CRACKING MISQUOTING JESUS (6)
Posted byTanggapan Atas Pemikiran Bart Ehrman
Mengenai Validitas dan Reliabilitas Kitab Perjanjian Baru
Mempersoalkan Pemutlakan Manuskrip Rujukan Ehrman
Dalam membangun teorinya Ehrman melandaskan pada rujukan manuskrip yang dianggap terbaik dibandingkan manuskrip-manuskrip yang ada. Dan manuskrip itu adalah Kodeks Sinaitikus dan Kodeks Vatikanus. Dalam Bab IV bukunya, Ehrman memaparkan tokoh-tokoh sebelum dirinya yang concern untuk menemukan mana saja dari daftar manuskrip yang tersedia yang mewakili naskah asli Kitab Perjanjian Baru. Ehrman merujuk pada sejumlah nama tokoh pada Abad XVII al., John Mill, Richard Simon, Richard Bentley, Johan Albrecht Bengel, Johann J. Wettstein, Karl Lachman, Lobegott Friedrich Constantine von Tischendorf , Brooke Foss Westscoot dan Fenton John Anthony Hort. Nama kedua tokoh yang terakhir ini sangat berpengaruh dalam tradisi proses penyalinan Kitab Perjanjian Baru. Karya mereka yang diterbitkan pada Tahun 1881 yaitu The New Testament in The Original Greek. Bart Ehrman sendiri memberikan komentar untuk nama tokoh terakhir sbb: “...para pengritik naskah zaman sekarang paling berutang budi atas pengembangan metode analisis yang membantu kita meneliti tradisi penyalinan manuskrip Perjanjian Baru”[1]. Bahkan Ehrman tidak meluluskan siswanya jika tidak menguasai karya Westscoot dan Hort sebagaimana dia katakan, “Buku ini adalah buku yang sangat bagus, yang dalam banyak segi merupakan yang terbaik di bidangnya. Saya tidak membiarkan mahasiswa saya lulus tanp menguasai buku itu terlebih dahulu”[2]
Dengan mengikuti metodologi tokoh-tokoh di atas yang berusaha mengelompokkan salinan Kitab Suci dan manuskrip-manuskrip kuno yang tersedia menjadi sebuah susunan kelompok “keluarga”. Maksudnya, jika dari aneka ragam manuskrip tersebut ada kesamaan bahasa dan struktur kata maka dapat diduga diturunkan atau disalin dari sumber yang sama. Ehrman merujuk metode Westscoot dan Hort yang mengelompokkan manuskrip yang ada menjadi empat keluarga sbb: (1) Naskah Syria (yang oleh para ahli disebut naskah Byzantium) dan disusun pada Abad Pertengahan. Jumlahnya banyak namun kata-katanya tidak mendekati naskah asli; (2) Naskah Barat, diduga naskah dari Abad Awal, namun diangap bentuk penyalinannya tidak bermutu karena tidak dikerjakan oleh penyalin profesional; (3) Naskah Alexandria, salinannya lebih rapi dan profesional dan ada perubahan dari kata-kata aslinya agar lebih mudah dipahami pembaca; (4)Naskah Netral, yang diangap tidak mengalami pengubahan atau revisi dari naskah aslinya.
Naskah Netral yang dirujuk oleh Westscoot dan Hort adalah Kodeks Sinaituk dan Vatikanus. Ehrman memberikan penilaian mengenai kedua kodeks tersebut sbb: “Dua manuskrip Naskah Netral yang paling terkemuka, menurut Westscoot dan Hort adalah Kodeks Sinaiticus (yang ditemukan oleh Tischendorf) dan terlebih lagi, Kodeks Vatikanus, yang ditemukan di perpustakaan Vatikan. Kedua manuskrip itu adalah yang tertua yang dimiliki oleh Westscoot dan Hort, dan menurut penilaian mereka, kedua manuskrip itu jauh lebih unggul daripada manuskrip lain mana pun, karena keduanya merupakan Naskah Netral”[3]
Dan selanjutnya pada Bab V bukunya, kedua kodeks yang berasal dari Abad IV ini mendominasi kajian kritis Ehrman untuk membuktikan bahwa manuskrip ini memuat teks Perjanjian Baru yang paling awal karena berbeda dengan naskah-naskah Perjanjian Baru yang banyak beredar dan diterjemahkan dalam banyak bahasa.
