RSS Feed

KEMATIAN YANG MENGHIDUPKAN

Posted by Teguh Hindarto



Pernyataan, “kematian yang menghidupkan” mengesankan kontradiksi. Betapa tidak? Bukankah kematian identik dengan ketidakberdayaan selamanya? Bagaimana mungkin kematian dan ketidakberdayaan dapat menghidupkan?

Inilah yang telah dikerjakan Yesus Sang Mesias, bahwa kematiannya bukan sebuah kekalahan dan kesia-siaan. Kematian Yesus Sang Mesias di kayu salib memiliki makna soteriologis yang mendalam. Dengan kata lain memiliki makna keselamatan.

Kita akan mengkaji makna kematian Yesus Sang Mesias melalui pembacaan Kitab Ibrani Pasal 8-10. Namun kita akan terlebih dahulu mengkaji mengenai kepenulisan Kitab Ibrani.

Penulis Kitab Ibrani

Banyak teolog Kristen meragukan kepenulisan rasul Paul sebagai penulis Kitab Ibrani, mengingat struktur bahasa, isi pembahasan dan bahasa Yunani yang lebih baik susunannya. Namun jika kita membaca kesaksian Bapa Gereja (Church Fathers) salah satunya bernama Klement dari Alexandria (200 Ms) yang dikutip oleh sejarawan Eusebeius dalam karyanya Historiae Eclesiastica - History of the Church, beliau mengatakan sbb: “That the letter is Paul’s and that is written to Hebrews in the Hebrew language and translated (into Greek) by Luke[1] (surat ini buatan Paul dan ditulis dalam bahasa Ibrani kepada orang-orang Ibrani dan diterjemahkan oleh Lukas). Sementara Bapa Gereja Origenes (280 Ms) menyatakan agak berbeda demikian, “The thought are those of the emmisary, but the language and composition that of one who recalled from memory and as it were, made notes of what was said by his master[2] (pemikirannya merupakan pemikiran rasuli namun susunan bahasa dan komposisi merupakan hasil dari mereka yang menyimpan kenangan rasuli dan membuat catatan dari apa yang pernah diucapkan gurunya). Jika Klement dengan tanpa keraguan menyatakan rasul Paul penulisnya, maka Origenes menyangsikan kepengarangan rasul Paul melainkan salah satu murid rasul Paul yang menerjemahkan pemahaman rasul Paul.

Premis Dasar Kitab Ibrani

Jika kita mebaca Kitab Ibrani secara keseluruhan nampaklah pada kita sebuah benang merah dimana seluruh sistem hukum korban umat Israel yang berpusat pada peranan Imam Besar (kohen ha gadol) sebagaimana diamarkan dalam Torah, merupakan sebuah  bayangan dari karya mesianis yang dikerjakan oleh Yesus. Fokus karya Yesus sebagai penggenapan bayangan dalam Torah dapat kita simak dalam Ibrani 8,9,10. Ibrani 8 berbicara mengenai kedudukan Yesus sebagai Imam Besar Perjanjian Baru. Ibrani 9 berbicara mengenai kedudukan Yesus sebagai Pengantara Perjanjian Baru. Ibrani 10 berbicara mengenai pengorbanan darah Yesus sebagai wujud sejati hukum korban dalam Torah.

