Osama ben Laden dan World Trade Center
Tanggal 21 September 2011 silam seluruh mata dunia tertuju pada Amerika. Menara kembar World Trade Center (WTC) pusat perekonomian yang menjadi kebanggan rakyat Amerika tiba-tiba lenyap dalam hitungan menit karena roboh oleh aksi kamikaze pesawat terbang yang diterbangkan oleh pelaku bunuh diri dari yang ditengarai berasal dari kelompok radikalis Islam. Kemudian Presiden George W. Bush menetapkan dalang aksi bunuh diri di menara kembar yang membinasakan ribuan orang tersebut adalah Osama Ben Laden (Usamah Bin Ladin).
Berbagai reaksi pemimpin dan penduduk dunia menyikapi peristiwa tragis dan memukul psikologi rakyat Amerika tersebut. Ada yang berteriak-teriak kegirangan dan menganggapnya sebagai hukuman Tuhan. Ada yang mengejam dan mengutuk aksi terorisme tersebut. Dalam sebuah buku berjudul Haqiqatul Harbi Ash-Shalibiyah Al Jadidah yang diterjemahkan menjadi Serangan WTC Dalam Timbangan Syar’i karya Shalahuddin Al Ayyubi dikatakan demikian: “Serangan 11 September yang penuh berkah itu menyisakan kegembiraan bagi setiap orang yang di dalam hatinya masih ada keimanan. Sebab berbahagia atas musibah yang menimpa orang-orang kafir adalah disyari’atkan dalam agama kita sebagaimana Allah menggambarkan sifat kaum mukminin ketika Persia yang musyrik kalah dari Romawi yang ahli kitab...Sesungguhnya jatuhnya 6333 korban meninggal dan korban luka serta yang terkena dampak negatif dari aksi-aksi ini tidaklah cukup untuk menebus luka hati kaum Muslimin terhadap Amerika. Kita masih butuh kepada seribu serangan seperti ini agar jiwa kaum muslimin lega dan terbalaskan dendam mereka”[1]
Setelah sepuluh tahun berlalu dimana Amerika selalu gagal menemukan jejak Osama Ben Laden, maka pada Tgl 2 Mei 2011 Presiden Barak Obama mengumumkan pada dunia melalui siaran televisi bahwa Osama ben Laden telah tewas terbunuh pada kontak senjata di Abbotabad di wilayah Islamabad Pakistan. Cukup menggelitik memperhatikan angka tahun 2011. Peristiwa penghancuran World Trade Center (WTC) terjadi pada Tgl 9-11-2001 dan penyergapan yang menewaskan Osama terjadi pada Tgl 2-5-2011. Bulan 11 dipilih sebagai kode terhadap menara kembar yang membentuk angka 11. Angka 11 dibelakang 2011 seolah-olah menyiratkan angka kematian Osama yang terkait dengan peristiwa Tgl 9-11. Entah sebuah kebetulan atau sebuah operasi yang dipersiapkan terjadi pada tahun 2011.
Osama Selayang Pandang
Siapa Osama ben Laden itu? Nama Arabiknya adalah Usamah bin Muhammad bin Ladin lahir di kota Royadh tahun 1957 dari ayah berkebangsaan Yaman dan ibu berkebangsaan Suriah. Ia anak ketujuh, salah seorang dari limapuluh anak. Ayahnya adalah Muhammad Awad bin Ladin yang datang ke Arab Saudi dari Hadramaut sekitar tahun 1930. Ayahnya semula bekerja sebagai buruh kuli angkut di pelabuhan Jiddah hingga meraih kesuksesan menjadi seorang pengusaha kontruksi. Ayah Osama dikenal dekat dengan Raja Saud karena berhasil membangun istana Raja Saud. Oleh perannya pulalah Raja Saud berhasil dipersuasu untuk mundur dan digantikan oleh Raja Faishal. Oleh Raja Faishal ayah Osama kemudian diberi jabatan Menteri Umum selama satu periode. Osama menerima didikan yang keras dari ayahnya bukan hanya dalam kehidupan keseharian namun dalam prinsip keagamaan.
