CRACKING MISQUOTING JESUS (5)
Posted byTanggapan Atas Pemikiran Bart Ehrman
Mengenai Validitas dan Reliabilitas Kitab Perjanjian Baru
Perubahan Naskah Atas Dasar Kepentingan Teologis:
Seberapa Pengaruhnya Atas Keaslian Perjanjian Baru?
Ehrman menilai bahwa telah terjadi kesalahan penyalinan Kitab Perjanjian Baru pada awal abad penyalinan sehingga berdampak pada penyalinan pada abad-abad berikutnya sebagaimana ditegaskan sbb: “Karena naskah-naskah Kristen masa awal tidak disalin oleh para penyalin profesional, setidaknya pada abad kedua dan ketiga, tetapi hanya oleh anggota terpelajar jemaat Kristen yang bisa melakukannya dan mau melakukannya, kita bisa berkesimpulan bahwakesalahan penyalinan banyak terdapat terutama di dalam salinan terawal. Sesungguhnya, kita memiliki bukti kuat bahwa seperti itulah yang terjadi, karena orang-orang Kristen, yang membacakan naskah-naskah itu dan berupaya mengetahui apa kata-kata asli yang ditulis penulisnya, kadang-kadang mengeluhkan hal tersebut”[1]. Bukti yang dimaksudkan adalah pernyataan Origen, Bapa Gereja (Church Father) dari Abad Ketiga yang mengatakan, “Perbedaan di antara manuskrip-manuskrip itu sangat banyak, yang diakibatkan oleh kelalaian beberapa penyalinnya atau oleh kelancangan yang menyimpang dari para penyalin lainnya; mereka tidak memeriksa apa yang telah mereka salin atau dalam proses memeriksa, membuat penambahan atau pengurangan sesuka hati”[2] Bukan hanya Origen melainkan lawan-lawannya dari kaum non Kristen yaitu Celsus dalam mengomentari perilaku tersebut dengan mengatakan sbb: “Beberapa penganut seolah-olah habis minum-minum, menentang diri mereka sendiri dan mengubah naskah asli injil sampai tiga atau empat atau beberapa kali; dan mereka mengubah karakter naskah itu guna menghindarkan mereka dari kesulitan dalam menghadapi kritik”[3].
Bukan hanya terjadi kesalahan penyalinan pada abad-abad awal, bahkan terjadi pengubahan naskah saat menyalin dengan dimotivasi tujuan teologis agar tidak terjadi penyalahgunaan oleh para bidah demi kepentingan teologi mereka. Hal ini ditegaskan oleh Ehrman sbb: “Para penyalin yang merupakan penganut tradisi ortodoks ternyata sering mengubah naskah yang mereka salin, kadang-kadang untuk menghapuskan kemungkinan adanya ‘penyalahgunaan’ naskah-naslkah itu oleh orang-orang Kristen yang ingin meneguhkan kepercayaan bidah mereka dan kadang-kadang untuk membuat agar naskah-naskah itu lebih sesuai dengan doktrin-doktrin yang dipegang oleh orang-orang Kristen penganut tradisi ortodoks”[4]. Persoalan pengubahan naskah yang dimotivasi oleh kepentingan teologis ini dipertajam dalam Bab 6 buku Ehrman. Dalam bab tersebut Ehrman menghabiskan 33 halaman untuk mengulas dan meyakinkan pembacanya mengenai pengubahan naskah dengan dimotivasi pandangan teologis penyalin. Intinya, dalam Bab 6 bukunya bahwa pada Abad Dua dan Abad Tiga Kekristenan memiliki keanekaragaman mazhab teologi dengan mendasarkan kitab-kitab yang diyakini sebagai ditulis dengan otoritas rasul-rasul. Ada Kekristenan Semitik, ada Kekristenan Helenistik, ada Kekristenan Gnostik, dll yang mengklaim ajarannya bedasarkan tulisan-tulisan yang diyakini sebagai ajaran yang ditulis oleh para rasul Yesus Sang Mesias. Apalagi pada waktu itu belum ada kanonisasi Kitab Suci sehingga semua memiliki klaim yang subyektif.
Perdebatan-perdebatan teologis di atas menurut Ehrman sangat memengaruhi para penyalin Kitab Suci saat melakukan tugas penyalinan. Ehrman memberikan tiga kasus pengubahan yang dilandasi motivasi teologis yaitu “Pengubahan Antiadopsionistik”, “Pengubahan Antidocetik”, “Pengubahan Antiseparasionis”.
