RSS Feed

ASPEK ESOTERISME DALAM BERAGAMA DAN BERTEOLOGIA

Posted by Teguh Hindarto


HAKIKAT ESOTERISME

Esoterisme berasal dari kata esoteric yang bermakna, “Teaching within a religion or philosophy that are not made known to everyone, but only to an inner circle, are called esoteric. Esoteric teaching are usually difficult to understand; that is why they are only revealed to the small number who are sincere enough, or have developed far enough spiritually, to really understand them1 (ajaran di kalangan agama atau filsafat, yang tidak diperuntukkan bagi setiap orang namun hanya bagi lingkungan yang terbatas yang disebut dengan esoterik. Pengajaran esoterik biasanya sulit dimengerti, itulah sebabnya ajaran ini hanya disingkapkan pada sejumlah kecil orang yang cukup memahami atau telah mengembangkan kerohanian yang memadai, untuk memahami ajaran tersebut). Dari definisi di atas, kita mendapatkan fakta bahwa esoterisme berada di wilayah agama dan filsafat. Esoterisme tidak bisa dilepaskan oleh para penganut agama manapun. Boleh dikatakan, esoterisme adalah suatu penggalian yang berkaitan dengan kedalaman jiwa dan batin untuk memperoleh suatu pencerahan spiritual. Esoterisme berkaitan dengan suatu pendalamanhubungan pribadi dengan Tuhan yang dilakukan dengan cara-cara yang bersifat metafisik dan kontemplatif.


Esoterisme dilawankan dengan ekosterisme. Jika esoterisme berkaitan dengan penggalian aspek batin individu dalam beragama, maka eksoterisme berkaitan dengan aspek-aspek luar dalam beragama termasuk ritual ibadah yang nampak (tefilah, shabat, moedim, tsedaqah, dll), maupun pengkajian Kitab Suci secara rasional.

Keberagamaan seseorang, tidak bisa dilepaskan dari dua aspek di atas, baik eksoteris maupun esoteris. Keagamaan yang hanya mengedepankan aspek eksoteris (aspek lahiriah) maka akan muncul kekeringan dalam jiwa dan batin. Agama hanya menjadi ritual lahiriah yang tidak menyentuh batin dan menimbulkan suatu kegairahan spiritual. Keagamaan yang hanya mengedepankan aspek esoterisme (aspek batin), cenderung menjauhkan dari aktifitas dunia luar berupa kewajiban sosial dan politik dan lebih asyik masuk dengan pengalaman batin yang dibentuk melalui proses bertarak dan menahan nafsu.

KABALAH, TASAWUF, HESYKIASME, KHARISMATIK:
UPAYA-UPAYA MENGGALI ASPEK ESOTERISME

Sebagaimana dikatakan sebelumnya bahwa esoterisme menjadi milik semua agama. Dalam Yudaisme, dikenal dengan sebutan Kabalah, dalam Islam dikenal dengan sebutan Tasawuf, dalam Kekristenan Orthodox dikenal dengan sebutan Hesykiasme, sementara dikalangan Kekristenan Protestan dkenal dengan sebutan Kharismatik.

Kabalah

Kabbalah, artinya menerima pengajaran atau secara sederhana tradisi dan berasal dari bahasa Ibrani qabel yang bermakna menerima. Pada mulanya kata ini diterapkan pada Tradisi Lisan yang diterima setelah penghancuran Bait Suci yang kedua, dalam bentuk Talmud. Namun demikian, pada Abad ke-11, istilah kabbalah juga dipergunakan untuk menunjuk pada berbagai aneka ragam pengacaran yang bersifat mistik yang mulai diterima oleh komunitas Yahudi pada saat itu. Kumpulan kedua ajaran yang diterima merupakan kabbalah yang sebenarnya. Meskipun ajaran ini berkembang secara penuh di Abad Pertengahan, namun benih pertama trend mistik mulai timbul dalam literatur talmudik, yang ditulis setelah penghancuran Bait Suci keduadari tahun 15Ms sampai 60Ms.2

Secara hurufiah bermakna menerima dan terkadang diterjemahkan sebagai Cabala, Kabbala, Qabalah atau ucapan lainnya. Kabalah diterima sebagai otoritatif oleh kebanyakan Yahudi Orthodox. Menurut para pengikutnya, pemahaman yang sangat akrab dan penguasaan Kabalah, akan memberikan kedekatan spiritual antara Tuhan sehingga hasilnya manusia dapat diberi kekuatan dengan pengertian yang tertinggi dalam karya penciptaan oleh Tuhan Asal usul istilah Kabbalh tidak diketahui dan diperdebatkan termasuk oleh Solomon Ibn Gabirol (1021-1058 Ms), demikian pula oleh penganut Kabalah Prancis dari Abad XIII Ms bernama Bahya ben Asher. Sementara itu beberapa istilah lain dipergunakan yang berasal dokumen banyak agama sekitar Abad II Ms sampai hari ini, sehingga istilah Kabalah menjadi pengetahuan dan pengalaman esoterik yahudi yang sangat deskriptif. Literatur Kabalah yang utama yang dianggap sebagai dasar bagi perkembangan pemikiran yang bercorak kabalistik, memisahkan antara karya awal seperti Bahir dan Hekhalot (dipercayai sebagai berasal dari sekitar Abad I Ms) dan karya kemudian dari Abad XIII Ms yaitu Zohar yang mewakili sebagai sumber utama bagi Kabalah yang bercorak kontemplatif (Kabbalah Iyunit)3

Mendefinisikan Kabalah sebagai Mistik Yahudi, terlalu menyempitkan essensi Kabalah. Kabalah lebih luas dari sekedar mistik dan perihal supranatural. Kabalah adalah pendalaman aspek esoteris untuk menghayati hubungan dengan Tuhan secara personal.

Ada dua kata kunci yang khas dalam ajaran Kabalah yaitu Ein Sof dan Sefirot. Torah mengajarkan bahwa YHWH adalah kekal (Ul 33:27). Dari sini kita memahami bahwa YHWH adalah tak terhingga atau tak terbatas. Dalam mistisisme Yahudi istilah Eyn Sof digunakan untuk menerangkan YHWH sebagai yang kekal, tak terhingga dan tak terbatas. Eyn adalah kata Ibrani yang berarti tidak adaatau tanpa, sementara Sof berarti akhir, batas, atau definisi. Jadi YHWH adalah Eyn Sof, YHWH adalah tidak terdefinisi. Hal ini menciptakan suatu persoalan. Pada saat kita berusaha menerangkan YHWH, kita terdorong untuk memberikan-Nya suatu definisi sehingga kita berbicara di luar konteks Eyn Sof. Tidak ada satu pun cara bagi manusia untuk menerangkan Eyn Sof, menerangkan YHWH, apalagi dengan kapasitas daya pikir kita sebagai makhluk ciptaan-Nya. YHWH senantiasa tidak dapat ditangkap oleh pemikiran manusia. Sebagai manusia kita mempunyai keterbatasan untuk itu.