Osama bertumbuh menjadi pribadi yang cerdas dan dermawan. Pendidikannya berhasil diselesaikan di Universitas King Abdul Azis sehingga Osama menerima gelar sarjana ekonomi dan manajemen. Dalam masa sekolahnya di King Abdul Aziz, Osama telah bersentuhan dengan pemikiran keagamaan yang diusung oleh Ikhwanul Muslimin. Dua guru non formalnya yang banyak mempengaruhi Osama adalah Abdullah Azzam yang kemudian terkenal dalam perang Afganistan dan yang kedua adalah Muhamad Qutub seorang pemikir dan penulis Islam.[2]
Ikhwanul Muslimin adalah organisasi keislaman yang lahir di Mesir pada bulan April 1928 dengan pemimpinnya Hasan Al Bana. Seruan utama Ikhwanul Muslimin adalah kembali pada prinsip dasar Islam yaitu Al Qur’an dan Sunnah sebagai pedoman hidup dan penerapan syariat Islam. Di saat Mesir mengalami keterpurukan, tahayul, fanatisme buta maka Al Bana bangkit melakukan pembaruan dengan merujuk pada gerakan-gerakan sebelumnya yang digawangi oleh Jamaluddin al Afgani, Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha[3]. Ikhwanul Muslimin adalah salah satu dari organisasi dan pergerakan Islam di antara organisasi lainnya yang berkembang di negara-negara Islam seperti jami’at Islami yang lahir di pakistan tahun 1941 dengan pemimpinnya Abu A’la al Maududi, Hamas (Haraqah al Muqawamah al Islamiyah) yang lahir tahun 1988 di Jalur Gaza dengan pimpinannya Ahmad Yassin, Islamic Jihad Movement pimpinan Abdul Aziz Audah di Gaza, Hizbullah yang didirkan tahun 1982 di lembah Baqqa Lebanon oleh sekelompok ulama Syiah, dll.
Sejak tahun 1952 khususnya sejak “Revolusi Juli” pimpinan Jamal Abdul Nashir (Gamal Abdul Nasser) yang mengakhiri kekuasaan Raja Faruq yang monarkis, Ikhwanul MusliminTahun 1954 terlibat konflik berkepanjangan dengan pemerintahan Gamal Abdul Nasser. Ikhwanul Muslimin dinyatakan sebagai organisasi terlarang karena terlibat pembunuhan atas Presiden Gamal Abdul Nasher. Sepanjang tahun 1965-1966, pemerintah Gamal Abdul Nasser melakukan pembersihan besar-besaran terhadap Ikhwanul Muslimin dengan melakukan penangkapan dan pembunuhan. Tahun 1965, pemikir Ikhwanul Muslimin kedua setelah Hasan Al Bana yaitu Sayyid Quttub (bergabung dengan Ikhwanul Muslimin sejak tahun 1950) dihukum gantung[4].
Kembali kepada Osama. Periode revolusi berpikir pada Osama muncul pada tahun 1970-an. Pada tahun 1979 dia bergabung dengan Afghanistan untuk menghalau Uni Soviet. Tahun 1982 dia banyak menghabiskan waktu terlibat dalam peperangan di Afghanistan. Tahun 1984 dia membangun Baitul Anshar di Peshawar sebagai pos pertama pelatihan mujahidin yang datang ke Afghanistan sebelum nantinya berperang melawan Soviet. Tahun 1986 dia berperang di Jalalabad bersama mujahidin Arab. Setelah Osama melihat keadaan Afghanistan mulai stabil dia memilih tinggal di Sudan sejak tahun 1991 namun kembali lagi ke Afghanistan tahun 1996. Tahun 1998 Osama mengumumkan pendirian Barisan International dengan dua pokok pesan yaitu bentuk barisan dan fatwa tentang hukum membunuh kafir harby Amerika dan Yahudi[5].
