RSS Feed

CRACKING MISQUOTING JESUS (1)

Posted by Teguh Hindarto

Tanggapan Atas Pemikiran Bart Ehrman

Mengenai Validitas dan Reliabilitas Kitab Perjanjian Baru

Pendahuluan

Kehadiran buku Misquoting Jesus karya Bart Ehrman menjadi begitu fenomenal setelah publik Kristen digemparkan dengan buku-buku seperti The Da Vinci Code karya Dan Brown dan buku The Jesus Dynasty karya James Tabor serta film The Lost Tomb of Jesus karya Simcha Jacobovichi yang mendiskreditkan jantung keimanan Kristen yang berpusatkan pada ajaran Yesus Sang Mesias yang disaksikan oleh Kitab Injil.

Darrel L Bock & Daniel B. Wallace memberikan gambaran mengenai dampak penerbitan buku tersebut sbb: “Sejak diterbitkan pada Tgl 1 November 2005, Misquoting Jesus terus menerus laris terjual. Inilah buku impian penerbit. Kesadaran publik akan buku ini sangat didukung oleh penampilah Ehrman di TV, radio dan surat kabar. Selama 2 bulan sejak penerbitan, Ehrman diwawancarai dalam 2 program TV yaitu Diane Rehm Show dan Fresh Air with Terry Gross. Lebih dari 100.000 buku terjual dalam 3 bulan. Setelah Ehrman diwawancarai oleh Neely Tucker dan dimuat dalam Washington Post edisi 5 Maret 2006, penualan buku semakin meningkat. 9 hari kemudian, Ehrman menjadi bintang tamu dalam acara The Daily Show yang dipandu oleh John Stewart...48 jam setelah acara tersebut, Misquoting Jesus bertengger dipuncak daftar terlaris Amazon.com. Menjelang akhir tahun Ehrman tampil lagi dalam acara The Daily Show. Bukunya ‘telah menjadi salah satu buku laris tak terduga dalam tahun ini’, menurut Tucker (2006)”[1]

Bart Ehrman sendiri adalah teolog yang mengepalai Fakultas Kajian Agama di University of Carolina di Chapel Hill. Dia adalah lulusan The Moody Bible Institute di Chichago yang kemudian meneruskan kuliahnya di Wheaton College Graduate hingga memperoleh gelar M.Div di bidang Perjanjian Baru serta mendapat gelar Ph.D dari Princeton Theological Seminary di bawah asuhan pakar Perjanjian Baru tersohor yaitu Almarhum Bruce M. Metsger. Jabatan penting lainnya adalah Presiden dari Southeast Region of the Society of Biblical Literature.

Bart Ehrman termasuk teolog yang produktif dalam menulis. Ada 19 buku yang telah dihasilkan. Buku-buku hasil karyanya cukup banyak terkait bidang kajian Biblika seperti: The Orthodox Corruption of Scripture: The Effect of Early Christological Controversies on the Text of the New Testament (Oxford University Press, 1993), Lost Christianities: The Battles for Scripture and the Faith We Never Knew (Oxford University Press, 2003), The Lost Gospel of Judas Iscariot: A New Look at Betrayer and Betrayed (Oxford University Press, 2006). Dan buku yang booming pada tahun 2005 dengan judul Misquoting Jesus: The Story behind Who Changed the Bible and Why (Harper San Fransisco).

Krisis Epistemologis Ehrman:

Dari Fundamentalist Menuju Agnostik

Sebelum kita membahas butir-butir argumentasi Bart Ehrman yang memikat sekaligus meresahkan, kita akan melihat sepintas perjalanan spiritual Ehrman yang mengalami krisis epistemologis ketika dia berada di Princeton Theological Seminary. Dalam kata pengantar bukunya, Ehrman mengatakan, “Suatu titik balik saya alami pada semester kedua, dalam sebuah mata kuliah yang dosennya adalah seorang profesor yang sangat dihormati dan saleh bernama Cullen Story”[2]. Saat itu Ehrman ditugaskan untuk melakukan eksegesis Kitab Markus, yaitu kitab yang disukainya dan dia memilih Markus 2. Ketika meneliti Markus 2: 25-26 yang berbunyi: “Jawab-Nya kepada mereka: "Belum pernahkah kamu baca apa yang dilakukan Daud, ketika ia dan mereka yang mengikutinya kekurangan dan kelaparan, bagaimana ia masuk ke dalam Rumah (Tuhan) waktu Abyatar menjabat sebagai Imam Besar lalu makan roti sajian itu yang tidak boleh dimakan kecuali oleh imam-imam dan memberinya juga kepada pengikut-pengikutnya”. Nama Abyatar ternyata mengganggu pikiran Ehrman karena kisah yang dikutip dari 1 Samuel 21:1-6 tersebut justru merujuk bukan nama Abyatar melainkan Ahimelek, ayah Abyatar. Ehrman sendiri membuat sebuah eksegesis apologetis untuk memberikan solusi terhadap pengutipan yang salah ini agar dapat dipertanggungjawabkan pada dosen pembimbingnya. Namun jawaban Profesor Story ketika memeriksa penjelasan Ehrman, menuntun pada awal sikap skeptis yang berujung pada agnostik hingga kini.