Sebelum kita mendeskripsikan bukti-bukti yang disajikan Ehrman dalam Bab V dengan mengutip beberapa kajian kritik teks sejumlah ayat Kitab Perjanjian Baru, mari kita lihat terlebih dahulu pemahaman Ehrman mengenai status manuskrip di luar Kodeks Sinaiticus dan Kodeks Vatikanus yaitu naskah Textus Receptus yang menjadi cikal bakal sumber penerjemahan Kitab versi King James Version yang kemudian menjadi cikal bakal berbagai penerjemahan bersumber King James Version.
Istilah Textus Receptus semula dipergunakan oleh Elzevirs pada Tahun 1633 atas penerbitan Kitab Suci bahasa Yunani yang dia lakukan. Dalam kata pendahuluan yang ditulis oleh Daniel Heinsus disebutkan, “Textum ergo habes, nunc ab omnibus receptum” (sehingga –para pembaca- sekarang memiliki teks yang dapat diterima oleh semua). Ketika Desidarius Erasmus menerbitkan Kitab Suci Latin dari manuskrip Yunani pada Tahun 1516, terjemahan tersebut pun dinamai denganTextus Receptus. Dan kelak hasil karya Erasmus ini pun menjadi rujukan penerjemahan Kitab King James Version pada Tahun 1611 untuk menghormati Raja James I.
Dalam Bab III buku Ehrman kita mengetahui bahwa sejak Johanes Gutenberg (1400-1468) menemukan mesin cetak, maka salinan Kitab Suci mulai dicetak. Karya cetak pertama adalah Vulgata (edisi bahasa Latin). Kemudian disusul naskah Perjanjian Baru dalam bentuk polyglot (bersisian dalam 3 bahasa: Ibrani, Latin, Yunani) yang dikerjakan Kardinal Ximenes de Cisneros (1437-1517) dengan merekrut Diego Lopez de Zuniga (Stunica) dan diresmikan namanya dengan sebutanPoliglot Complutum. Edisi Kitab Suci ini dicetak Tahun 1514 namun baru diterbitkan Tahun 1522 karena menunggu persetujuan Paus Leo X.
Namun sebelum edisi Poliglot Complutum diterbitkan Tahun 1522, Desiderius Erasmus telah menerbitkan edisi Kitab Suci pada Tahun 1515. Menurut Ehrman rujukan manuskrip yang menjadi dasar bagi Erasmus menyusun Kitab Suci terjemahan Latinnya berasal dari manuskrip Abad Pertengahan yang meliputi naskah Abad XII untuk Injil dan Kisah Rasul serta Surat Rasuli dan naskah milik Johanesse Reuchlin untuk Kitab Wahyu dimana ada enam ayat terakhir dalam Kitab Wahyu yang hilang dari naskah pinjaman tersebut.
Setelah edisi yang dibuat Erasmus bermunculan edisi-edisi berikutnya dari Stephanus, Theodore Beza, Bonaventure serta Abraham Elzevir yang melandaskan pada naskah Erasmus dimana Erasmus pun melandaskan pada naskah Abad Pertengahan yang kurang bagus.