Nama Osama mulai mencuat di media Barat sejak dihubungkan dengan beberapa peristiwa terorisme al., pemboman World Trade Centre tahun 1993, pembunuhan tentara Amerika di Saudi tahun 1996, pemboman kedubes Amerika di Nairobi dan Dar as Salaam tahun 1998, serangan terhadap kapal USS Cole di Yaman tahun 2000 dan akhirnya tuduhan dalang aksi penghancuran menara kembar World Trade Centre (WTC) tgl 11 September 2001[6]
Apakah Kematian Osama Identik dengan Kematian Radikalisme dan Terorisme?
Banyak orang yang menyangsikan bahwa kematian Osama adalah akhir dari radikalisme dan terorisme dengan menggunakan simbol-simbol keagamaan dalam hal ini Islam. Pesimisme ini nampak dari beberapa pernyataan para pakar al., Julian Lindley dari Catham House di London mengatakan: “Sementara kita di Barat mungkin puas telah memberi keadilan pada seorang teroris, banyak yang masih akan melihat Usamah sebagai martir. Jangan salah, kaum jihadis akan bereaksi terhadap ini”[7]. Demikian pula Roland Jacquard kepala Penelitian Terorisme Internasional dari Paris menyatakan kepada radio RTL sbb: “Bagaimana dia tewas dalam operasi militer menunjukkan akan ada konsekuensi penting di masa mendatang. Akan ada seruan jihad, dia masih tetap menjadi martir sejati bagi organisasi itu”[8]. Bahkan dalam salah satu forum Islam muncul pernyataan,”Usamah mungkin terbunuh tapi seruannya tentang jihad tidak akan pernah mati. Saudara-saudara, tunggu dan lihatlh, kematiannya akan menjadi berkah terselubung”[9]
Problematika radikalisme bukanlah kemiskinan atau pendidikan sebagaimana dikatakan Direktur International Crisis Group Sidney Jones sbb: "Jangan jadikan alasan kemiskinan untuk gabung dengan kegiatan terorisme," pernyataan tersebut disampaikan pada Pengajian Bulanan dengan Tema Ancaman Negara Islam Indonesia di kantor Pusat Pimpinan Muhammadiyah, Kamis Malam 28 April 2011[10].
Masih banyak pemikir yang percaya bahwa salah satu penyebab terorisme adalah pendidikan sebagaimana Said Aqil Siradj mengatakan “harus dilakukan peningkatan kualitas pendidikan dan kesejahteraan masyarakat. Kebodohan dan kemiskinan juga menjadi faktor utama maraknya gerakan-gerakan radikal”[11]. Namun jika faktor pendidikan yang dipersalahkan, maka itu dalil yang sangat lemah. Rivandra Royono membuktikan justru para pelaku terorisme adalah orang terdidik. Dengan mengutip pandangan Marc Sageman dari the Foreign Policy Research Institute yang menemukan bahwa dari 400 anggota Al Qaedah yang berhasil ditangkap, sebanyak ¾ dari mereka memiliki kelas ekonomi dan pendidikan yang cukup. Dengan mengutip analisis ekonom bernama Efraim Benmelech dari Harvard University dan Claude Berrebi of the RAND Corporation, ditemukan fakta bahwa pelaku bom bunuh diri di Palestina sejak tahun 200-2005 adalah orang-orang terdidik dengan baik[12]. Hal ini mengingatkan kita dengan pelaku bom di Indonesia seperti Alm Imam Samudra yang memiliki nilai agama tinggi di sekolah dasarnya.