Karena Eyn Sof tidak dapat diterangkan dengan sifat apapun, dalam mistisisme Yahudi keilahian-Nya diterangkan oleh sepuluh Sefirot (yang bercahaya) yang memancar keluar dari Eyn Sof, yang disebut Eser Sefirot (sepuluh pancaran cahaya). Sefirot ini mungkin sebaiknya dimengerti sebagai hakikatYHWH. Berikut ini adalah kesepuluh Sefirot itu yang masing-masing diasosiasikan dengan nama-nama YHWH:

1.      Keter (Mahkota) - Ehyeh Asher Ehyeh (Aku Adalah Aku)-
2.      Chokmah (Hikmat) - Yah
3.      Binah (Wawasan) - YHWH Elohim
4.      Chesed (Karunia) - El
5.      Gevurah (Kekuatan) - Elohim
6.      Teferet (Keindahan) - YHWH Adonai
7.      Hod (Kemuliaan) - Adonai Tzvaot (TUHAN Balatentara Sorga)
8.      Natzach (Kemegahan) - Elohim Tzvaot (Elohim Balatentara Sorga)
9.      Yesod (Fondasi) - Shaddai / El Chai (Yang Maha Kuasa / Elohim Yang Hidup)
10.  Malkut (Kerajaan) - Adonai


Hakikat keilahian yang serupa juga dijelaskan di dalam Tanakh seperti dalam ayat-ayat berikut:

1.      Roh YHWH akan ada padanya,
2.      roh hikmat dan pengertian (Chokmah/Binah),
3.      roh nasihat (Atzah)
4.      dan keperkasaan (Gevurah),
5.      roh pengenalan (Daat)
6.      takut (Yirah) akan YHWH (Yesaya 11:2)
7.      Ya YHWH, punya-Mulah kebesaran (Gedulah)
8.      kejayaan (Gevurah),
9.      kehormatan (Teferet),
10.  kemasyhuran (Natzach)
11.  keagungan (Hod),
12.  Ya YHWH, punya-Mulah kerajaan (Malkut) (1 Tawarikh 29:11)

YHWH meletakkan sebagai dasar (yesod) di Sion sebuah batu, batu yang teruji, sebuah batu penjuru yang mahal, suatu dasar (yesod) yang teguh” (Yesaya 28:16)

Nyanyikanlah nyanyian syukur bagi YHWH bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya (chesed)!(2 Tawarikh 20:21)

Jika divisualisasikan, gambaran sefirot akan menghasilkan ets khayim (pohon kehidupan) sebagaimana di bawah ini.


Namun Eser Sefirot pun dapat dihubungkan dengan unsur-unsur dalam diri manusia yang meliputi, pikiran, keputusan, kebijaksanaan, kepemimpinan, dll. Perhatikan gambar berikut:



Tasawuf

Aspek esoterisme berkembang pula dalam lingkungan Islam, yaitu Tasawuf. Prof. H. A. Rivay Siregar mengupas mengenai Tasawuf sbb:4 Pertama, Kata tasawuf mulai dipercakapkan sebagai suatu istilah sekitar akhir Abad II Hijriah yang dikaitkan dengan salah satu jenis pakaian kasar yang disebut Shuff atau wool kasar. Pakaian ini melambangkan kesederhanaan para sufi. Kedua, orang-orang yang berkumpul di serambi Mesjid nabi untuk mempercakapkan perkara keagamaan. Mereka disebut Ahl al Suffah. Ketiga, dikaitkan dengan istilah Yunani Sophos atau Kebijaksanaan. Para sufi adalah pencari hikmat dan kebijaksanaan. Keempat, dikaitkan dengan istilah Shafa atau Shafwun yang artinya bening. Para sufi adalah orang yang berhati bening. Kelima, dikaitkan dengan istilah Shaff atau barisan, karena para sufi ada di barisan depan dalam mencari ridha Ilahi. Selanjutnya, Rivay Siregar menjelaskan, namun begitu, dari serangkaian definisi yang ditawarkan para ahli, ada satu asa yang disepakati, yakni tasawuf adalah moralitas-moralitas yag bernafaskan Islam. Artinya bahwa pada prinsipnya Tasawuf bermakna moral dan semangat Islam, karena seluruh ajaran Islam dari berbagai aspeknya adalah moral5

Tokoh-tokoh dalam Tasawuf al., Abu Yazid al Bistani (wafat tahun 874 M), Husayn Ibn Mansur al Hallaj (858-922 Ms), Ibnu Arabi (1164-1240), Abd al karim al Jili (1365-1417). Kita akan membahas salah satu pandangan Tasawuf tentang Tuhan dan Manusia, yaitu menurut Al Hallaj yang juga berpengaruh pada ajaran para Wali Songo khususnya Syekh Siti jenar. DR. harun Hadiwijono memberikaan gambaran mengenai ajaran Al Halaj sbb:6 Menurut Al Hallaj, Allah adalah Zat yang pertama, asal dan pusat dunia. Allah menciptakan Adam dalam gambar-Nya sendiri. Gambar dari kasih Allah yang kekal itu dipantulkan dari diri Allah sendiri, agar supaya Ia bisa melihat diri-Nya sendiri di dalam cermin. Terpujilah Dia yang menyatakan rahasia dari sinar Ilahi-Nya di dalam manusia (yaitu Adam). Menurut Al Hallaj, Tuhan Allah tidak bisa bersatu dengan manusia, kecuali dengan cara demikian, bahwa Roh Ilahi menjadi hulul (berpadu), artinya, bahwa ketuhanan (Lahut) menjelma ke dalam diri insan. Para sufi harus berusaha melepaskan diri dari gerak yang mengaburkan, yang datang dari dunia yang beraneka ragam serta bersifat fana ini. Ilmu kebatinan bagi Al Hallaj adalah suatu tukar menukar kasih yang secara aktif di antara hamba dan Tuhan, suatu percakapan di antara Asyik (mahluk) dan Masyuk (Khalik), yang terjadi di dalam bagian hati yang terdalam. Makin erat manusia dipersatukan dengan Allahnya, makin sering Allah menampakkan diri serta bertindak di dalam pusat hati atau Sirr manusia itu, sehingga akhirnya orang akan mengalami suatu persekutuan rahasia dalam taraf yang tertinggi. Di sini orang akan mengalami Huwa (Ia), yaitu Zat yang tanpa akhir itu. Sedang orang dihisabkan ke dalam kepenuhan Allah yang tak berakhir itu, ia kehilangan dirinya sendiri serta meninggalkan segala perbatasa. Di alam keadaan yang demikian itu Allah bisa berbicara dengan perantaraan manusia, sebagai umpamanya, Anal Haqq atau Roh-Mu campur dengan rohku seperti anggur campur dengan air yang murni