Golongan Adopsionis menglaim bahwa Yesus tidak bersifat Ilahi. Dia hanya manusia biasa yang diadopsi menjadi Anak Tuhan saat peristiwa pembaptisan. Menurut Ehrman, golongan Antiadopsionis berusaha mengeliminir pandangan mereka dengan mengubah pernyataan dalam 1 Timotius 3:16. Berikut penjelasannya: “Wettstein memeriksa Kodeks Alesandrianus, yang sekarang terdapat di British Library, dan menetapkan bahwa di 1 Tim 3:16, dimana kebanyakan manuskrip yang lebih kemudian mengatakan bahwa Kristus ‘adalah (Tuhan)[5] yang dibuat nyata dalam daging’, manuskrip awal itu sebetulnya mengatakan Kristus ‘yang dibuat nyata dalam daging’. Perbedaanya sangat tipis dalam bahasa Yunani-antara teta dan omicron, yang bentuknya sangat mirip (QS dan OS). Seorang penyalin yang lebih kemudian telah mengubah tulisan yang asli, sehingga bunyinya bukan lagi ‘yang’ tetapi ‘(Tuhan)[6] (yang dibuat nyata dalam daging). Dengan kata lain, korektor yang lebih kemudian itu mengubah naskah tersebut sedemikian rupa sehingga menandaskan keilahian Kristus. Yang mengejutkan, koreksi serupa terdapat dalam empat dari manuskrip-manuskrip awal yang lain dari 1 Timotius, semuanya telah mengalami pengubahan serupa yang dilakukan para korektornya, sehingga tulisannya secara gamblang menyebut Yesus sebagai ‘Tuhan’[7]. Tulisan itu akhirnya termuat dalam sebagian besar manuskrip Byzantium (abad pertengahan) yang lebih kemudian-kemudian dimuat dalam sebagian besar terjemahan awal dalam bahasa Inggris”[8]
Salinan ayat-ayat lain yang dipermasalahkan karena telah meninggikan derajat Yesus sebagai Yang Ilahi adalah Markus 1:11 dan Lukas 3:22 serta Yohanes 1:18. Dalam manuskrip Byzantium, Markus 1:11 dan Lukas 3:22 menyatakan, “Engkaulah Putra-Ku yang Kukasihi; Aku berkenan kepada-Mu” sementara manuskrip tertua yaitu manuskrip Alexandria menyatakan, “Engkaulah Putra-Ku, hari ini Aku melahirkan-Mu”. Bagi Ehrman, frasa “melahirkan-Mu” yang ditujukan pada Yesus merupakan penyangkalan bahwa Yesus memiliki keilahian.
Mengenai Yohanes 1:18, manuskrip Alexandria yang lebih tua dari manuskrip Byzantium justru menyatakan, “Tidak seorangpun pernah melihat (Tuhan), tetapi satu-satunya (Tuhan) yang berada di pangkuan Bapa, Dia itulah yang menjelaskan mengenai diri-Nya”. Sementara manuskrip Byzantium menyatakan “Tidak seorangpun pernah melihat (Tuhan), tetapi satu-satunya Putra (Tuhan) yang berada di pangkuan Bapa, Dia itulah yang menjelaskan mengenai diri-Nya”. Bart Ehrman memberikan komentarnya mengenai Yohanes 1:18 sbb: “Patut diakui bahwa versi pertama adalah versi yang dimuat dalam manuskrip-manuskrip yang tertua dan yang pada umumnya dianggap terbaik-manuskrip-manuskrip dari keluarga Alexandria. Tetapi yang mengherankan adalah bahwa versi itu jarang ditemukan dalam manuskri-manuskrip yang bukan berasal dari keluarga Alexandria. Mungkinkah versi tersebt diciptakan oleh seorang penyalin di Alexandria dan dipopulerkan di sana? Jika demikian, hal itulah yang menyebabkan sebagian besar manuskrip dari tempat-tempat lain memuat versi yang berbeda, yang mengatakan bahwa Yesus satu-satunya Putra, bukan satu-satunya (Tuhan)”[9]
Golongan Doketik berpandangan berkebalikan dengan kaum Ebionit beserta paham Adopsionismenya. Kaum Docetik berpendapat bahwa Yesus bukanlah manusia darah dan daging sepenuhnya. Sebaliknya, dia sepenuhnya (dan seutuhnya) bersifat ilahi; dia hanya tampak atau kelihatan sebagai manusia, merasa lapar, haus, sakit, berdarah, mati. Karena Yesus adalah Tuhan (God), maka menurut mereka Dia tidak pernah betul-betul menjadi manusia. Dia hanya datang ke bumi dengan wujud penampakan yang sementara saja. Kata Doketik sendiri dari kata Yunani “Dokeo” yang artinya “tampak” atau “kelihatan”.