Problematika terorisme adalah ideologi. Ideologi tidak akan mengalami kematian oleh apapun termasuk senjata pemusnah. Ideologi ini dibangun atas dasar pembacaan teks Kitab Suci dan bukti-bukti sejarah tokoh pendiri agama. Ada 164 ayat-ayat Jihad dalam Qur’an al: Qs 2:178-179, 190-191, 193-194, 216-218, 244; Qs 3:121-126, 140-143, 146, 152-158, 165-167,169, 172-173, 195; Qs 4:71-72, 74-77, 84, 89-91, 94-95,100-104; Qs 5:33,35, 82; Qs 8:1, 5, 7, 9-10, 12, 15-17, 39-48,57-60, 65-75; Qs 9:5, 12-14, 16, 19-20, 24-26, 29,36, 38-39, 41, 44, 52, 73, 81, 83,86, 88, 92, 111, 120, 122-123; Qs 16:110; Qs 22:39, 58, 78; QsQs 29:6, 69; Qs 33:15, 18, 20, 23, 25-27, 50; Qs 42:39; 47:4, 20, 35; QsQs 59:2, 5-8, 14; Qs 60:9; Qs 61:4, 11, Qs 13; Qs 63:4; Qs 64:14; Qs 66:9; Qs 73:20; Qs 76:8 24:53, 55; 25:52; 48:15-24; 49:15;
Bagi kelompok radikalis yang kemudian diberi julukan oleh Barat dalam hal ini Amerika sebagai gerakan teroris pembacaan teks-teks tersebut menjadi rujukan bagi setiap aksi dan tindakan perjuangan atas nama agama demi melawan ketidakadilan yang dilakukan Barat dalam hal ini Amerika dan sekutunya.
Nawaf Hail Takruri menuliskan mengenai sumber-sumber sekunder selain Qur’an yaitu Hadits sebagai rujukan untuk melakukan jihad modern sbb: “Aksi isthisyhadiyah sudah dikenal sejak masa kenabian. Terefleksi pada keberanian menghadapi musuh dengan tujuan menghancurkan mereka dan memperoleh syahid fi sabillilah”[14] Kemudian penulis memberikan daftar rujukan historis dari beberapa hadits sbb: (1) Diriwayatkan oleh Sa’id bin Amru dan Suwaid bin Sa’id, keduanya mendengar dari Amru bahwa ia mendengar Jabir berkata: “Seseorang brtanya kepada Rasullah Shallalu Alaihi wa Sallam, ‘Dimana tempatku jika aku terbunuh wahai Rasullulah? Beliau menjawab ‘(tempatmu) di Surga’. Kemudian dia membuang korma-korma yang masih berada di gengaman tangannya. Setelah itu ia berperang hingga terbunuh. Dalam riwayat Suwaid, kejadian ini pada perang Uhud” (2) Riwayat dari Abu Bakar bin Abdullah bin Qais, bahwa ia mendengar ayahnya (Abdullah bin Qais) – saat itu berada di hadapan musuh berkata, “Rasullah Shallahu Alaihi wa Sallah bersabda, ‘Sesungguhnya pintu-pintu surga berada di bawah bayang-bayang pedang’. Maka ada seorang yang kumal berdiri dan berkata, ‘Wahai Abu Musa apakah engkau mendengar langsung Rasullah Shallahu Alaihi wa Sallam mengatakannya?’ Ia menjawab, ‘Benar’. Laki-laki itu menemui kaumnya sambil berkata, ‘Aku doakan semoga kalian mendapatkan keselamatan’. Kemudian ia pecahkan sarung pedangnya, dibuang dan berjalan ke arah musuh dengan pedang terhunus. Ia pun berperang hingga terbunuh”[15].