Hesykiasme

Gereja Orthodox Timur mengembangkan tradisi esoteris melalui karya Aghios Gregorius Palamas, pada Abad XIV Ms. Dia adalah seorang rahib di Gunung Athos yang mempraktekan doa Mesias, Tuan Yahshua Sang Mesias, Putra Tuhan, kasihanilah hamba orang berdosa ini, yang dilakukan dengan disiplin tubuh dan konsentrasi pikiran yang ketat. Dengan memfokuskan pad nama Yahshua, sehingga tercapai ketenangan batin (Greekhesykhia) dan tenggelam dalam hadirat Tuhan. Praktek semacam ini dipelihara oleh Gereja Orthodox dan dinamakan dengan Hesykhasme. Pada tahun 1326, pengalaman melihat Terang Ilahi Tak Tercipta dalam praktek Doa Yahshua itu dikecam oleh Barlaam dari Kalabria, Italia. Dia aalah orang Yunani namun yang mengikuti faham humanisme dari Renaisance Gereja Barat yang menggunakan filsafat dan ide theologia Barat, dimana kemungkinan bagi manusia untuk mengalami persekutuan dan pengalaman bersatu dengan Tuhan itu disangkal. Ajaran Palamas dibela oleh Gereja Orthodox pada suatu konsili yang dilaksanakan pada tahun 1346 yang menegaskan, panunggalan yang dimaksud bukanlah panunggalan secara pantheistis seperti yang diajarkan filsafat kafir, namun panunggalan secara Kristologis, Pneumatologis dan Ekklesiologis. Artinya, oleh iman melalui baptisan kita manunggal dengan kematian dan kebangkitan (Mesias), artinya manunggal dengan dalam kehidupan (Mesias) sendiri7

Kharismatik

Pdt. DR. Jan S. Aritonang memberikan ulasan mengenai kemunculan Gerakan Kharismatik sbb:8 Gerakan Kharismatik (sering juga disebut Pembaruan Kharismatik; Charismatic Renewal) dikenal juga dengan nama Gerakan Pentakosta Baru (Neopentacostal). Karena itu, sering kali gerakan ini diidentikan atau dicampuradukkan dengan gerakan/aliran/gereja-gereja Pentakostal yang sudah muncul sejak awal abad ini. Tak dapat disangkal bahwa gerakan Kharismatik ini bermula pada dan mempunyai banyak persamaan dengan gerakan atau aliran Pentakosta (lama). Pengalaman rohani tertentu yang dianggap sebagai ciri utama aliran Pentakostal, antara lain Baptisan Roh dan penyembuhan ilahi, juga menjadi ciri utama gerakan ini. Aritonang memberikan pemetaan sejarah perkembangan gerakan ini yang meliputiTahap pertama (1960-1967), khusus di lingkungan Protestan. Tahap Kedua (1967-1977), khususnya di lingkungan Gereja katholik Roma. Ketiga (1977), tahap konsolidasi9. Masih menurut Aritonang saat mengkaji essensi pengajaran Kharismatik, Melalui penelusuran yang cukup panjang lebar atas sejarah gerakan ini, kita telah melihat sejumlah unsur pokok dari keyakinan ajaran dan praktik gerakan ini, yang sebagian kompatibel dengan ajaran gereja-gereja arus utama, seangkan sebagian lagi sangat berciri Pentakostal. Lalu telah disinggung pula di sana-sini bahwa-sama seperti aliran Pentakostal-gerakan/pembaruan Kharismatik ini lebih menekankan pengalaman rohani (jadi cenderung subyektif) ketimbang rumusan ajaran10

Dari sekilas keterangan di atas, kita dapat melihat bahwa gerakan Kharismatik hendak memberikan tekanan dalam bidang esoteris yang mulai dilupakan gereja oleh karena menyibukkan diri dalam ritual lahiriah dan rumusan doktrinal belaka, sekalipun ada beberapa aspek yang berlebihan dalam persoalan yang berkaitan dengan pengalaman pribadi maupun fenomena supranatural, sebagaimana diulas Bambang Noorsena, Dalam salah satu aspeknya adalah maraknya gerakan Kharismatik akhir-akhir ini dapat dipandang sebagai kehausan untuk mengembalikan dimensi mistik yang terlupa dalam teologi Barat yang terlampau rasional, kering dan tidak menyapa. Meskipun patut dicatat, gerakan itu sering berarah balik dan kebablasan, sehingga gerakan Kharismatik pada salah satu aspeknya dapat disebut sebagai gerakan mistik liberal11

Dari kajian singkat mengenai Kabalah, Tasawuf, Hesykasme dan Kharismatik yang merupakan fenomena di berbagai agama, maka dapat disimpulkan bahwa hampir semua agama memiliki aspek penggalian esoteris, demi menghayati suatu hubungan dengan Tuhan secara personal dan terlibat dalam energi dan kuasa-Nya.

HAKIKAT MANUSIA:
MAHLUK EKSOTERIS DAN ESOTERIS

Manusia diciptakan berdasarkan gambar dan keserupaan dengan Tuhan. Inilah kualitas yang membedakan manusia dengan ciptaan Tuhan lainnnya, baik malaikat, alam semesta dan hewan serta tumbuhan. Manusia diciptakan dengan suatu keistimewaan. Manusia diciptakan berdasarkan Gambar dan Keserupaan dengan Tuhan. Dalam Kejadian 1:26 dikatakan, “wayyomer Elohim, naasyeh adam betsalmenu kidemutenu” (dan berfirmanlah Tuhan, marilah kita menjadikan manusia berdasarkan gambar dan keserupaan dengan Kita. Kata Ibrani tselem bermakna gambar/lukisan yang menyerupai aslinya (1 Sam 6:5), patung yang menyerupai aslinya (Bil 33:52, Yekhz 16:17). Septuaginta menerjemahkan tselem dengan eikona (gambar). Sementara kata demut bermakna keserupaan atau kemiripan dengan aslinya (Yekhz 8:2, 2 Rak 16:10), setara dengan aslinya (Yes 40:18). Septuaginta menerjemahkan demut dengan homoioi (kemiripan, kesehakikatan).