Para penulis proto-orthodox (sebuah istilah yang dipergunakan Ehrman untuk menyebut para tokoh fundamen Gereja sebelum konsili-konsili dan kanonisasi Kitab Suci) seperti Tertulian menentang keras ajaran Doketisme dengan mengatakan bahwa jika Mesias bukan benar-benar manusia, Dia tidak bisa menyelamatkan manusia dan jika darahnya tidak tercurah maka darah-Nya tidak menghasilkan keselamatan bahkan kematian-Nya yang memiliki nilai soteriologipun (penyelamatan) dianggap hanya kematian yang tampaknya belaka.
Perdebatan ini menurut Ehrman, sebagaimana kasus perdebatan dengan golongan Adopsionisme, juga mempengaruhi para penyalin Kitab Suci untuk menyanggah kelompok Doketisme. Contoh penambahan yang dilakukan penyalin Anti Doketik adalah pada Lukas 22:17-19 dan ayat 43-44. Ehrman mempersoalkan frasa, “Peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah” (Luk 22:44) dan frasa, “"Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku."(Luk 22:19).
Komentar Ehrman mengenai Lukas 22:17-19 sbb: “Tetapi dalam kebanyakan manuskrip, ada penambahan ke dalam ayat-ayat itu, penambahan yang bunyinya akrab di telingan para pembaca Alkitab bahasa Inggris, karena penambahan tersebut telah masuk ke dalam sebagain besar terjemahan masa kini...Meskipun ayat-ayat itu sangat terkenal, ada alasan-alasan yang membuktikan bahwa aat-ayat itu bukan asli tulisan Lukas melainkan suatu penambahan untuk menandaskan bahwa tubuh Yesus yang menderitalah dan darahnya yang ditumpahkan yang menghasilkan keselamatan bagi kamu...Lagi pula, harus kita perhatikan bahwa ayat-ayat itu, meskipun sangat terkenal, tidak mencerminkan pemahaman Lukas sendiri terhadap kematian Yesus. Bisa dilihat dengan jelas dalam catatan Lukas tentang kematian Yesus-hal ini awalnya kedengaran aneh-bahwa ia tidak pernah, di bagian manapun menyiratkan bahwa kematian itu sendirilah yang menghasilkan keselamatan dari dosa. Tidak ada satu kali pun dalam keseluruhan dari kedua karya Lukas (Lukas dan Kisah) ada perkataan bahwa kematian Yesus adalah ‘bagi kamu’”[10]
Komentar Ehrman mengenai Luk 22:44 sbb: “Namun, mengapa para penyalin menambahkan ayat-ayat itu ke dalam kisah tersebut? Sekarang adalah saat yang tepat untuk menjawabnya. Yang menarik adalah bahwa ayat-ayat itu disebut tiga kali oleh para penulis proto-ortodoks pada abad pertengahan dan pengujung abad kedua (Justin Martyr, Irenaeus dari Gaul dan Hippolytus dari Roma); dan yang lebih menarik lagi, setiap kali ayat-ayat itu disebut, hal itu dilakukan untuk menyanggah pandangan bahwa Yesus bukan sungguh-sungguh manusia. Maksudnya, penderitaan mendalam yang Yesus alami menurut ayat-ayat itu digunakan untuk memperlihatkan bahwa ia betul-betul manusia, bahwa ia bisa betul-betul menderita seperti kita semua...Dengan demikian, sebagaimana telah kita bahas, ayat-ayat itu kemungkinan besar bukan bagian asli dari Injil Lukas, melainkan tambahan yang dibuat untuk tujuan Antidocetik, karena ayat-ayat itu dengan begitu bagus menggambarkan betapa manusiawinya Yesus”[11]
Golongan berikutnya yaitu golongan Separasionis yang memiliki pemahaman yang berbeda dengan dua golongan di atas. Menurut sebagian besar pendukung paham tersebut, Yesus untuk sementara waktu didiami oleh Sang Pribadi Ilahi yaitu Mesias sehingga Dia bisa melakukan mukjizat dan menyampaikamn ajaran-Nya namun sebelum kewafatan-Nya, Mesias meninggalkan Yesus sehingga Dia harus menghadapi kematian sendirian. Pemahaman golongan ini terefleksi dalam sejumlah Injil Gnostik seperti Injil Petrus yang menuliskan teriakan Yesus saat disalibkan, “Kekuatan-Ku, kekuatan-Ku, Engkau telah meninggalkan Aku!” dan dalam Injil Filipus, “Tuhan-Ku, Tuhan-Ku, mengapa oh Tuan Engkau meninggalkan Aku? Karena Dia mengatakan hal ini seaktu disalib, karena disanalah Dia terpisah”.