Pengerahan kekuatan bersenjata memiliki fungsi ganda. Pertama-tama adalah untuk perlindungan dan membela diri dari serangan musuh sebagaimana dikatakan Muhamad Al Ghazali sbb: “Peperangan yang disyariatkan oleh agama Islam yang didalamnya turut berkecimpung Rasullah SAW dan para sahabatnya adalah peperangan yang paling adil dan mulia...telah kami jelaskan bahwa peperangan yang melibatkan kaum Muslimin pada zaman hidupnya Nabi SAW dan para Khulafa ar Rasyidin adalah suatu kewajiban untuk membela kebenaran, melawan kemungkaran, menghancurkan agresi dan mematahkan kaum tirani””[16]. Di sisi lain pengerahan kekuatan bersenjata menjadi bagian dari penyebarluasan agama sebagaimana Abdullah Zanjani menjelaskan: “Setelah pengikut beliau (Muhamad) semakin banyak, beliau melangkah untuk menyebarkan Islam, jika perlu dengan kekuatan pedang. Hal ini dimaksudkan semata-mata sebagai sarana untuk menjaga kelestarian penyebaran nilai-nilai luhur di seluruh penjuru dunia. Rasullah sendiri ikut dalam 27 kali peperangan dan 9 diantaranya terjadi di dalamnya. Beliau juga mengirim pasukan tentara sebanyak 48 kali. Perangnya yang termasyur tercatat 7 kali”[17]
Kemudian bangunan ideologi dan rujukan sejarah pemimpin agama tersebut disempurnakan oleh adanya penilaian terhadap keberadaan bangsa lain sebagai biang keladi ketidakadilan dalam hal ini Amerika, Israel dan negara-negara Eropa sekutu Amerika. Perhatikan pernyataan berikut: “Gerakan Islam merupakan reaksi atas kezaliman Barat yang sepanjang sejarah terus memusuhi dan menindas umat Islam. Ia pun merupakan manifestasi kesadaran akan kepalsuan dan kepincangan paham-paham Barat seperti sekularisme, materialisme dan liberalisme. Islam menjadi ‘ideologi alternatif’ yang menjanjikan kesejahteraan hidup lahir dan batin”[18]Demikian pula Mohamad Shoelhi mengutip pernyataan Osama bin Laden paska tragedi WTC sbb: “AS melakukan terorisme dalam bentuk terburuk di Palestina dan Irak dan Bush (George Bush senior), sang ayah dan pria sialan itu, berada di belakang pembunuhan lebih dari sejuta anak di Irak...Peristiwa 9-11 tidak lebih dari reaksi terhadap ketidakadilan yang berkelanjutan terhadap putra-putra kami di Palestina, Irak, Somalia, Sudan Selatan, Bosnia, Kashmir, Assam dan dimanapun”[19].
Dengan membaca akar radikalisme yang bersumber dari pemahaman atas pembacaan teks dan penafsiran sejarah serta respon terhadap keberadaan bangsa lain yang menjadi ancaman, maka bahaya terorisme dengan mengatasnamakan Tuhan dan Agama masih akan mewarnai panggung sejarah abad ini. Kematian Osama bin Laden bukan akhir terorisme dan aksi radikalisme. Kematiannya bisa dianggap bagi kelompok yang bersimpati padanya sebagai benih yang akan menyemangati untuk melakukan kegiatan serupa demi melangsungkan amanat suci.
Terkait pembacaan teks Kitab Suci yang dipahami secara literal oleh kaum radikalis, nampaknya tidak semua Muslim menyepakatinya. Sangat menarik membaca ulasan kritis Ashgar Ali Engineer mengenai makna Jihad dan peperangan. Beliau menuliskan kritik internal terhadap pembacaan hurufiah teks Qur’an sbb: “Hendaknya diingat, perintah Qur’an tentang perang seharusnya ditempatkan dalam konteks Arab abad keenam dan tujuh dan dunia Arab dalam tradisi kesukuan. Mutlak tanpa kekerasan, sebagaimana anggapan banyak orang masih merupakan utopia hingga deasa ini, lebih-lebih Arab pra Islam. Nabi Muhammad (saw) dan para sahabat harus berhadapan dengan situasi nyata yang mau tidak mau harus dihadapi...Memang terdapat sejumlah besar kekerasan dalam sejarah Islam, tapi lebih banyak disebabkan oleh kepentingan pribadi demi keuntungan sendiri, katimbang ajaran Qur’an. Demikian juga, perlu diingat bahwa dalam sejarah Islam cukup banyak kita temuka perang permusuhan di dalam tubuh umat Islam daripada peperangan melawan Non Muslim atau peperangan menyebarkan Islam”[20].