Arti bahwa manusia adalah gambar dan keserupaan dengan Tuhan, bahwa manusia merupakan mahluk ciptaan yang menampilkan kemuliaan Tuhan. Kemuliaan Tuhan tersebut, nampak dalam tiga (3) perkara, yaituPertama, hakikat manusia, yaitu ciptaan yang bukan terdiri dari unsur tanah belaka namun yang dihembusi nefhes khaya (nafas kehidupan) oleh Tuhan. Dalam Kejadian 2:7 dikatakan, wayyitser Yahweh et ha adam afar min ha adaman, “wayipakh beapaiw nishmat khayim, wayehi haadam lenefesh khaya.. “. Manusia dicipta dari unsur tanah, namun dia mulia karena dihembusi nafas Tuhan, sehingga dia menjadi jiwa yang hidup. Manusia bukan sekedar mahluk yang ada hanya karena dikatakan yehi (ada) maka yehi (ada) seperti binatang dan tummbuhan. Manusia dibentuk dan diambil dari unsur bumi namun diberi kemuliaan karena memiliki nishmat Elohim atau nafas Elohim. Inilah yang menyebabkan manusia memiliki dua kesadaran, yaitu kesadaran akan Tuhan di dalam batin atau rohnya dan kesadaran akan alam semesta di dalam jiwa serta pancaindra tubuhnya.. Kedua, mandat manusia, yaitu menerima mandat penatalayanan bumi dan mengelolanya, baik darat dan lautan. Dikatakan dalam Kejadian 1:26 sbb: “wayirddu bidgat hayyam ubeof hashamayim uvabehema uvekal haarets uvekal haremesy haromesy al ha arets” (supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi). Ketiga, potensi manusia. Potensi manusia tersebut dapat dilihat dibidang pengetahuan dan akal yang luar biasa, dimana manusia memberi nama semua hewan yang diciptakan Yahweh (wayyiqra haadam shemot lekal haabehema, Kej 2:20). Lalu potensi kekuatan fisik dimana manusia harus mengelola Taman Eden yang luas (wayyannikhehu began eden leavdah uleshamrah, Kej 2:15). Dan akhirnya potensi spiritual, dimana manusia berkomunikasi dengan Tuhan tanpa sekat pembatas (Kej 3:9-10). Keempat, kekekalan manusia. Tuhan Yahweh tidak mengatakan bahwa manusia yang diciptakannya akan mengalami kematian, sampai dosa masuk melalui pelanggaran manusia terhadap perintah Tuhan Yahweh agar tidak memakan buah Ets Daat ha Tov (Pengetahuan Yang Baik) dan Ets Daat ha Ra (Pengetahuan Yang Buruk).

Demikianlah manusia adalah mahluk mulia yang diciptakan berdasarkan gambar dan keserupaan dengan Tuhan Yahweh yang direfleksikan dalam hakikatnya yang memiliki kesadaran spiritual (aspek esoteris) dan rasional (aspek eksoteris), tugasnya mengelola bumi secara bertanggung jawab, potensi holistiknya atas ciptaan Tuhan serta sifat kekekalannya. Tidaklah heran jika kita melihat hasil karya manusia yang inovatif dan spketakuler, mulai dari penemuan berbagai teknologi yang bermanfaat bagi kepentingan manusia sampai yang disalahgunakan untuk memusnahkan umat manusia. Inilah yang dinamakan kebudayaan (cultural) dan peradaban (civilization). Manusia adalah mahluk yang berbudaya dan beradab. Dengan kata lain manusia adalah ciptaan yang menghasilkan berbagai karya yang mengekspresikan kesadaran spiritual dan rasional serta moralnya.

MENGGALI DASAR-DASAR ESOTERISME
DALAM TANAKH DAN KITAB PERJANJIAN BARU

Eksegese Yunus 2:8-9

Marilah kita perhatikan satu ayat dari doa Yunus yang menarik untuk kita kaji dan dalami. Dalam Yunus 2:8 dikatakan sbbKetika jiwaku letih lesu di dalam aku, teringatlah aku kepada YHWH, dan sampailah doaku kepada-Mu, ke dalam bait-Mu yang kudus. Frasa Ibrani    behitateif alay nafshi, menggambarkan bentuk frustasi dan depresi yang menekan jiwa Yunus. Mengapa Yunus frustasi dan depresi? Dia berada dalam perut ikan dan dia tidak tahu bagaimana memperoleh jalan keluar kembali ke dunia normal dimana dia menjalani hidup.

Ucapan Yunus saat dia mengalami stress dan depresi tidak hanya berhenti pada kalimat    behitateif alay nafshi - Ketika jiwaku letih lesu di dalam aku namun dia melanjutkan demikian:        “et Yahweh zakarti watavo tefilati eleyka el heikal qodsheka - teringatlah aku kepada YHWH, dan sampailah doaku kepada-Mu, ke dalam bait-Mu yang kudus. Ayat ini mengajarkan pada kita untuk mengingat Yahweh saat kita mengalami keputusasaan. Di saat tekanan muncul, kita harus berpaling pada kekuatan yang lebih besar dari tekanan yang menekan diri kita. Dan Dialah Yahweh Bapa kita di dalam Yesus Sang Mesias. Amsal 18:1 mengatakan sbb: “Migdal oz shem Yahweh, bo yarutz wenishgav” (Nama Yahweh adalah menara yang kuat, ke sanalah orang benar berlari dan ia menjadi selamat). Dan dikatakan dalam Ibrani 12:3 sbbIngatlah selalu akan Dia (Yesus), yang tekun menanggung bantahan yang sehebat itu terhadap diri-Nya dari pihak orang-orang berdosa, supaya jangan kamu menjadi lemah dan putus asa.

Apa arti mengingat dalam ayat ini? Orang Jawa memiliki filosofi untuk menjaga kesadaran manusia akan Tuhan, sekalipun konsep orang Jawa Kuno mengenai Tuhan begitu abstrak dan transedental (jauh di sana) yaitu dengan istilah eling yang artinya ingat atau sadar. Dalam bahasa Ibrani digunakan kata zakor yang setara dengan bahasa Arab dzikir. Dalam Arabic Bible kalimat et Yahweh zakarti diterjemahkan dzakartur Rabba. Yunus nampaknya bukan sekedar berusaha mengingat dan menemukan Tuhan dimana namun Yunus mengucapkan nama Tuhan Yahweh sebagai ekspresi dan bentuk nyata mengingat Yahweh. Hal ini dikuatkan jika kita membaca ucapan Yunus dalam ayat sbb  yeshuata la Yahweh  Keselamatan dari Yahweh. Berarti kata mengingat (zakor) dalam ayat ini bukan sikap yang pasif melainkan aktif mengembangkan kesadaran roh dan batin kita untuk berhubungan dan berkontak dengan Tuhan.