Dan perdebatan teologis ini pun mengimbas pada proses penyalinan Kitab Suci. Contoh kasus yang diangkat adalah dalam Markus 15:34 dan 1 Yohanes 4:2-3. Komentar Ehrman mengenai Markus 15:34 sbb: “Dalam sebuah manuskrip bahasa Yunani dan beberapa dokumen bahasa Latin, Yesus dikatakan tidak meneriakkan mengapa Tuhan meninggalkannya sesuai Mazmur 22, tetapi meneriakkan, “Tuhan-Ku, Tuhan-Ku, mengapa Engkau mencemoohkan-Ku?”...Lantas, mengapa para penyalin mengubah ayat itu? Mengingat kegunaanya bagi orang-orang yang membela Kristologi Separasionis, pertanyaannya sudah terjawab. Para penyalin orthodoks memastikan agar ayat itu tidak digunakan untuk menentang mereka oleh musuh-musuh Gnostik mereka. Mereka membuat pengubahan yang penting dan cocok dengan konteksnya, sehingga alih-alih menelantarkan Yesus, Tuhan dikatakan mencemooh Dia”[12]
Sementara frasa “roh yang tidak mengakui Yesus” (1 Yoh 4:3) menurut Ehrman ditemukan juga frasa yang berbeda dari manuskrip Abad IV yang merekam proses penyalinan untuk menyanggah pemahaman separasionis dimana dalam manuskrip tersebut berbunyi, “roh yang melepaskan Yesus” dikatakan sebagai Anti Mesias. Dan Ehrman menegaskan bahwa frasa dalam manuskrip Abad IV tersebut merekam proses pengubahan naskah dengan motivasi teologis dan sekalipun frasa dalam naskah tersebut (roh yang melepaskan Yesus) dikutip oleh para Bapa Gereja seperti Irenaeus, Klemen dan Origen serta muncul dalam salinan Latin Vulgata, namun Ehrman menganggap itu sebagai salinan yang tidak asli[13]
Bagaimana tanggapan kita terhadap fakta adanya berbagai perubahan penyalinan yang dimotivasi kepentingan teologis? Dalam hal ini saya tidak ingin bereaksi berlebihan dengan melakukan serangan dan bantahan atas data-data yang disajikan Bart Ehrman. Untuk pembahasan ini, saya justru berterimakasih atas kajian Ehrman yang hendak memberikan informasi kepada pembaca non teologi bahwa perubahan penyalinan Kitab Suci yang dimotifasi oleh kepentingan-kepentingan teologis adalah fakta yang tidak dapat disangkal. Sebagaimana Darrel L, Bock dan Daniel Wallace menuliskan, “Ehrman telah berjasa besar terhadap kaum akademik dengan mendatakan secara sistematik banyak perubahan tersebut dalam buku The Orthodox Corruption of Scripture”[14]. Namun selanjutnya kedua ahli Perjanjian Baru tadi menambahkan komentarnya, “Namun, seberapa besar perubahan-perubahan tersebut dan apakah menghilangkan selamanya isi teks Perjanjian Baru? Fakta bahwa Ehrman dan ahli kritik teks dapat menemukan perbedaan bahkan dapat menentukan yang mana teks asli justru mengindikasikan bahwa isi teks otentik tidak hilang”[15]
Pernyataan paling akhir ini penting disimak. Apapun perubahan penyalinan yang terjadi, masih dapat dilacak dengan melimpahnya berbagai salinan dan bukti-bukti manuskrip. Dan terlebih penting, sejumlah ayat-ayat yang dikaji oleh Ehrman dan dikritisi, toch tidak mempengaruhi doktrin utama Kekristenan perihal keilahian dan kemanusiaan Yesus Sang Mesias.