Namun beliau pun memberikan kritik atas penilaian Barat terhadap Islam sbb: “Sejumlah ahli sejarah, sayangnya memotret peperangan ini sebagai peperangan untuk menyebarkan Islam. Pemotretan sejarah semacam ini terkesan sangat simplistis, terlalu disederhanakan. Ini tidak berdasar pada pemahaman cukup terhadap Islam. Atau dalam kata lain bentuk ketidakadilan untuk Islam dan sejarah sekaligus”[21]. Tidak lupa beliau memberikan solusi bijaksana dimana Muslim memperjuangkan kepentingannya secara elegan dan demokratis sebagaimana beliau katakan: “kelompok-kelompok jihad dalam masyarakat muslim hari ini, begitu pula melakukan ketidakadilan besar terhadap Islam. Ajaran kekerasan tidak ada hubungannya dengan ajaran Islam. Yang demikian itu, berangkat dari ketidaksabaran ataupun kepentingan pribadi, yang membuat mereka mengangkat senjata, kendati problem dapat diselesaikan secara damai dan demokratis”[22].
Terkait ketidakadilan yang diperlihatkan Barat di mata Muslim, Murad Wilfred Hoffman seorang muallaf tidak hanya memberikan kritik terhadap Barat, namun berani melakukan kritik internal ke dalam tubuh Islam sendiri. Belia menuliskan sbb: “Baiklah kita tidak menumpahkan cercaan ke satu arah saja, namun buruknya dunia Islam turut berperan menciptakan wajah negatif Islam dan mengutuknya. Bagaimanapun, tudingan Barat tersebut mendapatkan justifikasinya dari apa yang mereka saksikan di Iran dan Lybia serta serangan Irak terhadap Kuwait dengan membawa nama Allah. Mau tidak mau, kita akui atau tidak, Islam tampak di Barat dalam wajah fanatisme keras, intoleran, kejam, memeras, melanggar hak-hak asasi manusia dan senang akan keterbelakangan”[23]. Bahkan DR. Yusuf Qardawi mengakui kelemahan di dunia Islam dengan menyatakan: “Yang menimpa kita sudah sampai pada taraf kehilangan kesadaran dan kehilangan identitas”[24]. Beliau mengulas bahwa beberapa kekurangan tersebut adalah “kemampuan akal yang lemah”[25], “kemampuan ilmiah yang lemah”[26], “kemampuan ekonomi yang lemah”[27], “kemampuan spiritual yang lemah”[28].
Terkait dengan radikalisme dengan mengatasnamakan Tuhan dan Agama dalam kalangan Islam tentu saja menjadi pekerjaan rumah para pemimpin agama dalam Islam untuk melakukan pembenahan internal. Istilah yang akhir-akhir ini kerap dipopulerkan adalah “deradikalisasi” sebagaimana dikatakan oleh Andi Purwono salah seorang Dosen Hubungan International di Universitas Wahid Hasyim Semarang dalam artikelnya sbb: “Kita perlu belajar, bahwa medan perang melawan terorisme, pertama yang perlu dmenangkan sebenarnya adalah basis epistemologi ideologi radikal yang menghalalkan segala cara. Dalam frame inilah, deradikalisasi menjadi pilihan bijak untuk tidak melawan teror dan kekerasan dengan tindak kekerasan atau teror yang lain”[29]. Barat sendiri dalam hal ini Amerika harus selalu melakukan redefinisi pendekatan terhadap dunia Islam. Langkah-langkah yang dilakukan Presiden Obama nampaknya terhadap dunia Islam nampaknya lebih bersifat kooperatif dan dapat diterima oleh dunia Islam. Dalam salah satu kesempatan pidatonya, Obama pernah mengatakan: “Tugas saya untuk dunia Muslim adalah mengkomunikasikan bahwa orang-orang Amerika bukanlah musuh Muslim. Kadangkala kami salah karena kami sendiri tidak sempurna”[30].