Jika kita menggali ayat-ayat dalam Kitab TaNaKh (Torah, Neviim, Kethuvim) dapat kita jumpai petunjuk yang kurang lebh sama sebagaimana dikatakan dalam Yunus 2:8. Dikatakan dalam Mazmur 119:55 sbb: “zakarti balaylia shimka Yahweh wa esmera Torateka”  Pada waktu malam aku ingat kepada nama-Mu, ya Yahweh; aku hendak berpegang pada Torah-Mu. Dalam Arabic Bible diterjemahkan: “Dzakartu fii al lail smuka yaa Rabbu wa hafizhtu syariiataka”. Demikian pula dalam Yesaya 26:8 dikatakan sbb: “Ya Yahweh, kami juga menanti-nantikan saatnya Engkau menjalankan penghakiman; kesukaan kami ialah menyebut nama-Mu dan mengingat Engkau”. Frasa Ibrani    “leshimka ulezikreka taawat nafhes” dalam Arabic Bible diterjemahkan sbb: “smika wa ila dzikrika syahwatun nafsi.

Berpijak dari ayat ini, saya mengembangkan dan mendalilkan sebuah metode untuk menjaga kesadaran batin dan roh kita terhadap Tuhan dengan mengucapkan nama Tuhan dengan tertib tertentu. Saya menciptakan sebuah alat sebagai sarana mengingat dan menyebut nama Yahwehdengan sebutan Akedah ha Shlishim (ikatan 30) dengan filosofi yang digali berdasarkan ayat-ayat dalam Kitab Suci termasuk Yunus 2:8.

Metode yang saya kembangkan merujuk pada praktek tulisan-tulisan Bapa Gereja mengenai penajaman batin dalam buku Philokalia dan juga praktek devosi meditatif dalam Gereja Orthodox yang disebut dengan Puja Yesus dengan alat bernama Komboskini. Praktek serupa dapat ditemui dalam Gereja Katholik dengan menggunakan Rosario namun diarahkan pada Maria ibu Yesus saat mengucapkan Doa Novena. Dalam hal ini saya tidak sepakat. Praktek serupa dapat ditemui dalam Agama Islam dengan menggunakan Tasbih. Namun metode yang saya kembangkan ini lebih berfokus pada nama Yahweh dan bertujuan untuk menciptakan kavanah atau kondisi khusyuk dan konsentrasi.

Namun dalam midrash kali ini saya hanya hendak mengajarkan sebuah metode sederhana untuk mengingat nama Yahweh sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dalam keadaaan apapun dan di manapun tanpa menggunakan alat bantu sekalipun yaitu dengan mengucapkan dan menghafal kalimat Yahweh Hu ha Elohim  (Yahweh Dialah Tuhan). Kalimat tersebut petikan dari 1 Raja-raja 18:39 yaitu seruan aklmasi Bangsa Israel ketika Yahweh mendengar doa Eli-Yah saat beradu tanding dengan para nabi Baal di Gunung Karmel. Selain seruan di atas, dapat pula mengucapkan   Yahshua Yeshuati (Yahshua Keselamatanku). Selain kalimat di atas, dapat juga dengan mengucapkan  (Halelu-Yah)  Pujilah Yahweh.

Bagaimana caranya agar kalimat di atas efektif  dalam kehidupan kita? Saat berada dalam perjalanan, saat mengendarai kendaraan, saat melakukan pekerjaan yang berbahaya, saat mengalami sakit penyakit, saat berada dalam tekanan psikis, dll, ucapkan kalimat tersebut berulang kali dengan iman. Jika kita mengucapkan kalimat tersebut dengan iman, maka kita akan mengalami kelepasan sebagaimana Yunus mengalami kelepasan yang diungkapkan dengan kalimat, watavo tefilati eleyka el heikal qodsheka (dan sampailah doaku kepada-Mu, ke dalam bait-Mu yang kudus). Dengan mengucapkan kalimat pujian dan pengakuan pada Tuhan dan Juruslamat, maka secara tidak langsung kita telah berdoa pada-Nya dan doa-doa kita akan sampai di tempat kudus-Nya.

Mengingat nama Yahweh dan Yahshua bukan hanya bentuk lain doa kita kepada-Nya melainkan sebagai salah satu cara untuk senantiasa dekat (qarov) dan melekat (davaq) dengan Tuhan sebagaimana dikatakan dalam Mazmur 145:18 sbb: “qarov Yahweh lekol qoraiw lekol asyer yiqrauhu beemet” (Yahweh dekat pada setiap orang yang berseru kepada-Nya, pada setiap orang yang berseru kepada-Nya dalam kesetiaan)

Dengan kita senantiasa terhubung dengan Tuhan dan membuat kesadaran batin dan roh kita aktif, maka kita akan diberikan kekuatan untuk melawan berbagai tekanan yang meletihkan dan melelahkan jiwa kita.

Eksegese Yohanes 15:1-8

Apa yang terjadi jika salah satu bagian dari kabel-kabel listrik di rumah kita mengalami kerusakan karena dimakan tikus? Tentu saja aliran listrik akan terganggu dan lampu-lampu di rumah kita tidak akan menyala. Yesus mengajarkan pentingnya kesatuan dan kemelekatan antara orang beriman, yaitu murid-murid-Nya dengan diri-Nya.

Kesatuan dan kemelekatan digambarkan secara simbolik antara pokok anggur (Yun: he ampelos he alethine, Ibr: haggefen gefen emet) dan ranting-rantingnya (Yun: to klema, Ibr: ha zemorah) serta pengelolanya (Yun: ho georgos, Ibr: hakorem). Kesatuan dan kemelekatan orang beriman, Yesus dan Bapa-Nya dijelaskan dalam Yohanes 15:4 sbb: “Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku”.

Kata Tinggalah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu, dalam naskah Yunani dituliskan, “meinate en emoi, kago en umin”. Kata meinate merupakan bentuk imperatif (perintah) dari kata meno yang artinya tetap atau terus menerus. Hebrew New Testament menerjemahkan dalam bahasa Ibrani, “heyu deveqim bi waani bakem”. Kata deveqim merupakan bentuk jamak dari kata davaq yang bermakna melekat atau menjadi satu, berpaut terhadap sesuatu. Dari analisis kata tersebut, maka Yohanes 15:4 dapat dibaca secara luas sbb: “terus meneruslah berada di dalam Aku dan Aku di dalam kamu atau, melekatlah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu”.