Pernyataan mana yang benar antara “hos” (yang) atau “theos” (Tuhan) dalam 1 Timotius 316 tidak mempengaruhi keilahian Yesus karena masih banyak ayat-ayat lain yang secara berlimpah dan terbuka mendukung keilahian Yesus sebagai perwujudan Sang Firman yang menjadi manusia.
Perihal Lukas 22:44 yang menuliskan Yesus takut dan keringatnya bertetesan seperti darah sebagai sebuah ayat tambahan atau bukan toch tidak mempengaruhi keilahian dan kemanusiaan Yesus sepenuhnya karena toch masih banyak ayat yang berlimpah yang membuktikan keilahian dan kemanusiaan Yesus.
Demikian pula kasus Yohanes 1:18 perihal “Anak Tuhan” atau “Tuhan” sendiri yang menyatakan diri-Nya , tidaklah mempengaruhi keilahian dan kemanusiaan Yesus. Mengapa? Karena keilahian dan kemanusiaan Yesus bukan didasarkan pada naskah-naskah Perjanjian Baru belaka melainkan didasarkan pada naskah-naskah TaNaKh atau yang lazim disebut dengan Perjanjian Lama. TaNaKh memberikan data yang berlimpah bahwa Mesias yang akan datang dan dinubuatkan bukan hanya manusia belaka namun juga bersifat keilahian (Yes 9:5, Mik 5:1, Mzm 2:2, dll). Perjanjian Baru hanya mengonfirmasi apa yang dinubuatkan dalam bentuk narasi historis dan teologis. Sekalipun dalam perjalanan sejarah ada tangan-tangan kotor yang berusaha mempengaruhi penyalinan teks untuk membela kepentingan teologisnya, namun fakta itu tidak meniadakan fakta yang lebih besar bahwa Yesus memang Ilahi dan Manusiawi sebagaimana telah dinubuatkan oleh TaNaKh.
-----------
Misquoting Jesus, Kesalahan Penyalinan dalam Perjanjian Baru: Kisah dibalik Siapa Yang Mengubah Alkitab Dan Apa Alasannya, Jakarta: Gramedia Pustaka Tama 2006, hal 43
[2] Ibid.,
[3] Ibid.,
[4] Ibid., hal 45
[5] Terjemahan buku Misquoting Jesus dalam bahasa Indonesia menggunakan Allah, namun karena saya memiliki pemahaman bahwa istilah Ibrani Elohim dan istilah Yunani Theos serta istilah Inggris God seharusnya diterjemahkan dengan Tuhan dan bukan Allah, maka saya menggunakan kata Tuhan untuk God, Elohim serta Theos.
[6] Ibid.,
[7] Ibid.,
[8] Ibid., hal 179
[9] Ibid., hal 184-185
[10] Ibid., hal 190-191
[11] Ibid., hal 189
[12] Ibid., hal 200
[13] Ibid., hal 201
[14] Mendongkel Yesus Dari Tahtanya: Upaya Mutakhir Untuk Menjungkirbalikkan Iman Gereja Mengenai Yesus Kristus,Jakarta: Gramedia 2009, hal 72
[15] Ibid.,
2 komentar:
Ada tersurat tuhan menangkap kebodohan dlm kepintaran manusia....makanya tak salah Mesias memilih nelayan utk mempermalukan yg ahli-2 dlm hukum taurat.
SAYA MUNGKIN PEMULA DALAM STUDI PERBANDINGAN AGAMA, TAPI SAYA TIDAK MENEMUKAN ADA SATU AYAT PUN DIDALAM PERJANJIAN LAMA DIMANA YESUS SECARA TERSURAT ATAU TERSIRAT MENGAKU SEBAGAI TUHAN.
MARIAM, IBUNDA YESUS ADALAH ORANG TEDEKAT YESUS PUN TAK PERNAH MENGATAKAN BAHWA YESUS ITU TUHAN....
SAYA INGIN BERTANYA,
MENURUT ANDA
SEJAK KAPAN YESUS JADI TUHAN ?
SEJAK DIDALAM RAHIM IBUNYA KAH ?
SEJAK ANAK2 KAH ?
SEJAK DIBATIS KAH ?
MAAF,
SIAPA YANG PUNYA OTORITAS MEMBAPTIS SESEORANG UNTUK MENJADI TUHAN....?
Posting Komentar