Ibrani 8:1-2 dimulai dengan pernyataan, “Inti segala yang kita bicarakan itu ialah: kita mempunyai Imam Besar yang demikian, yang duduk di sebelah kanan takhta Yang Mahabesar di sorga, dan yang melayani ibadah di tempat kudus, yaitu di dalam kemah sejati, yang didirikan oleh Tuhan dan bukan oleh manusia”. Imam Besar berdasarkan peraturan Torah bertugas mempersembahkan korban umat Israel setiap tahunnya dalam perayaan Yom Kipur sebagai korban penebusan atas berbagai pelanggaran umat Israel selama satu tahun. Yesus Sang Mesias adalah Imam Besar yang melakukan karya keimamatan yang lebih besar daripada Imam Besar dalam Torah. Mengapa? Jawabannya ada dalam Ibrani 9:11-12 yang mengatakan demikian, “Tetapi Mesias telah datang sebagai Imam Besar untuk hal-hal yang baik yang akan datang: Ia telah melintasi kemah yang lebih besar dan yang lebih sempurna, yang bukan dibuat oleh tangan manusia, -- artinya yang tidak termasuk ciptaan ini, -- dan Ia telah masuk satu kali untuk selama-lamanya ke dalam tempat yang kudus bukan dengan membawa darah domba jantan dan darah anak lembu, tetapi dengan membawa darah-Nya sendiri. Dan dengan itu Ia telah mendapat kelepasan yang kekal”. Yesus datang sebagai Imam Besar “untuk hal-hal yang baik yang akan datang” yaitu “Dia telah masuk sekali dan untuk selamanya ke dalam tempat kudus YHWH dengan membawa darahnya sendiri”. Apa artinya? Yesus mengorbankan dirinya sendiri sebagaimana ditegaskan kembali dalam Ibrani 9:27-28, “Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi, demikian pula Mesias hanya satu kali saja mengorbankan diri-Nya untuk menanggung dosa banyak orang. Sesudah itu Ia akan menyatakan diri-Nya sekali lagi tanpa menanggung dosa untuk menganugerahkan keselamatan kepada mereka, yang menantikan Dia”.

Oleh karenanya Yesus dikatakan sebagai “Pengantara dari suatu perjanjian yang baru” (Yun: diathekes kaines mesites estin, Arm: metsa’ya de’diyatiqiya khadata, Ibr: melits hu laberit hakhadasha, Ing: mediator of new covenant) (Ibr 9:15).

Berbagai hukum korban dalam Torah memang tidak sempurna karena mereka tidak dapat menghapuskan dosa yang sesungguhnya sebagaimana dikatakan Ibrani 10:2-4 sbb: “Sebab jika hal itu mungkin, pasti orang tidak mempersembahkan korban lagi, sebab mereka yang melakukan ibadah itu tidak sadar lagi akan dosa setelah disucikan sekali untuk selama-lamanya. Tetapi justru oleh korban-korban itu setiap tahun orang diperingatkan akan adanya dosa. Sebab tidak mungkin darah lembu jantan atau darah domba jantan menghapuskan dosa”.

Berbeda dengan korban-korban hewan dalam Torah yang dipersembahkan setiap tahun khususnya saat perayaan Yom Kippur maka persembahan sejati dan sekali untuk selamanya telah dilakukan dengan sempurna oleh Sang Mesias sekali dan untuk selamanya. Perubahan dari berulang kali dan setiap tahun dikontraskan dengan sekali dan untuk selamanya menyiratkan kesempurnaan dan keunggulan Sang Mesias dalam menghapus dosa manusia sebagaimana dikatakan dalam ayat 10-12 dan 14 sbb: “Dan karena kehendak-Nya inilah kita telah dikuduskan satu kali untuk selama-lamanya oleh persembahan tubuh Yesus Sang Mesias. Selanjutnya setiap imam melakukan tiap-tiap hari pelayanannya dan berulang-ulang mempersembahkan korban yang sama, yang sama sekali tidak dapat menghapuskan dosa. Tetapi Ia, setelah mempersembahkan hanya satu korban saja karena dosa, Ia duduk untuk selama-lamanya di sebelah kanan Tuhan...Sebab oleh satu korban saja Ia telah menyempurnakan untuk selama-lamanya mereka yang Ia kuduskan”.

Meluruskan Kesalahpahaman Arti Kematian Yesus
Terhadap Kedudukan Torah

Apakah dengan demikian kematian Yesus Sang Mesias telah membatalkan fungsi dan kedudukan Torah? Tidak! Yesus Sang Mesias berkata dalam Matius 5:17 sbb: "Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan Torah atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya”.