Bagaimana pandangan Ehrman terkait dengan Kitab Textus Receptus yang dihubungkan dengan karya Erasmus dan penerjemah berikutnya hingga terbitnya King James Version? Ehrman memberikan penilaian sbb: “Tetapi yang ingin saya katakan di sini adalah bahwa semua edisi susulan itu-termasuk edisi-edisi Stephanus-pada akhirnya berpulang kepada editio princeps (edisi yang pertama kali diterbitkan,pen) milik Erasmus, yang didasarkan atas manuskrip-manuskrip bahasa Yunani yang sudah jauh dari aslinya dan tidak begitu bisa diandalkan-yang kebetulan ia temukan di Basel dan yang ia pinjam dari Reuchlin, temannya. Tidak ada alasan untuk menduga bahwa manuskrip-manuskrip itu bermutu tinggi. Manuskrip-manuskrip itu cuma kebetulan ia temukan. Maka jelaslah bahwa manuskrip-manuskrip itu tidak bermutu tinggi: waktu pembuatannya saja sudah berbeda sekitar seribu seratus tahun dari aslinya!”[4] Dan pada halaman yang sama Ehrman menyitir kisah dan ayat yang ada dalam naskah Erasmus namun tidak tertulis dalam naskah yang diyakini Ehrman sebagai naskah tertua yaitu kisah perempuan yang kedapatan berzinah (Yoh 7:53-8:11) lalu teks Markus 16:9-20 serta 1 Yohanes 5:7-8.
Kembali kepada Bab V buku Ehrman. Ayat-ayat yang dipersoalkan dan diperbandingkan dengan Kodeks Sinaiticus dan Vatikanus sbb, Markus 1:41, Lukas 22:43-44, Ibrani 2:8-9. Dalam kasus Markus 1:41, Ehrman mempersoalkan frasa “Dan Dia (Yesus) merasa kasihan” (Yun: Splangnistheis) atau “Dan Dia (Yesus) menjadi marah” (Yun: Orgistheis). Dengan merujuk pada Kodeks Bezae, Ehrman lebih memilih bahwa frasa aslinya adalah “Dan Dia menjadi marah”[5]. Dalam kasus Lukas 22:43-44, Ehrman meragukan isi kalimat yang menggambarkan penderitaan Yesus dengan mengeluarkan keringat darah padahal seluruh gambaran Lukas dalam seluruh pasal tersebut menggambarkan Yesus yang tenang. Mengapa tiba-tiba ada kalimat yang berbeda dalam ayat 43-44 yang berbeda dengan konteks keseluruhan perikop. Kecurigaan Ehrman didukung dengan manuskrip yang lebih tua yang tidak menuliskan dua ayat tersebut sebagaimana dia katakan, “Satu-satunya pengecualian adalah kisah tentang ‘keringat darah’ Yesus, suatu kisah yang tidak ada di manuskrip-manuskrip tertua dan terbaik”[6]. Mengenai Ibrani 2:8-9, Ehrman meragukan otentisitas frasa, “dengan kebaikkan hati Tuhan” (Yun: Charity Theou) dalam bagian ayat yang mengatakan,”Tetapi Dia, yang untuk waktu yang singkat dibuat sedikit lebih rendah dari pada malaikat-malaikat, yaitu Yesus, kita lihat, yang oleh karena penderitaan maut, dimahkotai dengan kemuliaan dan hormat, supaya oleh kasih karunia (Tuhan) Ia mengalami maut bagi semua manusia”. Dengan merujuk dua manuskrip lain yang berbeda yang mengatakan, “dengan terpisah dari Tuhan” (Yun: Choris Theou), Ehrman memiliki frasa ini yang diklaim lebih asli. Dan Ehrman pun berusaha membuktikan dengan manuskrip yang tersedia pada Abad X yang menuliskan hal sama dan pernyataan-pernyataan Origen, Ambrose dan Yerome[7].
Bagaimana menanggapi pernyataan Ehrman perihal manuskrip tertua yaitu Vatikanus dan Sinaitikus yang isinya lebih valid karena dibuat dari Abad 3 Ms dan 4 Ms dibandingkan Textus Receptus atau Received Text yang menjadi rujukan terjemahan King James Version?
Ada tiga kelompok yang berbeda pandangan dalam menilai keberadaan istilah-istilah tersebut di atas. Kita akan mengkaji pikiran-pikiran pokok mereka sebelum kita memberikan kesimpulan dan penilaian.
