RSS Feed

YESUS SANG MESIAS ANAK DOMBA PASKAH KITA Membuang Ragi Lama dan Berpesta Dalam Roti Tanpa Ragi

Posted by Teguh Hindarto



Midrash Pesakh 1 Korintus 5:1-13
Nats 1 Korintus 5:7


Rasul Paul mengawali suratnya dengan sebuah teguran kepada jemaat Korintus sbb: “Memang orang mendengar, bahwa ada percabulan di antara kamu, dan percabulan yang begitu rupa, seperti yang tidak terdapat sekalipun di antara bangsa-bangsa yang tidak mengenal Tuhan, yaitu bahwa ada orang yang hidup dengan isteri ayahnya”(ay 1). Ada percabulan πορνεια (porneia) yang merusak kehidupan jemaat Mesias di Korintus. Bahkan percabulan jenis ini sangat keterlaluan dan belum didapati oleh Rasul Paul dalam perjalanannya ke daerah-daerah yang belum mengenal Tuhan yang benar. Dan percabulan itu berupa “ada orang yang hidup dengan isteri ayahnya”. Dalam ilmu psikologi modern dikenal istilah Oediphus Complexs. Istilah Oediphus Complexs diambil dari kisah karya Sophocles dengan judul Oedipus Rex. Dikisahkan ada seorang pahlawan bernama Oediphus yang membunuh ayahnya yang adalah seorang raja, karena Oediphus cemburu kepada ayahnya yang menjadi suami ibunya bernama Jocasta. Kisah ini kemudian dipakai sebagai sebuah penamaan terhadap gejala penyakit psikologis seorang anak yang jatuh cinta pada ibunya.
Celakanya, terhadap perilaku menyimpang ini Jemaat Korintus justru menyombongkan diri dan bangga sehingga tidak merasa itu sebagai sebuah kesalahan sebagaimana dikatakan, “Sekalipun demikian kamu sombong. Tidakkah lebih patut kamu berdukacita dan menjauhkan orang yang melakukan hal itu dari tengah-tengah kamu? (ay 2). Kata πεφυσιωμενοι (pephusioomenoi) bermakna memegahkan diri atau membanggakan diri.

Sikap-sikap sedemikian tidak terlepas dari latar belakang kota Korintus itu sendiri. Korintus, kota Yunani kuno, dihancurkan dan dibangun kembali oleh pemerintah Romawi. Kota ini letaknya sangat strategis untuk mengontrol perdagangan yang melintasi dataran sempit antara Laut Aegea dan Laut Adriatik; sebuah pusat perdagangan yang kaya dan kota kosmopolitan, tempat bertemu orang Yunani, orang Latin (Spanyol, Italia, Prancis) Siria, Asia, Mesir dan Yahudi. Bagi Paulus ini merupakan sebuah target yang tepat. Dengan mendirikan sebuah jemaat/gereja disitu, berita kekristenan tersebar luas kemana-mana dengan cepat. Namun, dipihak lain sukar membayangkan tempat yang lebih sulit bagi kekristenan untuk mengokohkan akarnya. Kota itu didominasi oleh kuil Afrodite (dewi cinta) yang didirikan pada puncak-puncak Akropolis (bagian kota di atas bukit). Ribuan kuil pelacuran, sejumlah besar penduduk yang tidak menetap dan aneka suku serta bangsa yang ada, semuanya ikut memperburuk nama Korintus. Nama kota itu terkenal sebagai kata sindiran untuk menyatakan kehidupan bebas tak terkendali termasuk perbuatan seksual[1]

Jemaat atau Gereja Kristen di Korintus, sama seperti kotanya, terdiri dari campuran berbagai suku bangsa dan tingkatan sosial. Orang Yahudi hanya sedikit, sedangkan orang bukan Yahudi lebih banyak: beberapa diantaranya orang kaya dan orang terkemuka, tetapi kebanyakan dari golongan kelas bawah. Sebagian besar orang yang bertobat itu berasal dari latar belakang kafir (penyembah berhala) yang permisif, membolehkan apa saja. Mereka tidak memiliki sesuatu yang dapat dibanggakan. Namun, lazimnya gaya hidup Yunani, mereka membanggakan diri atas kecerdasan intelektual mereka. Mereka mengelompok memperdebatkan sloga-slogan seperti ‘Kebebasan’ dan ‘Ilmu Pengetahuan’. Mereka merupakan kelompok yang tidak erat hubungannya satu sama lain”[2]

Terhadap perilaku menyimpang dalam tubuh jemaat Korintus, Rasul Paul memberikan jalan keluar. Pertama, meminta jemaat untuk melakukan ekskomunikasi atau pengucilan sebagaimana dikatakan: “orang itu harus kita serahkan dalam nama Junjungan Agung Yesus Sang Mesias kepada Satan, sehingga binasa tubuhnya, agar rohnya diselamatkan pada hari Junjungan Agung Yesus Sang Mesias” (ay 5). Sejumlah referensi tafsir mengatakan bahwa ini merupakan praktek ekskomunikasi atau pengucilan.

