (Kejadian 13:10 ITB)
“Tetapi
kuasa YHWH berlaku atas Elia. Ia mengikat pinggangnya dan berlari mendahului
Ahab sampai ke jalan yang menuju Yizreel” (באכה יזרעאלה - boakah Yizreelah). (1 Raja-raja 18:46 ITB)
Jika Menahem Eli
sebagai seorang akademisi dan filolog internasional serta para pakar Biblikal
yang dia kutip sebagai narasumber pembenar asumsi-asumsinya meyakini bahwa kata boakah adalah bakah yang merujuk pada kota Mekah, maka keempat ayat lain
(Kej 10:19,30, Kej 13:10, 1 Raj 18:46) dimana kata boakah muncul pun harus
diartikan sebagai Bakah yang di Mekah. Namun dapat dipastikan tidak ada
satupun yang berani melakukan langkah tidak ilmiah dan tidak logis tersebut,
termasuk Menahem Eli. Reputasi Menahem Eli sebagai orang yang menamakan dirinya
Filolog Islam di Asia Tenggara dipertanyakan kembali dengan keberaniannya
membuat kesimpulan menyedihkan bahwa kata Ibrani boakah adalah menunjuk kota Bakah di Mekah.
Kata boakah yang
muncul di 5 tempat (Kej 10:19,30, Kej 13:10, 1 Raj 18:46) selalu berstatus
“infinitive contruct” bukan “infinitive absolute” sehingga selalu dihubungkan
dengan nama sebuah tempat dan bukan nama tempat itu sendiri. Nah, kecerobohan yang
sama diulangi dengan mengeka secara keliru bahasa Aramaik dalam Targum Onkelos
yang tertulis Madinkha menjadi Madinta bahkan menyamakannya dengan Medinah padahal kata Madinkha di sana untuk menerjemahkan kata Ibrani
הַקֶּֽדֶם (ha qedem) yang artinya “timur”.
Lebih jauh Ali harus menutupi gengsi akademiknya dengan melakukan akrobat kesimpulan bahwa Rabi Saadia Gaon telah mengganti kata Aramaik Madinta menjadi Madinah dalam karyanya sebagaimana dikatakan: “Pada teks Sefer Bereshit 10:30 yang termaktub dalam Targum Onqelos, memang varian teksnya ada yang tertulis מדינחא (Madinkha), tetapi ada juga varian teks Targum Onqelos yang ternyata tertulis מדינתא (Madinta). Ini mengindikasikan bahwa Rav Saadia Gaon pada eranya telah akrab dng versi bacaan yang tertulis nama Madinta dalam Targum Judeo-Aramaic tersebut. Itulah sebabnya Rav Saadia Gaon menggantinya dng lafal Judeo-Arabic dng nama אלמדנה (Al-Madinah) -https://www.facebook.com/menahem.ali/posts/1564309546927515). Padahal, Rabi Saadia hanya menerjemahkan kata “Mesha” menjadi “Mekkah” dan “Sephar” menjadi “Madinah” sementara kata “Madinkha” diterjemahkan dalam bahasa Arab “Al Sharqi” yang artinya “Timur”.
Bahkan sekalipun para
ahli tafsir Kristen menyebutkan Mesha dan Sephar berada di kawasan Arabia,
tidak satupun menyebutkannya dengan “Mekah “ dan “Medinah” sebagaimana saya
kutipkan berikut ini:
4852. מֵשָׁא Mêshâʾ, may-shaw´; of for.der.; Mesha, a place in Arabia:—Mesha. (J. Strong, A Concise Dictionary of the Words in the Greek Testament and The Hebrew Bible - Vol. 2, 2009 p. 73).
4852. מֵשָׁא Mêshâʾ, may-shaw´; of for.der.; Mesha, a place in Arabia:—Mesha. (J. Strong, A Concise Dictionary of the Words in the Greek Testament and The Hebrew Bible - Vol. 2, 2009 p. 73).
Mesha (Place). "Place
in southern Arabia defining the western boundary of the territory in which the
descendants of Joktan settled (Gn 10:30). Its location is unknown. Some suggest
that Mesha was a seaport town situated along the eastern shores of the Red Sea
in the vicinity of what is modern Yemen; others place it along the Persian
Gulf’s northwestern banks near the region of Mesene" (Elwell, W. A., & Beitzel, B. J. (1988). Mesha
(Place). In Baker encyclopedia of the Bible (Vol. 2, p. 1443). Grand Rapids,
MI: Baker Book House)
Sephâr, sef-awr´; the
same as 5610; Sephar, a place in Arabia: (J.