Kematian Yesus dan kebangkitan-Nya telah membuat hukum korban kehilangan relavansinya sehingga baik umat Yahudi maupun non Yahudi yang sudah menerima Yesus sebagai Mesias tidak lagi memerlukan hukum korban hewan sebagaimana dikatakan dalam Ibrani 10:18 sbb: “Jadi apabila untuk semuanya itu ada pengampunan, tidak perlu lagi dipersembahkan korban karena dosa. Kehilangan relevansi bukan berarti dibatalkan. Dibatalkan bermakna digugurkan. Jika demikian maka memberikan gambaran seolah Tuhan berubah-ubah pikiran. Jika Tuhan berubah-ubah pikiran maka Tuhan adalah Tuhan yang peragu. Dan itu mustahil ada pada diri Tuhan.

Jika kematian Yesus tidak membatalkan Torah, lalu mengapa dalam Ibrani 7:18-19 dikatakan,”Sebab, jikalau imamat berubah, dengan sendirinya akan berubah pula hukum Taurat itu? demikian pula dalam Ibrani 8:13 dikatakan, “Oleh karena Ia berkata-kata tentang perjanjian yang baru, Ia menyatakan yang pertama sebagai perjanjian yang telah menjadi tua. Dan apa yang telah menjadi tua dan usang, telah dekat kepada kemusnahannya?”

Mengenai Ibrani 7:18-19 bukan berbicara mengenai pembatalan Torah tetapi perubahan sistem keimamatan paska kedatangan Yesus dan penghancuran Bait Suci di Yerusalem tahun 70 Ms. Kata Yunani Athetesis (pembatalan)  merupakan penekanan ulang pada apa yang dinyatakan pada ayat 12 tentang nomou Methatesis (perubahan Torah). Perubahan yang dimaksudkan bukan Torah itu sendiri melainkan sistem keimamatan dari Imamat Lewi yang ditandai dengan korban hewan, menjadi Imamat Melkitsedeq yang ditandai dengan persembahan rohani.

Mengenai Ibrani 8:13, ayat ini pun menegaskan mengenai perubahan sistem keimamatan Lewi kepada sistem keimamatan Melkitsedek. DR. David Stern menjelaskan:  Konteks perikop hendak menunjukkan bahwa penulis Ibrani berbicara mengenai sistem keimamatan dan korban, bukan mengenai aspek lain. Apa yang sesungguhnya terjadi adalah ambang kemusnahan sistem keimamatan yang lama dan bukan Perjanjian Lama[3]

Makna Kematian Yesus

Kematian Yesus di kayu salib berdasarkan perspektif Kitab Ibrani memiliki makna soteriologis sbb (yang berhubungan dengan keselamatan manusia): Pertama, Yesus telah menggantikan fungsi korban dalam Torah menjadikan dirinya sendiri sebagai korban bagi Tuhan Yahweh untuk selama-lama-Nya. Kematian-Nya telah menghapuskan dosa manusia yang berujung pada kematian kekal.


Inilah yang dimaksudkan dengan “kematian yang mendatangkan kehidupan”. Jika Yesus tidak mati, maka tidak ada penghapusan kutuk dosa yang berujung pada maut kekal bagi umat manusia. Perbuatan baik tidak dapat menghapuskan kutuk dosa yaitu maut. Hanya darah Yesus Sang Mesias yang sanggup menghapuskan dosa karena darah korban hewan hanya menyucikan secara badaniah.

Kekristenan dianggap irasional dikarenakan mendasarkan keimanan pada kematian Yesus sebagai korban penghapusan dosa. Berbagai dalil dikemukakan al, Tuhan itu kejam karena menyerahkan Yesus sebagai korban, ajaran penebusan dosa adalah ajaran kekafiran yanh dimasukkan dalam ajaran Kristen dll. Rasul Paul menulis, “Orang-orang Yahudi menghendaki tanda dan orang-orang Yunani mencari hikmat, tetapi kami memberitakan Mesias yang disalibkan: untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan, tetapi untuk mereka yang dipanggil, baik orang Yahudi, maupun orang bukan Yahudi, Mesias adalah kekuatan Tuhan dan hikmat Tuhan (1 Kor 1:22-24).

