Midrash Sefer Bereshit 3:1-24
Jika kita merenungkan dan membandingkan keadaan dunia masa kini dengan apa yang dikisahkan dalam Kejadian pasal 1-2, sungguh jauh berbeda. Jika para kaum Evolusionist mengklaim bahwa kehidupan di alam semesta terjadi secara kebetulan melalui perkembangan evolutif dari organisme yang paling sederhana hingga mencapai bentuk yang rumit yaitu manusia, maka Kitab Kejadian pasal 1-2 justru memperlihatkan suatu keadaan kehidupan yang indah, teratur dan ideal antara Tuhan, manusia dan alam.
Dengan membandingkan Kitab Kejadian pasal 1-2 dengan keadaan masa kini, justru yang terjadi adalah suatu proses devolusi atau kemerosotan yang terjadi berangsur-angsur. Kemerosotan itu terlihat di segala bidang, baik spiritual, moral, behavioral dan fisikal manusia. Di bidang spiritual, dahulu antara Tuhan dan manusia terjadi komunikasi tanpa sekat pembatas. Manusia dan Tuhan dapat melakukan percakapan timbal balik. Sekarang manusia tidak dapat melihat Tuhan, bahkan kehilangan orientasi tentang siapa dan bagaimana Tuhan itu, sehingga menimbulkan keanekaragaman pemahaman tentang Tuhan dalam agama-agama manusia. Di bidang moral, manusia laki-laki dan perempuan hidup dalam keharmonisan namun sekarang yang terjadi adalah kemerosotan moral umat manusia yang tercermin dalam tindakan-tindakan kejahatan seperti perilaku seks bebas seperti di zaman Sodom dan Gomorah, perilaku-perilaku tidak bermoral seperti di zaman Noakh, arogansi manusia meniadakan Tuhan seperti di zaman pembangunan menara Babel. Di bidang behavioral, manusia masa kini dihinggapi berbagai penyakit sosial yang mendorong terjadinya berbagai tindakan irasional seperti keinginan membunuh diri, penyimpangan perilaku seks, tindakan anarkisme, kanibalisme, ganguan kejiwaan. Di bidang fisikal, manusia pertama dapat mencapai usia ratusan tahun namun manusia masa kini hanya bertahan di antara kisaran usia delapan puluh hingga sembilan puluh tahun.
Berbagai kondisi di atas mendorong kita untuk bertanya, darimana asal semua kemerosotan itu? Kitab Kejadian pasal 3 memberikan penjelasan asal-usul dan titik permulaan berbagai bencana dalam kehidupan manusia. Bencama itu dimulai dari suatu perckapan antara ular dengan manusia perempuan (ishah) pasangan dari manusia laki-laki (ish). Kitab Kejadian pasal 3 tidak memberikan informasi apapun tentang siapa ular tersebut selain memberikan keterangan bahwa dia adalah “ Wehanakhas hayah arum mikkol hayat hashadeh asher asyah Yahweh” (Adapun ular ialah yang cerdik dari segala binatang di darat yang dijadikan oleh Tuhan Yahweh”, Kej 3:1). Kata “a’rum” di beberapa tempat, diterjemahkan dengan “telanjang” (Ayb 24:7, Pengkt 5::14, Yesh 20:2) dan di tempat lain diterjemahkan “cerdik” (Ams 12:23; 13:16; 14:8). Namun jika membaca Kitab Wahyu 12:9 terjemahan LAI dikatakan, “Dan naga besar itu, si ular tua, yang disebut Iblis atau Satan, yang menyesatkan seluruh dunia, dilemparkan ke bawah; ia dilemparkan ke bumi, bersama-sama dengan malaikat-malaikatnya”. Dalam teks Greek dituliskan, “kai eblete ho darkon ho megas, ho ophis ho arkhaios ho kaloumenos diabolos kai ho satanas…” Hebrew New Testament menerjemahkan teks ini dalam bahasa Ibrani, “wayashliku et hattannin haggadol, hu hannakhas haqqadmoni asher qaru lo syoten we syatan….”. Ular adalah hewan yang kerap disimbolisasikan dengan keberadaan Shatan. Ular adalah hewan yang kerap menjadi alat Shatan. Namun ular bukan Shatan itu sendiri, karena ular adalah jenis binatang melata yang diciptakan Yahweh dari sekian banyak hewan melata lainnya. Kecerdikkan ular memunculkan diabadikan dalam sabda Yesus Sang Mesias yang mengatakan, "Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular (Ibr: arumim kanekhashim) dan tulus seperti merpati” (Mat 10:16).