Strong, A Concise Dictionary of the Words in the Greek Testament and The Hebrew
Bible , Vol. 2, 2009 p. 84).
Sephar (Sēʹ phăr)
Place-name, perhaps meaning “numbering, census.” Eastern border of sons of
Joktan (Gen. 10:30). The site is apparently in southern Arabia, perhaps the
coastal town of Tsaphar in Oman or Itsphar south of Hadramaut" (Brand, C.,
Draper, C., England, A., Bond, S., Clendenen, E. R., & Butler, T. C.
(Eds.). (2003). Sephar. In Holman Illustrated Bible Dictionary (p. 1462).
Nashville, TN: Holman Bible Publishers.
Sephar. "Geographical
landmark defining one of the boundaries of the territory settled by the sons of
Joktan (Gn 10:30). Undoubtedly located in southern Arabia, Sephar is most often
identified with one of two towns bearing the Arabic name Zafar: the seaport
town in central Yemen’s Hadhramaut province or the site in southern Yemen, once
the capital of the Himyarites". Elwell, W. A.,
& Beitzel, B. J. (1988). Sephar. In Baker encyclopedia of the Bible (Vol.
2, p. 1925). Grand Rapids, MI: Baker Book House.
Yang cukup
menggelikan membaca kesimpulan Menahem Eli berikut ini, “Jadi kesimpulannya, Rav Saadia Gaon menyebut nama Al-Fayyumi, 'Ayn
Syams, Al-Hijaz, Makkah dan Al-Madinah tentu saja berdasarkan pandangan Ilmu
pengetahuan geografis pada waktu itu, dan sesuai dengan fakta bahwa tempat itu
telah menjadi common knowledge sejak era pra-Islam hingga pada zamannya, dan
bukan karena alasan 'kontektualisasi' atau 'pengaruh budaya Islam' seperti yg
dituduhkan oleh para apologet Kristen”. Padahal kamus dan dictionary yang
mengidentifikasi bahwa “Mesha” dan “Sephar” berada di wilayah selatan Arabia
baru muncul beberapa abad kemudian namun dengan nekadnya Ali harus menyimpulkan
bahwa penulisan “Mekah” dan “Madinah” sebagai ganti “Mesha” dan “Sephar” bukan
sebuah upaya asimilasi dan kontekstualisasi bahasa dan konsep teologis Islam
oleh Rabi Saadia tapi diklaim sebagai “pengetahuan geographis Sang Rabi”.
Aneh...jika Mesha dan Sephar adalah “Mekah” dan “Madinah” dan sudah menjadi
pengetahuan geografis umum pada zaman Saadia, mengapa baru Saadia Gaon yang memunculkannya
dalam Tafsir at Taurat-nya? Mengapa pula Targum Onkelos tidak menuliskan
“Mekah” dan “Madinah” melainkan tetap menulis Mesha dan Sephar? Di sinilah
terlihat upaya Ali untuk sekuat tenaga menutupi kesalahannya dalam membaca dan
mengartikan kata Aramaik Madinkha menjadi Madinta dan dianggapnya telah
diterjemahkan oleh Saadia menjadi “Madinah”.
3 komentar:
Trimakasih pak tegu Hindarto atas penjelasanya menanggapi M.ahli yg berusaha keras mencari dukungan dari alkitab.saya yakin kebenaran tetaplah kebenaran sepandai apapun manusia pasti tidak bisa mendustainya.
Shalom GBU.
2020 masih kristen?. musuh kristen adalah bible nya sendiri.yang selalu di edit edit . walaupun orang kristen tau bible itu hasil karya para profesor doctor tetap dianggap kitab suci.
menyedihkan sekali... Yang saya tau Tuhan selalu di pihak yang benar. sudah tau dari dulu sampai sekarang bible masih di perbaiki ga tau diambil tulisan dari mana .di masukan dalam bible. pantasan saja bible itu ga ada yang sama. tergantung sinode . lo kira sinode itu wakil tuhan 😂😂😂 punya hak bikin bible sesuai denominasi
Baca sini biar admin paham. 😂
https://www.facebook.com/100040782754319/posts/313955239973899/?app=fbl
Posting Komentar