Kedua, kematian Yesus di kayu salib dan darah-Nya yang ditumpahkan bagi kita telah menjadi jalan masuk bagi umat beriman untuk datang kepada Tuhan tanpa bantuan seorang perantara dalam hal ini imam. Kita datang kepada Tuhan secara pribadi ke dalam Bait Suci-Nya berdasarkan darah pengorbanan Yesus Sang Mesias sebagaimana dikatakan dalam ayat 19-21 sbb: “Jadi, saudara-saudara, oleh darah Yesus kita sekarang penuh keberanian dapat masuk ke dalam tempat kudus, karena Ia telah membuka jalan yang baru dan yang hidup bagi kita melalui tabir, yaitu diri-Nya sendiri, dan kita mempunyai seorang Imam Besar sebagai kepala Rumah Tuhan

Seder Pesakh Sebagai Peringatan Kewafatan Yesus Sang Mesias

Sungguh agung dan mulia pengorbanan Yesus Juruslamat kita. Oleh karena itu kita diperintahkan untuk memelihara ingatan akan karya pengorbanan Yesus Sang Mesias dalam sebuah ritual kudus yang disebut Seder Pesakh (jamuan Pesakh) yang jatuh setiap tanggal 14 Nisan (Maret/April) setiap tahunnya.

Setiap rumah tangga Yahudi kuno dan modern melaksanakan Seder Pesakh yang ditandai dengan memakan roti tidak beragi (matsah) dan minum anggur tidak berfermentasi serta berbagai unsur kelengkapan lainnya seperti sayur pahit (maror), dedaunan (karpas), campuran madu, apel, kacang (kharoset). Demikian pula Yesus Sang Mesias melaksanakan Seder Pesakh bersama-sama murid-muridnya.

Sementara Seder Pesakh Yahudi memfokuskan pada karya penyelamatan YHWH terhadap umat Israel dari tulah maut dan pembebasan dari perbudakan Mesir, maka Yesus saat makan jamuan Pesakh dengan murid-muridnya mewartakan pesan dibalik jamuan Pesakh yang menunjuk pada apa yang akan dialaminya sebagai penggenap kehendak YHWH.

Mengenai cawan berisi anggur, Yesus berkata dalam Matius 22:17 dan 20 sbb:Kemudian Ia mengambil sebuah cawan, mengucap syukur, lalu berkata: "Ambillah ini dan bagikanlah di antara kamu. Demikian juga dibuat-Nya dengan cawan sesudah makan; Ia berkata: "Cawan ini adalah perjanjian baru oleh darah-Ku, yang ditumpahkan bagi kamu.

Mengenai roti tidak beragi, Yesus berkata dalam Lukas 22:19 sbb:Lalu Ia mengambil roti, mengucap syukur, memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka, kata-Nya: "Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku."

Yesus menghubungkan Matsah  (roti tidak beragi) dengan tubuh-Nya yang akan diserahkan untuk untuk semua orang. Artinya, diri-Nya akan ditangkap, disiksa dan dibunuh di kayu salib untuk menggenapkan rencana Bapa-Nya, penebusan manusia dari kutuk dosa yaitu maut. Dan cawan berisi anggur dihubungkan dengan darah-Nya yang akan ditumpahkan untuk membasuh dosa semua orang. Darah ini menjadi meterai “perjanjian yang diperbarui” (Ibr: brit khadasha). Perjanjian pertama dimeteraikan oleh darah, demikian pula perjanjian yang diperbarui dimeteraikan oleh darah, sebagaimana dikatakan Ibrani 9:22 sbb:Dan hampir segala sesuatu disucikan menurut (Torah) dengan darah, dan tanpa penumpahan darah tidak ada pengampunan

Ir. Ester A. Sutanto, M.M., M.Min. menjelaskan sbb: “Yesus memulai Perjamuan Malam Terakhir menurut tata cara Taurat dan tradisi Yahudi. Namun ada yang tidak lazim pada Perjamuan Malam Terakhir di Yerusalem itu: Yesus memaknai roti dan anggur secara baru, memberi perspektif eskatologis yang baru dan menetapkan perjamuan malam...Perjamuan yang Yesus inginkan adalah seperti pada perayaan Paskah Yahudi, suatu peringatan akan Keluaran, tetapi yang ditarik lebih jauh sampai pada peristiwa Salib yang pada waktu itu masih akan terjadi, dan dalam pengharapan akan kedatangan Kerajaan (Tuhan) di masa depan[4]