Dalam terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia, ada kata-kata “Iblis” dan “Jin”. Tepatkah istilah-stilah ini dalam terjemahan Kitab Suci TaNaKh dan Kitab Perjanjian Baru? Marilah kita lihat penjelasan Ahmad Azhar Basyir mengenai Iblis, Setan dan Jin sbb: “Iblis adalah sebangsa Jin yang membangkang perintah-perintah atau hukum Allah. Dapat dikatakan bahwa Iblis merupakan nenek moyang syetan. Sedangkan syetan sendiri berarti pribadi Jin yang memberontak pada Allah”[1]
TaNaKh dan Kitab Perjanjian Baru tidak mengenal konsep “nenek moyang syetan”. TaNaKh hanya menyebut istilah “Shatan” yang artinya “Musuh” (Ayb 1:12-19) dan beberapa mahluk yang disebut dengan “She’irim” yang bermakna “malhluk berbulu lebat (Im 17:7), lalu “Lilith” atau “roh jahat yang ada di Edom” (Yes 34:14).
Lembaga Alkitab Indonesia menerjemahkan “Shatan” (Ayb 1:12-19) dengan “Iblis” dan “She’irim” (Im 17:7) dengan “Jin”, padahal konsep yang terkandung di dalamnya sangat jauh berbeda. Lebih baik tidak perlu diterjemahkan untuk memunculkan makna aslinya. Baik istilah “Iblis” maupun “Jin” merupakan konsep yang diusung dari perbendaharaan Al Qur’an, yang memiliki konsep yang berbeda dengan istilah “Shatan” dan “Sheirim”. Perhatikan nats Qur’an dari QS 18:50 yang berbunyi sbb: “wa iz qulna lil-malaikatisjudi li Adama fa sajadu illa iblis, kana minal-jinni fa fasaqa an amrih rabbih,…”(dan ingatlah ketika Kami berfirman kepada para malaikat: sujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka dia mendurhakai perintah Tuhannya….)
Ular membisikkan kata-kata dusta dengan memutarbalikkan apa yang dilarang oleh Yahweh kepada manusia, menjadi diperbolehkan.. “Ular itu berkata kepada perempuan itu: "Tentulah (Tuhan) berfirman: Semua pohon dalam taman ini jangan kamu makan buahnya, bukan?" (Kej 3:1) dan ketika manusia perempuan (ishah) menjawab: "Buah pohon-pohonan dalam taman ini boleh kami makan, tetapi tentang buah pohon yang ada di tengah-tengah taman, (Tuhan) berfirman: Jangan kamu makan ataupun raba buah itu, nanti kamu mati."(Kej 3:2-3), maka ular kembali memutarbalikkan larangan Yahweh dengan mengatakan, “Tetapi ular itu berkata kepada perempuan itu: "Sekali-kali kamu tidak akan mati, tetapi Elohim mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti (Tuhan), tahu tentang yang baik dan yang jahat." Gema pernyataan Shatan melalui ular yang mengatakan bahwa “kamu akan menjadi seperti (Tuhan)”, muncul kembali dalam berbagai pernyataan kaum gnostik dan pelaku askese atau kebatinan yang menyatakan bahwa manusia adalah percika api Tuhan yang terperangkap dalam tubuh. Maka manusia harus kembali kepada asalnya yaitu Tuhan, dengan melakukan berbagai ritual untuk mencapai persatuan bahkan menjadi Tuhan. Perilaku dusta ular yang ditunggangi Shatan, diabadikan oleh sabda Yahshua yang mengatakan, “Shatanlah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan-keinginan bapamu. Ia adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta.” (Yoh 8:44).