Torah, berulang kali mengajarkan bahwa Bangsa Yishrael sebagai umat perjanjian, harus selalu mematuhi dan melekat dengan Yahweh Sang Pencipta, sebagaimana dikatakan

Matamu sendiri telah melihat apa yang diperbuat Yahweh mengenai Baal-Peor, sebab Yahweh Tuhanmu, telah memunahkan dari tengah-tengahmu semua orang yang mengikuti Baal-Peorsedangkan kamu sekalian yang melekat pada Yahweh Tuhanmu, masih hidup pada hari ini” (Ul 4:3-4)

Engkau harus takut akan Yahweh Tuhanmu, kepada-Nya haruslah engkau beribadah dan melekat, dan demi nama-Nya haruslah engkau bersumpah” (Ul 10:20)

Yahweh Tuhanmu, harus kamu ikuti, kamu harus takut akan Dia, kamu harus berpegang pada perintah-Nya, suara-Nya harus kamu dengarkan, kepada-Nya harus kamu berbakti dan melekat” (Ul 13:4)

Kesatuan dan kemelekatan dengan Yesus dan Sang Pencipta akan menimbulkan buah. Apa yang dimaksud dengan buah? di sini? Buah adalah perilaku hidup yang mengalami perubahan dan pertumbuhan, sebagaimana disitir Rasul Paul dalam Galatia 5:22-23 sbbTetapi buah Roh adalah, kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu. Buah juga bermakna berkat-berkat spiritual maupun finansial. Ulangan 28:1-14 membicarakan berkat-berkat finansial dan material serta spiritual yang dijanjikan Yahweh bagi mereka yang mendengar dan melakukan perintah-Nya.

Bagaimanakah agar kita mengalami kesatuan dan kemelakatan dengan Yesus dan Sang Bapa Yahweh? Yesus berkata dalam Yohanes 15:7 sbbJikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya.

Kesatuan dan kemelekatan di dalam Yesus bukan dilakukan secara mistis dengan mengucapkan mantra-mantra tertentu atau menghilangkan kesadaran, sebagaimana dilakukan aliran-aliran kebatinan, gnostik serta paham-paham spiritualisme. Kesatuan dan kemelakatan dibangun atas dasar kesadaran dan pemahaman terhadap Firman Yesus.

Ekesegesa 2 Petrus 2:1-15

Satan paling tahu kelemahan manusia, yaitu hawa nafsu atau keinginan daging (Gal 5:19-21). Satan selalu mencoba mengalihkan manusia dari sifat-sifat luhur dengan menjatuhkan manusia pada beberapa area penting, yaitu kekuasaan, kebutuhan ekonomi dan pengandalan diri sendiri (Luk 4:1-13). Bagaimana agar kita terhindar dari kerusakan di dunia ini melalui hawa nafsu kita?

Rasul Petrus mengajarkan kunci penting untuk kita mencegah dari berbagai perbuatan yang mendorong kita pada lembah kenistaan. Bukan pengobatan tapi pencegahan. Bukan penyembuhan, tapi pencegahan. Kunci yang pertama adalah mengalami kekuatan keilahian (ay 3). Kata kekuatan keilahian, dalam naskah Yunani disebut sebagai Theis Dunameos dan dalam naskah Aramaik disebut Khayila Elahiya dan dalam naskah Ibrani disebut Gevurah Eloah. Kekuatan keilahian inilah yang menghasilkan kehidupan, ketaatan untuk melakukan shabat dan menerima janji-janji Tuhan yang dahsyat. Tanpa kekuatan Keelohiman, kita tidak mampu hidup saleh dan menerima janji-janji yang indah dari Tuhan. Saya gambarkan kekuatan keelohiman itu seperti suryakanta yang diarahkan secara fokus dari matahari ke kertas, sehingga menghasilkan api. Demikianlah kekuatan keilahian itu memampukan kita untuk hidup kudus dan saleh, memapukan pula menghadapi marabahaya, menghadapi kesulitan, melewati angin ribut pencobaan, mengatasi badai dalam pekerjaan dan rumah tangga. Ibadah dan kesalehan tanpa kekuatan ketuhanan, menjadi rutinitas agamawi yang tidak mendatangkan dampak dalam diri kita dan luar diri kita.

Yang lebih luar biasa, kekuatan keilahian itu justru memampukan kita untuk mengambil bagian dalam sifat dasar keilahian (ay 4). Apa arti pernyataan ini? Dalam teks Ibrani disebut Theias koinoonoi phuseos. Dalam naskah Aramaik disebut shutfa dkaina Elahaiya. Dalam naskah Ibrani disebut kheleq miteva Eloah. Lembaga Alkitab Indonesia menerjemahkan dengan mengambil bagian dalam kodrat Ilahi. Terjemahan ini mendekati terjemahan dalam bahasa Arab, syurakath at thabiat al Ilahiyah.

Kata koinoonoi secara literal bermakna persekutuan yang erat. Sementara phuseos merupakan sifat dasar yang membedakan mahluk satu dengan lainnya. Dengan demikian, ayat ini mengandung maksud bahwa orang beriman dapat mengelami persekutuan atau mengambil bagian dalam sifat dasar atau tabiat atau phuseos dan bukan di dalam zat atau hupostasis. Saya gambarkan kalimat mengambil bagian atau persekutuan dengan sifat dasar keilahian, dengan orang yang berjemur di bawah matahari pagi. Dia dapat menikmati sinar matahari yang menghangatkan dan menyegarkan. Namun dia tidak dapat mendekati matahari, karena dia akan terbakar. Jadi persekutuan dengan Tuhan, adalah persekutuan dengan sifat dasar-Nya atau kualitas-kualitas di dalam diri Tuhan atau energi-Nya dan bukan persekutuan hupostasis (hakikat).

Kekuatan Keilahian yang menghasilkan kita mendapat bagian atau mengalami persekutuan dengan sifat dasar keilahian, kita terima ketika kita menerima Yesus sebagai Sang Mesias. Mengapa demikian? Karena Yesus sebagaimana di katakan dalam Ibrani 1:3 cahaya pantulan kemuliaan-Nya dan wujud nampak sifat dasar-Nya (Yun: hos on apaugasma tes doxes kai xarakter tes hupostaseos atau Ibr: we Hu zohar kevodo wetselem panaiDiluar itu, berarti kita sudah melibatkan diri dengan kekuatan supranatural di luar Tuhan yang benar.