Terhadap Pesakh yang menunjuk pada karya pengorbanannya, Yesus bersabda, “perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku” (Luk 22:19). Rasul Paul menggemakan kembali sabda Yesus dengan menuliskan, “Sebab setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuan sampai Ia datang (1 Kor 11:26). Oleh karenanya, setiap tahun pada saat tanggal 14 Nisan malam hari kita akan mereklamasikan kembali karya kematian Yesus sebagai korban sejati untuk menghapuskan dosa yang berujung pada maut dan mengaruniakan kehidupan kekal melalui kebangkitannya dari kematian pada hari yang ketiga.

Marilah kita hayati karya pengorbanan Sang Mesias, Putra Tuhan yang agung dan berkuasa dengan melaksanakan Seder Pesakh dengan penuh keimanan dan tata cara yang hormat sebagaimana dikatakan, “Jadi barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuan. Karena itu hendaklah tiap-tiap orang menguji dirinya sendiri dan baru sesudah itu ia makan roti dan minum dari cawan itu. Karena barangsiapa makan dan minum tanpa mengakui tubuh Tuan, ia mendatangkan hukuman atas dirinya” (1 Kor 11:27-29).

Marilah kita menghadirkan spirit Pesakh pada dunia yang gelap dengan menjadikan diri kita seperti roti yang dipecah-pecah dan anggur yang ditumpahkan, yaitu menjadikan diri kita berguna dan bermanfaat bagi orang lain dengan selalu menjadi orang yang rela berkorban demi kepentingan orang lain di atas kepentingan pribadi.


[1] David Stern, Jewish New Testament Commentary, JNTP 1998, p. 660

[2] Ibid., p. 661

[3] Ibid., Jewish New Testament Commentary, p. 691

[4] Liturgi Meja Tuhan: Dinamika Perayaan-Pelayanan, Jakarta: Unit Publikasi dan Informasi Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, 2005, hal 20-21

12 komentar:

  1. coma

    Pak Shem, apa yg bpk Tulis di atas sangatlah menarik dan ada unsur kebenarannya disana, namun cara Bpk menyebutkan Tuan bukan Tuhan mencederai tulisan itu meskipun maknanya tetap sama yakni hanya satu Tuan atau Satu Tuhan . Terlihat ada kesan pembeda antara Sang Bapa n Sang anak...padahal secara tersirat dan tersurat sdh mengarah bahwa mereka SATU.tks

  1. Teguh Hindarto

    Mengapa Yesus disebut Junjungan Agung Yang Ilahi?

    Namun mengapa saya menerjemahkan dengan “Junjungan Agung Yang Ilahi” terhadap Yesus? Bukankah ini menolak aspek Ketuhanan Yesus dan hanya menyamakannya dengan manusia lainnya yang memiliki gelar serupa?

    Dalam keseluruhan Kitab Perjanjian Baru Yesus disapa oleh muridnya dan siapapun yang berbicara dengan beliau dengan sapaan Kurios (bhs. Yunani) atau Maran (bhs. Aram). Kata Kurios sendiri memiliki makna Tuan atau Majikan atau sebutan penghormatan sebagaimana ditunjukkan ayat-ayat berikut ini:

    “Sekarang apa yang akan dilakukan oleh tuan (kurios) kebun anggur itu? Ia akan datang dan membinasakan penggarap-penggarap itu, lalu mempercayakan kebun anggur itu kepada orang-orang lain” (Mrk 12:9)

    “Berbahagialah hamba, yang didapati tuannya (kurios) melakukan tugasnya itu, ketika tuannya itu datang” (Luk 12:43)

    Istilah Kurios bisa ditujukan pada manusia (majikan, pemilik usaha, raja, pejabat dll) dan bisa terhadap Tuhan dan malaikat sebagaimana ayat-ayat berikut ini:

    “Sebab itu segala malapetakanya akan datang dalam satu hari, yaitu sampar dan perkabungan dan kelaparan; dan ia akan dibakar dengan api, karena YHWH Tuhan (kurios ho theos), yang menghakimi dia, adalah kuat” (Why 18:8)

    “Ia menatap malaikat itu dan dengan takut ia berkata: "Ada apa, Tuan? (kurios)" Jawab malaikat itu: "Semua doamu dan sedekahmu telah naik ke hadirat Tuhan dan Tuhan mengingat engkau” (Kis Ras 10:4).