Ketika manusia perempuan itu tergoda, mulailah dia memakan buah larangan itu yaitu Buah Pengetahuan Yang Baik (ets hada’at tov) dan Buah Pengetahuan Yang Jahat (ets hada’at ra) maka diapun memberikannya pada manusia laki-laki untuk memakannya. Apa terjadi kemudian? Pertama, Maka terbukalah mata mereka berdua dan mereka tahu, bahwa mereka telanjang; lalu mereka menyemat daun pohon ara dan membuat cawat (Kej 3:7). Manusia laki-laki dan perempuan menyadari bahwa kemuliaan sebagai ciptaan telah lenyap dengan ditandai kesadaran bahwa diri mereka telanjang. Manusia pertama bukan manusia primitif seperti yang digambarkan para kaum Evolusionis dengan badan digambarkan setengah kera dan memakai pakaian minim serta menggunakan alat-alat yang sederhana. Manusia pertama sangat sempurna dan memiliki pakaian kemuliaan yang menutupi ketelanjangan mereka. Kedua, Ketika mereka mendengar bunyi langkah (Tuhan) Yahweh, yang berjalan-jalan dalam taman itu pada waktu hari sejuk (Ibr: leruakh hayom, saat hari bertiup angin), bersembunyilah manusia dan isterinya itu terhadap Tuhan Yahweh di antara pohon-pohonan dalam taman” (Kej 3:8). Manusia laki-laki dan perempuan mengalami ketakutan terhadap Tuhan Yahweh akibat telah melakukan pelanggaran. Tidak heran jika sampai sekarang apabila manusia berbuat pelanggaran, selalu dikejar rasa takut dan bersalah.
Inilah saat pertama kalinya DOSA iitu masuk dalam kehidupan manusia. Apakah dosa itu? Dalam 1 Yohanes 3:4 naskah Greek, dikatakan, hamartia estin he anomia. Dalam Hebrew New Testament diterjemahkan, ha khet, mri hu ba Torah. Dosa adalah anomia atau mri hu ba torah atau melawan torah atau melawan perintah. Kata hamartia bermakna menyimpang dari sasaran. Jadi dosa adalah tindakan yang menyimpang dari sasaran. Seperti orang yang memanah namun busur panah meleset dari sasaran yang hendak dituju. Demikianlah hakikat dosa. Adapun Pohon larangan (Pohon Pengetahuan Baik dan Buruk serta Pohon Kehidupan) mengandung makna bahwa manusia diberikan kebebasan untuk memilih. Tuhan bukanlah dalang yang seenaknya memainkan wayang. Manusia bukanlah robot yang dimainkan semau Tuhan. Tuhan memberikan kehendak bebas dalam diri manusia untuk mengambil pilihan antara yang baik dan yang buruk. Manusia pertama mengambil pilihan yang buruk, pilihan yang keliru. Siapa yang bertanggung jawab atas tindakan pelanggaran manusia pertama? Tuhankah atau manusia? Karena Tuhan telah memberikan kehendak bebas, maka manusia yang bertanggung jawab atas pilihan yang diambilnya. Tuhan tidak menyebabkan manusia berdosa namun manusialah yang melakukan dosa.
Seberapa jauhkan DAMPAK DOSA dalam kehidupan manusia pertama? Dosa menimbulkan KUTUK dan kutuk yang tidak teratasi adalah MAUT. Kutuk dosa dapat kita lihat secara terinci sbb:
- Permusuhan manusia dengan Tuhan (Kej 3:23-24), dimana manusia kehilangan relasi yang benar dengan Tuhan
- Permusuhan manusia dengan hewan (Kej 3:15). Terjadilah siklus ekologis dimana manusia memangsa hewan dan sebaliknya
- Permusuhan manusia dengan alam (Kej 3:17-19). Manusia harus bekerja menaklukan alam yang telah kena kutuk
- Permusuhan manusia dengan manusia (Kej 4:1-16), Kain membunuh Habel.