Superioritas Naskah Textus Receptus dan Byzantin
Serta Menolak Naskah Alexandria
Kelompok Pertama menyatakan bahwa naskah Textus Receptus sama dengan Majority Text (naskah mayoritas) dan dekat dengan naskah asli Perjanjian Baru. Naskah Textus Receptus yang dihasilkan bersumber dari naskah Byzantium yang terpelihara dan lebih lengkap isinya. Mereka yang tergabung dalam kelompok ini menolak validitas Kodek Sinaitikus dan Vatikanus sebagai naskah yang tidak lengkap dan produk bidah karena isinya banyak yang hilang dan tidak sesuai dengan Kodek Byzantin.
Alasan utama yang dipergunakan untuk mendukung keberadaan dan validitas naskah Textus Receptus yang didasarkan pada naskah Byzantin yang kelak disebut dengan Majority Text adalah sbb:
Pertama, keberadaan Peshitta yaitu naskah Perjanjian Baru bahasa Aramaik yang yang yakini sebagai naskah Perjanjian Baru yang mula-mula dan dipergunakan oleh Gereja Ortodox Timur. Naskah Peshitta kemudian diterjemahkan dalam bahasa Yunani yang terpelihara dalam naskah Byzantin yang kemudian kelak menjadi sumber naskah Textus Receptus yang menjadi acuan penerjemahan dalam bahasa Inggris King James Version.
Burgon dan Miller dalam bukunya The Traditional Text of the Holy Gospels menuliskan, “"The Peshitto in our days is found in use amongst the Nestorians, who have always kept it, by the Monophysites on the plains of Syria, the Christians of St. Thomas in Malabar, and by the Maronites, on the mountain terraces of Lebanon”[8] (Peshitto di zaman kita ditemukan diantara orang-orang Nestorian yang memelihara dengan setia, oleh kaum Monophisit di atas pegunungan Syria, oleh para pengikut Santo Thomas di Malabar serta kaum Moronit di lereng pegunungan Lebanon).
Mengenai keberadaan Peshitta, Mar Eshai Shimun dari Gereja Orthodox memberikan komentar sbb: “We wish to state, that the Church of East received the Scripture from the Hand of the Blessed Apostles themselves in the Aramaic Original, the languange spoken by our Lord Jesus Christ Himself, and that the Peshitta is the Text of the Church of the East which has come down from the Biblical times without any change of revisions”[9] (Kami hendak menyatakan bahwa Gereja Timur menerima Kitab Suci dari tangan para rasul yang diberkati dalam bahasa Aramaik yang asli yaitu bahasa Junjungan Agung kita Yesus Sang Mesias dan Peshitta adalah naskah Gereja Timur yang telah diturunkan dari zaman Kitab Suci tanpa perubahan apapun).
Terkait keberadaan Peshitta, Ir. Harold Lolowang mengritik Ehrman atas kelalainnya memasukkan Peshitta sebagai sumber valid bagi naskah Byzantium yang kelak menjadi naskah Textus Receptus sumber penerjemahan King James Version. Beliau mengatakan, “Dalam pembagian empat keluarga naskah seperti disebutkan dalam buku Misquoting Jesus, Ehrman tidak pernah menyebut tentang Peshitta (dan kelompok lain yang bersamaan, seperti naskah Waldensian, Italic Curetonian...Dalam buku Ehrman, entah sengaja atau tidak sengaja, Peshitta sebagai sumber awal tidak pernah dibicarakan sama sekali. Penjelasan di atas lebih memperkuat lagi bukti bahwa Peshitta jauh lebih tua dibandingkan dengan KV dan KS (Kodek Vatikanus dan Kodek Sinaitikus, red)”[10]
Saya akan membahas keberadaan dan nilai signifikan Peshitta dalam tulisan tersendiri dan menjadi bagian dari pembahasan atas tulisan Ehrman. Saya sepakat bahwa Peshitta sebagai kitab Perjanjian Baru berbahasa Aramaik yang lengkap justru luput dari kajian Ehrman padahal dari kitab ini banyak perspektif baru kita dapatkan yang tidak kita temui saat membaca naskah Perjanjian Baru Yunani.