    Didasarkan pada analisis diatas, maka sebutan Kurios bagi Yesus dalam naskah Yunani Perjanjian Baru, seharusnya diterjemahkan dengan sebutan “Tuan” atau “Junjungan Agung”. Maka pernyataan, “Legei hautoi Kurie houte antlema ekheis kai to phrear estin bathu phosen houn ekheis to udoun to zoon” (Yokh 4:11) seharusnya diterjemahkan "Tuan, Engkau tidak punya timba dan sumur ini amat dalam; dari manakah Engkau memperoleh air hidup itu?”. Demikian pula pernyataan, “Hosakis gar ean esthiete ton arton touton kai to poterion ton thanaton tou kuriou kataggelete akhris hou elthe (1 Kor 11:26) seharusnya diterjemahkan, “Sebab setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuan . Maka pernyataan, “Eiselthousai de oux euron to soma tou Kuriou Iesou” (Luk 24:3) pun seharusnya diterjemahkan, ““dan setelah masuk mereka tidak menemukan mayat Tuan Yesus”.

  1. Teguh Hindarto

    Konsekswensi logis dari pemahaman di atas, bahwa “Tuan Yesus dapat mengalami kematian sebagai manusia”, “Tubuh Tuan Yesus yang mati, dapat dikafani”. Artinya, Sang Firman yang telah menjadi manusia itu yang dijuluki “Tuan”, benar-benar logis jika mengalami kematian dan mayatnya dikafani. Namun jika “Tuhan mati” atau “mayat Tuhan dikafani”, maka akan menimbulkan pelecehan terhadap Tuhan Semesta Alam dan merendahkan hakikat-Nya yang kekal dan tidak nampak.

    Apakah dengan menyebut Yesus sebagai “Tuan” atau “Junjungan Agung”, kita merendahkan hakikat Yesus yang adalah “Firman Tuhan?” apakah kita menyangkal Ketuhanan-Nya? Sekali-kali tidak! Dengan menyebut Yesus sebagai “Tuan”, kita menegaskan bahwa Dia merupakan pribadi atau sosok yang berkuasa, baik di bumi maupun di Sorga. Dengan menyebut Dia “Tuan”, kita menempatkan secara tepat panggilannya dalam kaidah tata bahasa. Dengan menyebut Yesus “Tuan”, kita menghilangkan skandalon (batu sandungan) terhadap komunitas Islam yang memiliki anggapan bahwa beberapa orang Kristen telah menyamakan begitu saya Isa dengan Allah yang dianggap sebagai Tuhan Pencipta[7].

    Makna Kata Kurios Bagi Yesus

    Kata Kurios berkaitan dengan kata Kuriotes yang artinya “kekuasaan”. Kata Kuriotes muncul beberapa kali dalam Yudas 1:9, “Namun demikian orang-orang yang bermimpi-mimpian ini juga mencemarkan tubuh mereka dan menghina kekuasaan Tuhan (kurioteta) serta menghujat semua yang mulia di sorga”. Demikian pula dalam Kolose 1:6 sbb: “Karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa (kuriotetes): segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia”. Dan akhirnya dalam Efesus 1:21 sbb: “Jauh lebih tinggi dari segala pemerintah dan penguasa (kuriotetos) dan kekuasaan dan kerajaan dan tiap-tiap nama yang dapat disebut, bukan hanya di dunia ini saja, melainkan juga di dunia yang akan datang”.

    Dari kajian ayat di atas, Yesus disapa dengan Kurios (Tuan/Junjungan Agung Yang Ilahi) bermakna bahwa Dia memiliki pengaruh dan kuasa yang dinyatakan dalam ajaran dan tindakan penyembuhan dalam karya Mesianis-Nya[8].