- Perempuan melahirkan dengan kesakitan (Kej 3:16)
- Manusia mengalami kefanaan yaitu maut (Kej 3:19)
Rasul Paul menjelaskan bahwa dosa mengakibatkan manusia kehilangan kemuliaan Tuhan (Rm 3:23) dan upah dosa adalah maut (Rm 6:23). Dosa dan maut adalah realitas yang dialami semua umat manusia. Tidak ada satupun manusia yang tidak mengalami maut. Maut adalah upah dosa dan konsekwensi hilangnya kemuliaan Tuhan dalam diri manusia. Semua manusia MEWARISI upah dosa yaitu kehilangan kemuliaan Tuhan, yaitu maut. Maut, bukanlah takdir Tuhan melainkan buah dosa manusia.
Johanes Calvin merumuskan suatu ajaran yang dikenal oleh kalangan Calvinisme sebagai Dotrin Predestinasi atau Ketetapan Tuhan. Rumusan doktrin itu diringkaskan dalam bentuk akrostik TULIP sbb:
T - Total Depravity (Kerusakan Total)
U - Unconditional Election (Pemilihan Tak Bersyarat)
L - Limited Atonement (Penebusan yang Terbatas)
I - Irresistible Grace (Anugrah yang Tidak Dapat Ditolak)
P - Perseverance of the Saints (Ketekunan Orang-orang Kudus)[2]
Dalam ulasannya mengenai kondisi manusia setelah masuknya dosa, Calvin mengajarkan bahwa manusia benar-benar mengalami kerusakan total. Loraine Boettner memberikan penjelasan ajaran Calvin mengenai “Total Depravity” atau Total Inability” sbb: “This doctrine of Total Inability, which declares that men are dead in sin, does not mean that all men are equally bad, nor that any man is bad as he could be, nor that any one is entirely destitute or virtue, nor that human nature is evil in itself, nor that man’s spirit is inactive, and much less does it mean that the body is dead. What it does mean is that since the fall man rest under the curse of sin, that he is actuated by wrong principles, and that he is wholly unable to love God or to do anything meriting salvation. His corruption is extensive but not necessarily intensive”[3] (Doktrin mengenai Ketidakmampuan secara Total yang menyatakan bahwa manusia mati dalam dosa, bukan bermakna bahwa semua orang setara buruknya, tidak pula menyatakan bahwa beberapa orang buruk, tidak pula bahwa beberapa orang sepenuhnya miskin atau baik, tidak pula menyatakan bahwa tabiat alamiah manusia buruk dalam dirinya sendiri, tidak pula menyatakan bahwa batin manusia tidak berfungsi dan kurang lebihnya bermakna bahwa tubuh mengalami kematian. Apa yang dimaksud adalah sejak manusia jatuh di bawah kutuk dosa, maka dia didorong oleh prinsip-prinsip jahat dan dia sepenuhnya tidak mampu mengasihi Tuhan atau melakukan apapun yang bertujuan memperoleh keselamatan. Kerusakan yang ada pada manusia begitu luas meskipun tidak terlalu mendalam)
Manusia sebagai ciptaan yang Segambar dan Serupa dengan Tuhan telah mengalami kerusakan total. Namun status Gambar dan Keserupaan dengan Tuhan tidak hilang begitu saja. Oleh karenanya, ketika manusia menghasilkan keturunan dan tersebar luas ke seluruh wilayah bumi dan menghasilkan berbagai kebudayaan dan ilmu pengetahuan, maka di dalam ilmu pengetahuan dan kebudayaan manusia, terkandung sifat universal sebagai Gambar dan Keserupaan dengan Tuhan (penemuan bom Atom oleh Einstein, karya-karya sastra Ranggawarsita, penelitian ke Bulan, penemuan alat komunikasi Hand Phone, karya Filsafat Yunani dll). Namun di sisi lain terkandung pula sifat dosa atau kerusakan total atau kehilangan kemulyaan Tuhan di dalamnya (penyalahgunaan bom atom untuk senjata pemusnah masal, penyembahan patung, menyembah ciptaan Tuhan dan kekuatan alam, tahayul, sihir, mitologi).