Kedua, para penyalin dan penerjemah kitab suci seperti Yerome, Erasmus, Luther, John Gurgon bahkan Fenton J.A. Hort mengakui bahwa Lucian yang hidup antara tahun 250-312 di Syria adalah editor dari naskah yang kelak disebut dengan Textus Receptus atau Received Text. Lucian mengumpulkan kitab suci dari Kejadian hingga Wahyu secara rapih dan teratur[11]
Ketiga, Pernyataan Bapa Gereja. Frasa “melakukan perintah-perintah-Nya” dalam Wahyu 22:14 dalam naskah Alexandrian tertulis, “yang membasuh jubah mereka”. Namun Bapa Gereja seperti Tertulianus (200 Ms) dan Cyprian (248-258 Ms) serta Tertonius (390 Ms) mengutip pernyataan, “melakukan perintah-perintah-Nya”[12]
Demikian pula frasa, “di dalam sorga: Bapa, Firman dan Roh Kudus; dan ketiganya adalah satu. Dan ada tiga yang memberi kesaksian di bumi” 1 Yoh 5:7), naskah Alexandrian tidak memuatnya namun Bapa gereja seperti Tertulianus mengutipnya dalam buku Apology, Against Praxeas (200 Ms), Cyprianus dari Kartago dalam bukunya On The Lapsed, On the Novatians (250 Ms), demikian pula Priskila dalam bukunya Corpus Scriptorum Ecclesiasticorum Latinorum, Academia Litterarum Vindobonensis mengutip ayat tersebut. Bahkan Athanasius dalam bukunya De Incarnatione (300 Ms) serta Agustinus dalam buku De Trinitate (398 Ms) saat melawan Sabelianisme[13] mengutip pernyataan dalam 1 Yohanes 5:7.
Bagaimana penilaian mengenai Kodek Sinaitikus dan Vatikanus? David B. Loughran dari Stewarton Bible School dari Skotlandia memberikan penilaian sbb: “Bible students are often told that Codices Sinaiticus and Vaticanus are older and better than other manuscripts: the implication being that they must therefore; be more accurate. But this conclusion is wrong. We have already seen how Sinaiticus and Vaticanus are corrupt beyond measure,…The are older, but older than what? They are older than older Greek manuscripts of the New Testament. But they are not older than earliest version of the Bible; the Peshitta, Italic, Waldensian and Old Latin Vulgate: versions which agree with the Mayority Text. These ancient versions are some 200 year older than Aleph and B”[14] (Pelajar Kitab Suci terkadang mengatakan bahwa Kodek Sinaitikus dan Vatikanus lebih tua dan lebih baik dibandingkan manuskrip lainnya. Implikasinya bahwa kdua manuskrip tersebut lebih tepat. Namun kesimpulan tersebut keliru. Kami telah melihat bahwa Kodek Sinaitikus dan Vatikanus memiliki kerusakan yang sangat banyak...mereka naskah paling tua namun tua dibandingkan dengan apa? Mereka lebih tua dibandingkan naskah Perjanjian Baru berbahasa Yunani namun manuskrip tersebut tidak lebih tua dibandingkan dengan naskah Kitab Suci yang mula-mula yaitu Peshitta, Waldensian dan Vulgata Latin Kuno. Kitab-kitab ini lebih sepakat dengan naskah mayoritas. Ini adalah versi paling tua yaitu 200 tahun lebih tua dibandingkan naskah Alef dan B).
Berikut penemuan Kodek Sinaitikus. Pada tahun 1844, sementara perjalanan di bawah perlindungan Frederick Augustus seorang Raja Saxony, dalam pencarian naskah, Tischendorf berhasil mencapai Biara St Catherine, di Gunung Sinai . Di biara ini sampil beberapa lama waktunya meneliti dokumen kuno dalam keranjang kertas yang siap untuk dibakar, Tischendorf kemudian mengangkat mereka keluar, dan menemukan bahwa ada empat puluh tiga lembar vellum dari versi Septuaginta. Tischendorf mengakui bahwa dia menemukan manuskrip tersebut dari keranjang sampah yaang siap dibakar sebagaimana pengakuannya dalam buku Narrative of the Discovery of the Sinaitic Manuscript, sbb: “I perceived a large and wide basket full of old parchments; and the librarian told me that two heaps like this had been already committed to the flames. What was my surprise to find amid this heap of papers..."[15] (saya mengganggap keranjang besar dan luas tersebut penuh dengan perkamen tua,.. dan pustakawan mengatakan kepada saya bahwa dua tumpukan seperti ini siap untuk dibakar. Apa yang mengejutkan saya untuk mencari ditengah tumpukan kertas ini...).