Terjemahan dalam nama Junjungan Agung Yesus Sang Mesias” didasarkan pada teks Yunani yang berbunyi εν τω ονοματι του κυριου ημων ιησου χριστου (en tooi onomati tou Kuriou hemoon Iesou Christou). Dalam kajian saya, kata Kurios bagi Yesus seharusnya diterjemahkan Tuan atau Junjungan Agung tanpa menolak dan mengabaikan hakikat Ketuhanan-Nya sebagai Sang Firman[3]. Sementara terjemahan “hari Junjungan Agung Yesus Sang Mesias” didasarkan pada teks Yunani yang berbeda dengan yang dirujuk oleh LAI. Dalam naskah Yunani yang dikompilasi oleh Westcott dan Hort hanya berbunyi τη ημερα του κυριου (tehemera tou Kuriou) sementara dalam naskah Yunani yang dikompilasi Robinson dan Pierpont berbunyi demikian  τη ημερα του κυριου ιησου (te hemera tou Kuriou Iesou). Dan frasa ini sejalan dengan naskah Peshitta dalam bahasa Aramaik yang berbunyi “bayame D’maran Yeshu D’meshikha”.

Kedua, meminta jemaat untuk menghayati makna Pesakh dan aktualisasinya dalam kehidupan kongkret berjemaat. Pesakh bukan hanya ritual tahunan namun sebuah kehidupan yang terbebas dari maut dan dosa. Rasul Paul menegaskan sbb: “Kemegahanmu tidak baik. Tidak tahukah kamu, bahwa sedikit ragi mengkhamiri seluruh adonan? Buanglah ragi yang lama itu, supaya kamu menjadi adonan yang baru, sebab kamu memang tidak beragi. Sebab anak domba Paskah kita juga telah disembelih, yaitu Mesias” (ay 7). Ayat di atas memberikan keterangan pada kita bahwa sesungguhnya jemaat Mesias atau orang-orang Kristen awal dari golongan non Yahudi pun tetap melaksanakan hari raya YHWH yang tertulis dalam Torah dan dipelihara oleh orang-orang Yahudi. Ayat di atas membantah bahwa orang non Yahudi tidak wajib melaksanakan perayaan yang diperintahkan YHWH dalam Imamat 23.

Semua perayaan yang jumlahnya ada tujuh (sheva moedim: tujuh perayaan) menunjuk pada satu pribadi, Yesus Sang Mesias (Kol 2:18). Berikut daftar perayaan yang ditetapkan YHWH di Sinai (Im 23:1-44):
  1. Pesakh (14 Nisan)
  2. Ha Matsah (15 Nisan)
  3. Sfirat ha Omer (menghitung omer setelah shabat moedim)
  4. Shavuot (hari kelimapuluh setelah menghitung omer)
  5. Yom Truah /Rosh ha Shanah (1 Tishri)
  6. Yom Kippur (10 Tishri)
  7. Sukkot (15-21 Tishri)
Ketujuh hari raya tersebut memiliki tiga lapis makna. Makna masa lalu (historis), makna masa kini (reflektif) dan makna masa yang akan datang (profetis).

PESAKH menunjuk pada peringatan terluputnya nenek moyang Yishrael dari tulah YHWH melalui olesan darah di tiap palang pintu orang Yishrael (Dalam Perjanjian Baru, PESAKH menunjuk pada pengorbanan Mesias di kayu salib).

HA MATSAH (nenek moyang Yishrael makan roti tidak beragi selama perjalanan menuju Laut Teberau (Dalam Perjanjian Baru menunjuk penguburan Yesus).

SFIRAT HA OMER menunjuk hari raya panen Bangsa Yishrael setelah memasuki tanah Kanaan. Tiap jatuh panen mempersembahkan buah sulung panen (Dalam Perjanjian Baru menunjuk pada kebangkitan Yesus dari maut).

SHAVUOT menunjuk perayaan panen hari kelima puluh setelah menghitung buah sulung. Dalam tradisi Yahudi dihubungkan pula dengan turunnya Torah di Sinai (Dalam Perjanjian Baru menunjuk peristiwa pencurahan Roh Kudus),

YOM TRUAH menunjuk pada peniupan shofar sebagai penanda tahun baru sipil dan juga peringatan penghakiman YHWH (Dalam Perjanjian Baru menunjuk pada kedatangan Mesias yang kedua sebagai Hakim Yang Adil). YOM KIPPUR menunjuk pada pendamaian dosa-dosa kolektif Bangsa Yishrael terhadap YHWH dengan penyembelihan hewan setahun sekali (Dalam Perjanjian Baru menunjuk pada karya Yesus sebagai korban pendamaian sejati).