Bagaimana Tuhan Yahweh mengatasi dosa yang masuk dalam dunia dan merusak hubungan manusia dengan Tuhan dan alam semesta? Kejadian 3:15 menyatakan, “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkantumitnya." Oleh para Bapa Gereja, ayat ini disebut sebagai PROTO EVANGGELIUM atau Injil Mula-mula, karena di dalamnya dideklarasikan bahwa keturunan manusia perempuan yang jatuh, akan melahirkan seorang anak yang akan meremukkan kepala ular. Secara teologis, ayat ini menunjuk pada karya Mesias yang mengalahkan maut sebagaimana dikatakan dalam 1 Korintus 15:25-26, ”Karena Ia harus memegang pemerintahan sebagai Raja sampai (Tuhan) meletakkan semua musuh-Nya di bawah kaki-Nya. Musuh yang terakhir, yang dibinasakan ialah maut”. Namun Secara universal, ayat ini merupakan suatu wewenang yang diberikan kepada orang-orang yang telah mengalami penebusan di dalam kematian dan kebangkitan Yahshua Sang Mesias sebagaimana dikatakan oleh Rasul Paul dalam Roma 16:20, “Semoga (Tuhan), sumber damai sejahtera, segera akan menghancurkan Shatan di bawah kakimu. Kasih karunia Yesus, Junjungan Agung kita, menyertai kamu!”. Dan juga dikatakan dalam Wahyu 12:17, “Maka marahlah naga itu kepada perempuan itu, lalu pergi memerangi keturunannya yang lain, yang menuruti hukum-hukum (Tuhan) dan memiliki kesaksian Yesus”. Tuhan Yahweh telah MENJANJIKAN Penebus atas manusia yang mengalami kutuk dosa yaitu maut.
Dan manusia pertama yang jatuh dalam dosa, telah mengalami penebusan saat itu. Darimana kita memperoleh fakta ini? Kejadian 3:17 melaporkan, “Dan (Tuhan) Yahweh membuat pakaian dari kulit binatang untuk manusia dan untuk isterinya itu, lalu mengenakannya kepada mereka” (Kej 3:21). Kata “pakaian dari kulit binatang” (Ibr: katnot o’r/Septuaginta:khitonas dermatinous) menunjukkan adanya suatu hewan yang dikorbankan. Korban adalah LAMBANG penebusan yang kelak akan dilakukan oleh Yesus Sang Mesias. Kulit hewan yang telah dikorbankan, dipakai menjadi pakaian atau jubah yang menutupi ketelanjangan manusia.
Kalau manusia pertama telah mengalami penebusan, mengapa Tuhan Yahweh masih menjanjikan Penebus? Pertama, penebusan dengan menggunakan korban hewan hanyalah temporal dan bayangan dari penebusan sejati yang akan dilakukan oleh Yesus Sang Mesias (Ibr 10:1, 4, 11-12). Kedua, umat manusia akan bertambah banyak dan bertambah banyak pulalah orang yang mengalami kematian akibat dosa. Maka Tuhan memberikan Penebus sejati untuk mengatasi dosa yang berujung pada maut, yaitu Yesus Sang Mesias. Mereka yang menerima karya kematian dan kebangkitan Yesus dari maut untuk menghapus dosa, maka beroleh penebusan dan kehidupan kekal.
End Notes:
[1] Pendidikan Agama Islam I (Aqidah), Yogyakarta: Andi Offset, 1983, hal 78
[2] Duane Edward Spencer, TULIP: Lima Pokok Ajaran Calvin dalam Terang Firman Allah, STT Tabernakel Lawang, 2006, hal 9
[3] The Reformed Doctrine of Predestination, Philipsburg: The Presbyterian And Reformed Publishing Company, 1932, p. 61-62
0 komentar:
Posting Komentar