Beberapa fakta mengejutkan seputar Kodek Sinaitikus sbb:[16]
- Kodek Sinaitikus ditulis oleh tiga orang yang berbeda dan telah dikoreksi oleh beberapa orang. H.J.M. Milne dan T.C. Skeat dari the British Museum, telah menyatakan fakta tersebut dalam buku Scribes and Correctors of Codex Sinaiticus, London, 1938. David Brown dalam bukunya The Great Uncials menyatakan pengakuan Tischendorf bahwa ada 14.800 koreksi dalam manuskrip tersebut. Dr. F.H.A. Scrivener, penulis buku A Full Collation of the Codex Sinaiticus pada tahun 1864 mengatakan, “Kodek tersebut ditutupi dengan berbagai perubahan dari sebuah karakter koreksi yang nyata dan dilakukan sekurangnya oleh sepuluh korektor yang berbeda. Beberapa dari mereka menyebar secara sistematis di setiap halaman atau membatasi untuk memisahkan bagian-bagian manuskrip. Kebanyakan dianggap sejaman dengan tulisan awal namun bagian yang paling besar justru berasal dari Abad VI sampai IX Ms”
- John Burgon dalam bukunya The Revision Revised menyatakan bahwa penyalin naskah Sinaitikus banyak melakukan kecerobohan dalam penulisan dan penyalinan. Dalam banyak kasus, mereka bisa 10, 20, 30, 40 kali menaruh kata-kata dengan sangat tidak hati-hati. Banyak kata-kata dan kalimat yang diulang-ulang dan itu terjadi sebanyak 115 kali dalam Kitab Perjanjian Baru
- Markus 16:9-20 tidak ada dalam Kodek Sinaitikus
- Dalam Kodek Sinaitikus ada kitab-kitab Apokrip seperti (Esdras, Tobit, Yudit, I da IV Makabe, Hikmat, Eklesiastikus) serta dua tulisan bidah lainnya yaitu, Surat Barnabas dan Gembala Hermas. Dalam Surat Barnabas dikatakan bahwa Musa mengetahui bahasa Yunani dan menerima baptisan keselamatan. Dalam Gembala Hermas dikatakan bahwa roh Mesias turun saat Yesus dibaptis
- Kodek Sinaitikus memperkenalkan gagasan Gnostik (kebatinan Timur) dalam Yohanes 1:18 yang seharusnya berbunyi, “Anak Tunggal yang dilahirkan” menjadi “Tuhan Tunggal yang dilahirkan”
Berikut penemuan Kodek Vatikanus. Kodek ini ditemukan di Perpustakaan Vatikan pada tahun 1481. Dibungkus dengan sampul kulit yang tebal dan mahal terbuat dari kulit menjangan dan lembaran kertas dari kulit binatang, naskah ini kemungkinan salah satu dari 50 kitab yang dipesan Kaisar Konstantin dari Mesir. Namun nasib serupa dialami Kodek Vatikanus sebagaimana Sinaitikus. Penuh dengan penghilangan dan perubahan di sana sini. John W. Burgon dalam bukunya The Traditional Text of the Holy Gospels meringkas kerusakan pada Kodek Vatikanus sbb, “"The impurity of the text exhibited by these codices is not a question of opinion but fact...In the Gospels alone, Codex B(Vatican) leaves out words or whole clauses no less than 1,491 times. It bears traces of careless transcriptions on every page…"[17] (Kekotoran naskah yang dipertontonkan dalam kodek ini bukanlah opini belaka melainkan fakta...dalam Injil, Kodeks B [Vatikanus] membuang sejumlah kata atau keseluruhan klausa sekurangnya 1.491 kali. Kodek ini menyimpan kecerobohan penyalinan di setiap halamannya).