Profesor Story mengatakan, “Mungkin Markus memang membuat kesalahan”. Akibatnya Ehrman mulai memikirkan perkataan Sang Profesor dan menyimpulkan hal yang sama dengan Sang Profesor. Dan Ehrman memulai sebuah sebuah kesadaran baru yang didorong skeptisme dengan mengatakan, “Begitu saya membuat pengakuan itu, terbukalah pikiran saya. Karena jika di dalam Markus 2 terdapat satu kesalahan kecil dan remeh, bisa jadi ada kesalahan di bagian-bagian lainnya juga”[3]

Dan sekarang, Bart Ehrman menjadi seorang yang mengklaim sebagai “a happy agnostik” (agnostik yang berbahagia) dan mempercayai bahwa manusia hanya mengalami keterpisahan dengan keberadaan saat mengalami kematian, seperti nyamuk yang telah Anda pukul kemarin, demikian laporan The Book of Bart dalam Washington Post, 5 Maret 2006[4]. Dia adalah seorang yang tidak mempercayai mukjizat yang dilaporkan dalam Kitab Injil. Dalam sebuah kesempatan perdebatan, bersama William Craign di Perguruan Tinggi Holy Cross, Worcester, Massachusetts, pada Tahun 2006, Erhman ditanyai oleh salah satu peserta sbb: “Dari penjelasan metode sejarah yang Anda sampaikan adakah mukjizat telah terjadi? Jika ya, yang mana dan jika tidak apakah Anda akan menolak kepercayaan terhadap mukjizat dengan sukarela?” Bart Ehrman tidak menjawab pertanyaan tersebut[5] . Dalam kesempatan lain Ehrman menyatakan bahwa murid-murid Yesus tidak ada yang meyaksikan kebangkitan Yesus. Mereka hanya melihat penglihatan mengenai Yesus yang bangkit. Dengan yakin dia mengatakan, “terkaan saya yang terbaik adalah apa yang dialami para murid sama dengan apa yang dialami oleh seseorang ketika seseorang yang dikasihinya meninggal-mereka terkadang merasa melihat mereka dalam penglihatan”, demikian laporan CNN Tgl 15 Mei 2009 dalam topik “Former Fundamentalist”[6]


Pakar Yang Sama Dengan Kesimpulan Yang Berbeda

Meskipun Ehrman jebolan Princeton Theology, namun semua pakar jebolan universitas tersebut berpikir dan mengambil kesimpulan yang sama dengan Ehrman. Dick Wilson yang dijuluki “memiliki kewibawaan terkemuka terhadap bahasa-bahasa kuno di Timur Tengah” lulus dari Princeton pada usia 20 tahun dan memiliki kemampuan membaca naskah Perjanjian Baru dalam 9 bahasa. Kemudian segera sesudah itu dia mempelajari 45 bahasa, termasuk semua bahasa dalam mana Kitab Suci telah diterjemahkan sebelum tahun 600 Ms.
Dia lulus paska sarjana dari Humboldt University di Berlin dan mengajar di Western Theological Seminary, Princeton Theological Seminary, and Westminster Theological Seminary. Pada usia 25 tahun beliau memutuskan untuk mendedikasikan akhir hidupnya untuk menyelidiki kesejarahan Kitab Suci untuk memberikan sanggahan melawan serangan gencar Modernisme Teologi. Didasarkan pada umur panjang leluhurnya, dia memperkirakan bahwa dia memiliki 45 tahun untuk membaktikan proyeknya. Dengan membagi pada tiga periode, dia mulai membaktikan 15 tahun pertamanya untuk menguasai setiap bahasa yang dipakai untuk menuliskan Kitab Perjanjian Lama dan 15 tahun berikutnya dia pergunakan untuk mempelajari Kitab Perjanjian Lama satu persatu hingga seperempat juta huruf dan akhirnya 15 tahun didedikasikan untuk menuliskan hasil penyelidikannya, demikian tulis Christian Courier dalam judul “Remarkable Robert Dick Wilson” pada Tgl 24 April 2000[7]. Dalam berbagai risetnya, Wilson sampai pada kesimpulan sbb: “Saya telah sampai pada pengakuan bahwa tidak ada satu orangpun yang cukup mengetahui untuk menyerang ketelitian Kitab Perjanjian Lama. Setiap saat ketika seseorang yang telah memiliki kemampuan untuk mengumpulkan bersama-sama dokumen bukti yang cukup untuk melakukan investigasi, bahwa fakta biblikal dalam naskah asli memiliki keterujian yang menakjubkan”, demikian tulis R. Pache dalam “The Inspiration and Authority of Scripture”[8]

Mengapa pakar yang sama dari sekolah yang sama memiliki kesimpulan dan sikap akhir yang berbeda? Bukan dikarenakan Ehrman lebih superior secara akademis. Ini lebih pada persoalan titik berangkat (pra paham) dan soal iman. Kedua hal ini mempengaruhi semua keputusan seseorang. Kita akan membahasnya pada bagian lain dari tulisan ini.


 -------------------

[1] Mendongkel Yesus Dari Tahtanya: Upaya Mutakhir Untuk Menjungkirbalikkan Iman Gereja Mengenai Yesus Kristus,Jakarta: Gramedia 2009, hal 48-49

[2] Misquoting Jesus, Kesalahan Penyalinan dalam Perjanjian Baru: Kisah dibalik Siapa Yang Mengubah Alkitab Dan Apa Alasannya, Jakarta: Gramedia Pustaka Tama 2006, hal xxi

[3] Ibid., hal xxiii


[4] David Cloud, Bart Ehrman  Problem’s is God, http://www.wayoflife.org/files/36845129b8dfd6adb594421400c14843-371.html


[5] Is There Historical Evidence for the Resurrection of Jesus?” March 28, 2006 http://www.bringyou.to/apologetics/p96.htm


[6] Op. Cit., David Cloud, Bart Ehrman  Problem’s is God


[7] Ibid.,


[8] Ibid.,


0 komentar:

Posting Komentar