    Inilah pokok keimanan kita. Ada satu Tuhan yaitu YHWH Sang Bapa Sorgawi dan ada satu Tuan/Majikan/Penguasa/Junjungan Agung Yang Ilahi yang bernama Yesus atau Yahshua/Yeshua Sang Mesias

  1. Teguh Hindarto

    Silahkan membaca kajian Kristologis berikut ini:

    http://bet-midrash.blogspot.com/2012/03/imanku-ibadahku-gaya-hidupku.html

    http://teguhhindarto.blogspot.com/2011/02/meluruskan-kesalahpahaman-seputar.html

    http://teguhhindarto.blogspot.com/2011/02/pemahaman-mengenai-sebutan-kurios-bagi.html

  1. Teguh Hindarto

    Anda harus belajar membedakan antara mempersoalkan AKURASI TERJEMAHAN kata Kurios bagi Yesus dan mempersoalkan HAKIKAT KEILAHIAN YESUS.

    Saya tidak menolak Keilahian Yesus sebagai Sang Firman yang menjadi manusia namun menolak kata Yunani Kurios diterjemahkan Tuhan karena tidak sesuai dengan kaidah tata bahasa dan penerjemahan

  1. coma

    Masalah Nama Tuan or Tuhan sy kira no problem pak..yg masih menjadi mslah di ending pengertian itu sebagaiman bpk sebutkan sbb : Inilah pokok keimanan kita. Ada satu Tuhan yaitu YHWH Sang Bapa Sorgawi dan ada satu Tuan/Majikan/Penguasa/Junjungan Agung Yang Ilahi yang bernama Yesus atau Yahshua/Yeshua Sang Mesias
    Menurut sy itu sama Saja Pak ...nama YHWH it identik Mesias...jadi saat dibumi mo dibilang Tuan or sewaktu-waktu Tuhan..no Problem..bukankah Firman menjadi manusia pada dasarnya tidak bisa disebutkan Tuhan..tapi pekerjaanNya bukan setara (identik Pencipta ?)..dan tidak juga disalahkan suatu saat disebut Tuhan..karena pekerjaaNya itu...? ..Tentu dari sekian banyak yg Pak shem tulis banyak membantu kita-2 dalam pemahaman bahsa Bible(tks utk itu) namun Ending nya menurut alias pemahanan Sy agak beda ..sebab ada tersirat bahwa Bapa sendiri dan Anak sendiri..dua individu yg berbeda beranjak pd nama..namun kalo Bapa n Anak hakekatnya SATU..maka YHW n Yahsua itu satu Individu hanya beda peran saat..proses/misi di bumi...ini yg membedakan Sy pribadi n pak Shem. Namun tentu saya hargai apa yg sdh bulat dituliskan dlm blog-2 pa shem dalam mengembalikan salah kaprah Iman Kristiani masa kini yg kian melenceng saja....Tks

  1. coma

    Saya teringat akan Ahli torat yg keras mempertahankan tradisi Nama Suci (Bapa) sehingga lupa apa yg sedang terjadi di depan mata...Saat Mesias memperkenalkan nama Anak....(menurut mereka itu Hujat dan berakhir hingga Mesias terpaku di kayu salib) mudah-2an Pa Shem tidak terpaku dengan nama Bapa ..tersebut...lembutlah melihat apa yg tersirat jangan ....melihat segala sesuatu tidak ada perubahan sejarah..sejarah terus berubah.....shalom

  1. Teguh Hindarto

    Saya akan menanggapi pernyataan Sdr Coma Cokens sbb: "Tentu dari sekian banyak yg Pak shem tulis banyak membantu kita-2 dalam pemahaman bahsa Bible(tks utk itu) namun Ending nya menurut alias pemahanan Sy agak beda ..sebab ada tersirat bahwa Bapa sendiri dan Anak sendiri..dua individu yg berbeda beranjak pd nama..namun kalo Bapa n Anak hakekatnya SATU..maka YHW n Yahsua itu satu Individu hanya beda peran saat..proses/misi di bumi..". Perlu diketahui bahwa Bapa dan Anak adalah KESATUAN (Ekhad) bukan SATU (Yoh 10:30).