SUKKOT menunjuk pada puncak perayaan dari tujuh hari raya. Sukkot merupakan peringatan atas penyertaan YHWH di padang gurun. YHWH hadir di tengah-tengah Yishrael melalui MISHKAN (Kemah Suci) di mana SHEKINAH YHWH berada di dalamnya. Bangsa Yishrael tinggal di pondok-pondok kayu sambil merayakan panen buah-buahan (Dalam Perjanjian Baru menunjuk pada saat mana “Kerajaan Seribu Tahun Damai” dan juga “Langit Baru dan Bumi Baru” di mana YHWH memerintah bersama Sang Mesias Yesus).

Dengan merayakan tujuh hari raya YHWH tersebut kita menghayati karya YHWH di dalam Yesus Sang Mesias dalam dinamika sejarah hidup Bangsa Yishrael. Serentak dalam konteks kekinian, kita bersama-sama berefleksi atas karya YHWH di dalam Yesus Sang Mesias, dalam kehidupan  spiritual dan moral kita sebagai orang beriman. Sementara secara profetis, kita menantikan peristiwa-peristiwa yang akan terjadi di masa yang akan datang yang menunjukkan tindakan YHWH di dalam Yesus Sang Mesias yang melakukan intervensi dan perubahan dalam sejarah kehidupan manusia.

DR. David Stern memberikan komentar terkait 1 Korintus 5:6-7 sbb: “I see no compeling reason in the context to excise the plain sense (p’shat) from the phrase, ‘Let us celebrate the Seder’. Instead, it seems that the early believers Gentiles included, observed the Jewish feast of Pesach. As we will see, their service combine traditional Jewish Passover symbolism with new symbolism relating to Yeshua the Messiah’s centra;l role in Jewish and world history”[4](Saya tidak melihat adanya alasan untuk memaksa, dalam konteks ayat ini, untuk membuang pernyataan yang tegas dari kalimat, ‘marilah kita rayakan seder’. Sebaliknya, nampak bahwa orang beriman non Yahudi pada awalnya memelihara hari raya Pesakh. Sebagaimana kita lihat bahwa ibadah mereka mengabungkan simbolisme Paskah tradisional Yahudi dengan simbol baru yang menghubungkan dengan peranan sentral Yeshua Sang Mesias dalam sejarah dunia dan bangsa Yahudi).

Melalui pelaksanaan Seder Pesakh yang ditandai memakan roti tidak beragi, Paul hendak menghimbau kepada jemaat Korintus agar mengambil makna terdalam dari perayaan tersebut. “Karena itu marilah kita berpesta, bukan dengan ragi yang lama, bukan pula dengan ragi keburukan dan kejahatan, tetapi dengan roti yang tidak beragi, yaitu kemurnian dan kebenaran” (ay 8). Ragi adalah lambang dosa dan kenajisan. Beberapa jemaat Korintus hidup dalam dosa dan kenajisan. Rasul Paul meminta jemaat bukan hanya sekedar memahami dan melaksanakan perayaan tahunan Paskah namun mengaktualisasikan maknanya dalam kehidupan sehari-hari yaitu membuang dosa dan kejahatan.

Demikian pula  sebagai jemaat Mesias modern, marilah kita memaknai kembali Pesakh kali ini sebagai momentum untuk senantiasa membuang ragi-ragi lama yang masih tersisa yaitu berbagai kelemahan dalam diri kita yang kerap menjadi batu sandungan bagi diri kita bahkan bagi orang lain. Yesus Sang Mesias adalah Anak Domba Paskah kita. Darah-Nya telah ditumpahkan bagi segala dosa dan kenajisan kita, sehingga kita terluput dari tulah maut dan kebinasaan kekal. Marilah kita tanggalkan perbuatan yang mencerminkan kenajisan dan kecemaran dalam kehidupan pribadi dan berjemaat serta kehidupan sosial.

Marilah kita bekerja dengan jujur tanpa korupsi dan tanpa manipulasi. Marilah kita berbisnis dengan sehat dan hanya mengejar untung belaka. Marilah kita melayani tanpa harus saling menyaingi.

Khag Sameakh Pesakh 14 Nisan 5771 (17 April 2011)

End Notes

[1] Handbook to the Bible: Pedoman Lengkap Pendalaman Alkitab, Bandung: Kalam Hidup 2004, hal 663

[2] Ibid.,

[3] Lihat kajian-kajian saya dengan judul Pemahaman Tentang Hakikat Yesus, Pemahaman Tentang Penyebutan Kurios Bagi Yesus, Meluruskan Kesalahpahaman Diseputar Keilahian Yesus di teguhhindarto.blogspot.com

[4] Jewish New Testament Commentary, Clarksville: JNTP 1992, p. 447
<Photo 1>

0 komentar:

Posting Komentar