Dampak yang diperoleh ketika kita mengalami kekatan keilahian yang menjadikan kita mengambil bagian atau bersekutu dengan sifat dasar keilahian, adalah kita tidak mengalami kerusakan di dalam olam hazeh, oleh hawa nafsu kita. Dengan demikian, agar kita dapat mengendalikan hawa nafsu kita yang di picu oleh dosa, maka kita membutuhkan kekuatan keilahian yang tersedia tidak terbatas di dalam Yesus Sang Mesias Putra Tuhan Yahweh. Kekuatan keilahian itulah yang menghasilkan kita terus menerus mendapatkan bagian di dalam sifat-sifat ketuhanan, meskipun kita tidak akan pernah menjadi Tuhan. Ada banyak cara untuk mengalami dan menghayati kekuatan keilahian yang mengakibatkan kita mengambil bagian dalam sifat dasar keilahian. Salah satunya adalah melaksanakan tefilot aqanim Yahweh (doa-doa dengan menggunakan gelar dan nama Yahweh) dengan menggunakan aqedah ha shlisim (ikatan tiga puluh).

Rasul Petrus juga mengajarkan agar kita menambah kualitas-kualitas kerohanian dalam diri kita, dengan menambahkan pada iman yaitu kekuatan, pada kekuatan tambahkanlah pengetahuan, pada pengetahuan tambahkanlah kebaran, dst. Apa artinya? Artinya adalah agar kita jangan berpuas diri dengan apa yang sudah kita miliki. Tambahkanlah terus berbagai kualitas dalam kerohanian kita, agar kita mengalami pertumbuhan yang sehat (ay 8) dan terhindar dari berbagai sifat-sifat yang buruk dan yang menjerumuskan kita ke dalam perbuatan tercela (ay 9).

NILAI PENTING ESOTERISME DALAM KEHIDUPAN BERAGAMA

Jika esoterisme penting bagi praktik religius seseorang, lalu apa nilai pentingnya? Saya akan membatasi nilai penting penggalian aspek esoterisme, pada Kekristenan dan bukan pada agama-agama yang lainnya. Pertama, memberi kehidupan pada agama. Rasul Yaaqov berkata, Sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati (Yak 2:26). Hidup keagamaan yang ditandai dengan berbagai ritual lahiriah (aspek eksoteris) seperi ibadah harian (tefilah), ibadah pekanan (shabat), ibadah bulan (rosh qodesh), ibadah tahunan (moedim), berbuat derma (tsedaqah), menyantuni anak yatim (yatomim) dan para janda (almanah) tanpa dilandasi hubungan dan pengenalan yang bersifat personal dengan Tuhan, akan menghasilkan kegiatan keagamaan dan ritual yang kering dan tidak mengalir dari spiritualitas yang hidup. Kata mengenal dalam bahasa Ibrani dipergunakan kata yada (Hos 4:6). Kata yada dipergunakan untuk menggambarkan hubungan seksual antara lelaki dan perempuan. ContohDan Adam telah menggauli Khawa, istrinya (we ha Adam yada et Khawa, Kej 4:1). Dengan demikian, pengenalan akan Tuhan bukan hanya berkaitan aspek nalar, rasio, logika namun suatu persekutuan yang intim, suatu pergaulan yang rapat. Yahshua pun mengajarkan bahwa, Tuhan itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran(Yokh 4:24). Penyembahan yang bukan haanya secara fisik dan lahiriah melainkan dari kedalaman jiwa dan roh yang disertai kebenaran dan kesetiaan. Seluruh ekspresi ibadah lahiriah atau yang nampak, merupakan suatu pantulan dari pengenalan atau pergaulan kita yang sejati dengan Tuhan Semesta Alam. Jika keseluruhan ibadah lahariah atau yang nampak merupakan pantulan dan bias dari pergaulan kita secara personal dengan Tuhan, maka ada kehidupan, kuasa, dinamika dalam ritual keagamaan kita dan bukan sekedar ritual kering dan sarat dengan kemunafikan.

Kedua, memberikan keseimbangan kepada Teologi. Teologi, membicarakan Ketuhanan secara sistematis, logis dan rasional. Teologi berkaitan dengan wilayah kognitif. Teologi, membicarakan pengalaman iman, bahasa iman, rumusan iman, dalam bahasa yang ilmiah, sistematis dan akademis (aspek eksoteris). Seorang teolog yang selalu berkecimpung dengan teologia, seharusnya mengimbangi dengan selalu memiliki devosi/penyembahan pribadi, dengan tujuan mengasah ketajaman hati dan jiwa dan bukan sekedar ketajaman rasio dan penalaran. Meminjam pendekatan kabalah mengenai eser sefirot dalam diri manusia, maka harus terjadi keseimbangan antara masing-masing sefirot sehingga terjadi harmonisasi di antara masing-masing sefirot. Aspek penalaran berkaitan dengan binah dan daat. Aspek hati berkaitan dengan tiferet. Teologia bukanlah musuh yang merusak iman. Teologia adalah disiplin ilmu yang berusaha membahasakan keseluruhan pengalaman iman, baik dalam Kitab Suci maupun di luar Kitab Suci, dalam bahasa yang logis dan akademis. Seorang teolog sudah seharusnya merupakan seseorang yang memiliki pengalaman iman dan penghayatan batin serta jiwa yang tajam dengan Tuhan dan Firman-Nya yang dirumuskan dalam bahasa-bahasa teologia yang formal.

Ketiga, menjadikan Firman Tuhan bukan sekedar logos yang berkatan dengan masa lalu dan di sana, melainkan menjadi rhema yang hidup sepanjang hari di sini. Sebenarnya kata logos dan rhema, secara umum bermakna sama, yaitu kata-kata, ucapan, perkataan, percakapan, perkataan nubuatan. Namun secara khusus, kata logos, berkaitan dengan kata-kata yang dituliskan dan dibacakan serta erikat dengan konteks tertentu. Logos yang dituliskan atau dibacakan, biasanya dikenal dengan Ta Biblia (Yun: Kitab Suci) atau Tas Graphas (Yun: tulisan suci). Namun kata rhema yang berkaitan dengan kata-kata yang bergema dibalik kata-kata yang tertulis dan memiliki makna yang khusus serta berulang-ulang bagi yang membacanya, dalam konteks dan peristiwa yang berbeda.

Mari kita lihat contoh penggunaan kata “rhema” dalam Yohanes 8:47 yang berbunyi, “barangsiapa berasal dari Tuhan, ia mendengarkan firman (ta rhemata) Tuhan; itulah sebabnya kamu tidak mendengarkannya, karena kamu tidak berasal dari Tuhan”. Kata “firman” dalam ayat ini dipergunakan kata “rhema” dan bukan “logos”. Bukankah Firman Tuhan telah menjadi manusia Yahshua dan kehidupan serta ajaran-Nya telah direkam dalam Kitab Suci? Lalu bagaimana kita masih dapat mendengar Firma Elohim bagi kita yang hidup di Abad Modern? Karena firman yang tertulis bergema kembali dalam konteks yang berbeda dan memberi inspirasi dan jalan keluar bagi persoalan yang sedang kita hadapi. Satu ayat lagi kita akan kupas, dimana kata “rhema” dan “logos” tampil bersamaan. Dalam Kisah Rasul 10:44 dikatakan, “Ketika Petrus sedang berkata (ta rhemata) demikian, turunlah Roh Kudus ke atas semua orang yang mendengarkan pemberitaan itu” (ton logon). Dari ayat ini, kita dapat melihat bahwa kata “rhema” menunjuk pada firman yang hidup dan bergema bagi semua orang yang mendengarnya. Sementara “logos” menunjuk pada isi berita yang terkait dengan konteks tertentu, dalam hal ini kehidupan dan ajaran Yahshua.