    Karena Bapa (YHWH) dan Anak (Sang Firman) adalah KESATUAN, maka ada pembeda antara Bapa dan Anak. Perbedaan bukan pada hakikat dan kehendak melainkan pada karya.

    Sekalipun Bapa dan Anak atau YHWH dan Sang Firman adalah sehakikat, setara, melekat satu sama lain namun tidak mempengaruhi pada pemahaman kita terhadap akurasi terjemahan kata Kurios yang disematkan bagi Yesus, tidak seharusnya diterjemahkan dengan Tuhan melainkan Tuan atau Junjungan Agung

  1. Teguh Hindarto

    Mengenai pernyataan Anda, "Saya teringat akan Ahli torat yg keras mempertahankan tradisi Nama Suci (Bapa) sehingga lupa apa yg sedang terjadi di depan mata...Saat Mesias memperkenalkan nama Anak....(menurut mereka itu Hujat dan berakhir hingga Mesias terpaku di kayu salib) mudah-2an Pa Shem tidak terpaku dengan nama Bapa ..tersebut...lembutlah melihat apa yg tersirat jangan ....melihat segala sesuatu tidak ada perubahan sejarah..sejarah terus berubah.....shalom". Apakah artikel yang saya tulis dengan bobot teologis mendalam sebagaimana di atas tidak bisa ditangkap oleh Anda dan terkesan bahwa saya sedang membahas isu yang membosankan dan itu-itu saja yaitu soal nama YHWH?

    Justru saya mengajak Anda berpikir lebih dalam dan luas dengan kajian di atas karena kajian saya belum banyak pengkhotbah di negeri ini yang membahas secara intensif. Kekristenan di Indonesia masih asyik masyuk mengkhotbahkan kasih dan berkat dan masih sedikit yang mengkhotbahkan kedalaman ajaran Kristen dalam sudut pandang yang kritis.

  1. coma

    Baiklah Pak shem, terimakasih atas semua penjelasan dan secara pribadi sy akui apa yg sdh pak shem tulis sebagai sesuatu yg baik dan bermutu. kecuali dalam pemahaman di atas kita memang sedikit beda, namun tentu sj kita sepatutnya menghormati perbedaan itu.kiranya suatu saat Tuhan mau kasihani kita semua...shalom

  1. Teguh Hindarto

    Amen we Amen!

  1. George Manes

    Dalam hal kata 'Tuhan' dan 'Tuan', saya setuju dengan Pak Shem.

    Kata 'Tuan' yang ditujukan bagi Yesus (Yeshua) sama sekali tidak meniadakan keilahian-Nya. Jika kita bisa mengerti keseluruhan Berita Injil, Yesus tetaplah ilahi apapun julukan atau gelar yang kita sematkan bagi Beliau.

    Menerjemahkan kata 'Kurios' dengan kata 'Tuan' dalam Bahasa Indonesia, tentu memiliki dasar yang kuat. Rasul Paulus pun membedakan kedua kata itu (Theos dan Kurios) dalam surat-suratnya.

    Berdasarkan KBBI, terjemahan Bahasa Indonesia yang baik dan benar untuk kata 'Kurios' adalah 'Tuan', sedangkan untuk kata 'Theos' adalah 'Tuhan'.

    Perlu diketahui bahwa Sang Bapa dan Sang Putera tidak bisa dipisahkan akan tetapi bisa dibedakan. Sebagai jelmaan Firman Sang Bapa, Sang Putera adalah Ilahi yang mengambil wujud manusia.

    Terima kasih Pak Shem, saya kira pemahaman anda mengenai kata 'Tuan' bagi Yesus (yang sepaham dengan saya) tidak untuk meniadakan 'Keilahian' Sang Mesias, melainkan untuk meluruskan terjemahan kitab suci Bahasa Indonesia... bukan begitu pak?

    Shalom
    http://peshitta-indonesia.blogspot.com

Posting Komentar