Beberapa fakta mengejutkan seputar Kodek Sinaitikus sbb:[18]
- Menurut W. Eugene Scott dalam bukunya Codex Vaticanus mengatakan bahwa naskah ini dikoreksi oleh editor pada Abad VIII, X, XV
- DR. David Brown dalam buku The Great Unicals menyatakan bahwa dirinya mempertanyakan nilai dari kesaksian besar manuskrip yang telah ditulis ulang, diubah serta ditambahi lebih dari 10 Abad
- John W. Burgon kembali menegaskan bahwa ada 2.877 kata yang hilang dalam Kodek Vatikanus dibandingkan dengan naskah Yunani lainnya dan itu terdiri dari 749 kalimat yang hilang, 452 klausa serta 237 kata.
- Memiliki kesamaan ayat yang hilang seperti dalam naskah Kodek Sinaitikus al., Markus 16:9-20 dan mengandung kitab-kitab Apokrif
Setelah meneliti keberadaan Kodek Sinaitikus dan Vatikanus, Pastor David L. Brown, Ph.D. memberikan kesimpulan sbb, “While Codex Sinaiticus may be old (or may not be since it was corrected into the twelfth century), it is obvious that it is corrupt. And yet, Sinaiticus is one of the two key manuscripts that form the basis of modern Bible versions”[19] (Meskipun Kodek Sinaitikus mungkin saja berusia tua namun yang pasti kodeks ini rusak. Namun demikian Kodeks Sinaitikus adalah salah satu dari dua manuskrip kunci yang menjadi dasar bagi terjemahan Kitab Suci modern). Yang dimaksudkan dengan terjemahan modern adalah selain King James Version seperti Contemporary English Version (CEV),Revised Standard Version (RSV), Today English Version (TEV), New International Version (NIV), dll.
Kecurigaan terhadap dua Kodek tertua tersebut dikaitkan juga dengan Origenes seorang Bapa Gereja dari Alexandria mesir yang walaupun saleh dan ketat dalam hal devosi atau peribadahan, namun salah satu pandangannya mengenai Yesus sangat membahayakan yaitu Yesus lebih rendah dari Bapa Sorgawi[20]
Textus Receptus, Naskah Byzantin dan Naskah Alexandria
(Kodek Sinaitikus dan Vatikanus)
Memiliki Kualitas Yang Sama
Kelompok Kedua menyatakan bahwa semua naskah yang ditemukan baik Kodek Byzantin yang kelak menjadi sumber rujukan Textus Receptus maupun naskah Alexandrian termasuk Kodek Sinaitikus dan Kodek Vatikanus sama-sama memiliki nilai dalam perbendaharaan ilmu Kritik Teks (Textual Criticsm).
Tokoh-tokoh Evanggelikal (Injili) yang berada dalam posisi ini seperti Prof. Ben Witherington[21], Prof. Daniel Wallace[22], Prof Craig Evans[23], Prof. Darel Bock[24], dll. Sekalipun Daniel Wallace mengritisi pandangan Ehrman dalam artikelnya berjudul Review of Bart D. Ehrman, Misquoting Jesus[25] namun Daniel tidak mempersoalkan keberadaan Kodek Sinaitikus dan Vatikanus yang menjadi rujukan Ehrman. Sanggahan Daniel lebih difokuskan pada sikap yang berlebihan Ehrman yang membesar-besarkan adanya variasi teks yang dituduhkan mempengaruhi doktrin Kekristenan. Demikian juga saat Ben Witherington menulis artikel dengan judul Misanalyzing Text Criticsm-Bart Ehrman’s Misquoting Jesus lebih menyoroti keputusan yang salah dari Ehrman terkait dengan analisis tekstualnya dan kesalahan penafsiran Ehrman atas data yang dia baca namun Witherington sama sekali tidak menyinggung persoalan manuskrip yang menjadi rujukan Ehrman.