Bagaimanakah membedakan “rhema” dengan “logos?” Pertnyaan ii terkait dengan pertanyaan sebelumnya, bagaimana kita dapat memahami Firman Yahweh di dalam Yesus Sang Mesias? Berikut saya sampaikan kesaksian diri sebagai alat bantu memahami istilah “logos” dan “rhema”. Ketika saya mengalami fase pertobatan pribadi pada tahun 1992, di Bandung, saya bertekad untuk melayani Tuhan sebagai seorang rohaniawan. Saya mendapatkan informasi megenai sekolah teologia di Yogyakarta. Keinginan saya kuat untuk beragkat meninggalkan kota Bandung. Padahal saya dilarang orang tua, untuk masuk sekolah teologi. Jika saya tetap berkeras, maka mereka mengancam tidak akan membiayai sekolah saya. Dalam kebingungan dan kekalutan, saya berdoa dan ketika membaca Kitab Suci, mata saya berhenti membaca Kitab Yoshua 1:9 yang berbunyi: “Bukankah telah Kuperintahkan kepadamu: kuatkan dan teguhkanlah hatimu? Janganlah kecut dan tawar hati, sebab Yahweh Tuhanmu, menyertai engkau, ke mana pun engkau pergi."

Secara konteks historis, firman ini diucapkan (logos) Yahweh kepada Yoshua ben Nun, agar memperkatakan isi Torah sebagai petunjuk hidup di negeri yang baru yaitu Kanaan dan perintah agar jangan takut terhadap apapun karena Yahweh akan menyertai kehidupan Yahshua ben Nun dn Bangsa Yishrael. Namun dalam konteks personak, firman ini berbicara (rhema) kepada saya dan memberikan dorongan agar jangan takut mengambil keputusan tersebut, karena Tuhan akan senantiasa menyertai. Inilah salah satu contoh pembedaan antara “logos” dan “rhema”. Setiap pribadi kita sebagai murid Yesus Sang Mesias, harus memahami firman (rhema) Tuhan bagi kehidupan kita masing-masing, persoalan-persoalan kita, harapan-harapan kita. Untuk memahami konteks historis firman yang tertulis, kita memerlukan alat bantu yaitu pendidikan teologi, berbagai literatur serta kemampuan melakukan hermeneutik atau penafsiran Kitab Suci. Tanpa pemahaman terhadap firman Tuhan yang berbicara sepanjang waktu, maka kita akan selalu gagal memahami kehendak Tuhan. Rhema diperoleh dikarenakan kita mengalami kesatuan dan kemelekatan. RhemaRhema dapat diperoleh saat kita mendengar firman Tuhan (Rm 10:17). diperoleh saat kita melakukan tefilah pribadi dan mohon petunjuk atas berbagai persoalan yang kita hadapi.
Keempat, mengalami kuasa YHWH dalam kehidupan sehari-hari. Kata kuasa (gevurah), kekuatan (koakh), perbuatan ajaib (niflaot) selalu dihubungkan dengan YHWH Semesta Alam. Nabi-nabi mendemonstrasikan kuasa, kekuatan dan perbuatan ajaib YHWH seperti yang dilakukan Moshe dan EliYah serta Elisha. Yahshua Sang Mesias mengadakan berbagai perbuatan ajaib untuk meneguhkan Kerajaan Tuhan, demikian para rasul-Nya. Kisah Rasul 1:8 melaporkan bahwa murid-murid Mesias akan menerima kuasa yang sama yang dimiliki Mesias, “Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi.". Demikian pula perbuatan ajaib akan menyertai siapapun yang percaya pada Mesias Yahshua, “Tanda-tanda ini akan menyertai orang-orang yang percaya: mereka akan mengusir setan-setan demi nama-Ku, mereka akan berbicara dalam bahasa-bahasa yang baru bagi mereka, mereka akan memegang ular, dan sekalipun mereka minum racun maut, mereka tidak akan mendapat celaka; mereka akan meletakkan tangannya atas orang sakit, dan orang itu akan sembuh” (Mrk 16:17-18). Kuasa, kekuatan dan perbuatan ajaib YHWH adalah aspek esoteris yang harus digali dan dihayati dalam suatu hubungan yang melekat dan mendalam bersama YHWH di dalam Mesias Yahshua. Bagaimana membedakan antara muzizat Tuhan dengan muzizat Shatan? Berbagai fenomena supranatural dan perbuatan ajaib yang tidak bersumber dari pribadi YHWH dan firman-Nya yang tertulis dalam Torah-Nya, dan apabila keseluruhan perbuatan ajaib tersebut lepas dari prinsip-prinsip Torah yang meninggikan dan memuliakan YHWH di dalam Mesias maka perbuatan ajaib tersebut dapat dipastikan tidak bersumber dari kebenaran.

End Notes:
1 Richard Kennedy, The Dictionary of BeliefsAn Illustrated Guide to World Religious and Beliefs, Ward Lock Education, 1984, P. 68

2 HYPERLINK http://www.jfonline.org/pub/issues11202/historykabbalah.htmwww.jfonline.org/pub/issues112-02/historykabbalah.htm

3 HYPERLINK http://en.wikipedia.org/wiki/Kabbalahhttp://en.wikipedia.org/wiki/Kabbalah

4 Sufismedari Sufisme Klasik ke Neo Sufisme, JakartaPT. Raja Grafindo Persada, 2002, hal 31-21

5 Ibid., hal 33

6 Kebatinan Islam Dalam Abad Enam Belas, JakartaBPK Gunung Mulia, hal 18-19

7 Arkhimandrit Daniel Bambang D. Byantoro, Dua Ribu Tahun Sejarah Gereja OrthodoxOrthodoxia Bidat-Bidat, hal 28-29

8 Berbagai Aliran Di Dalam Dan Di Sekitar Gereja, JakartaBPK Gunung Mulia 2003, hal 196

Ibid., hal 203-231

1Ibid., hal 215

11 Menyongsong Sang Ratu Adil, YogyakartaANDI Offset 2003, hal225


0 komentar:

Posting Komentar