Kiranya pijar-pijar keberadaban dan pemuliaan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, kedamaian dapat bersemi di bumi milik bersama yang harus kita jaga dan pelihara. Datanglah Kerajaan-Mu jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga, Amen we Amen.
End Notes
[1] Surakarta: Pustaka Al-‘Alaq 2004, hal 111-113
[2] Mohamad Shoelhi, Demi Harga Diri Mereka Melawan Amerika,Jakarta Selatan: Pustaka Zaman 2003, hal 127-129
[3] Anas Al Hajaji, Otobiografi Hasan Al Bana Tokoh Pejuang Islam, Bandung: Risalah 1983, hal 17
[4] Asep Syamsyul M. Romli, S.IP, Demonologi Islam: Upaya Barat Membasmi Kekuatan Islam, Jakarta: Gema Insani Press 200, hal 63
[5] Op.Cit., Mohamad Shoelhi, hal 140-145
[6] Ibid., hal 130
[7] Dunia Sambut Gembira Tapi Khawatir Pembalasan, Suara Merdeka, Selasa 3 Mei 2011, hal 11
[8] Ibid.,
[9] Ibid.,
[10] Kemiskinan Bukan Akar Terorisme (http://www.tempointeraktif.com/hg/hukum/2011/04/28/brk,20110428-330842,id.html)
[11] Kematian Osama Bukan Akhir Riwayat Teroris (http://www.erabaru.net/nasional/133-nasional/25816-kematian-osama-bukan-akhir-riwayat-teroris)
[12] The Root Cause of Terrorism? It’s Not Poverty or Lack of Education (http://www.thejakartaglobe.com/opinion/the-root-cause-of-terrorism-its-not-poverty-or-lack-of-education/331847)
[13] Yoel Natan, 164 Jihad Verses in the Koran (http://www.answering-islam.org/Quran/Themes/jihad_passages.html)
[14] Aksi Bunuh Diri Atau Mati Syahid, Jakarta Timur: Pustaka Al Kautsar 2002, hal 13
[15] Ibid., hal 14-15
[16] Fiqhus Shirah, Bandung: Al Maarif (tt), hal 355
[17] Sejarah Al Qur’an, Jakarta Selatan: Hikmah 2000, hal xxxvi
[18] Op.Cit., Demonologi Islam, hal 35
[19] Op.Cit., Demi Harga Diri Mereka Melawan Amerika,hal 161
[20] Liberalisasi Teologi Islam: Membangun Teologi Damai Dalam Islam, Yogyakarta: Alenia 2004, Hal 17,19
[21] Ibid., hal 19
[22] Ibid.,
[23] Trend Islam 2000, Jakarta: Gema Insani Press 1997, hal 55
[24] Titik Lemah Umat Islam, Salam 2000, hal 14
[25] Ibid., hal 19
[26] Ibid., hal 23
[27] Ibid., hal 27
[28] Ibid., hal 33
[29] Terorisme Sepeninggal Usamah, Suara Merdeka, Selasa 3 Mei 2011, hal 11
[30] Dekati Islam Obama Datangi Negara Muslim Terbesar, Jawa Pos 28 Januari 2009, hal 15
3 komentar:
Sebenarnya Islam bukan ancaman spiritual yang berarti,hanya ancaman physical saja...., justru dunia Baratlah yang lebih jahat secara moral/spiritual.
Lihatlah siapa yang merusak citra dan ajaran Y'Shua HaMashiakh ?? Orang-orang Kristen Barat bukan ???
Amerika/Kristen merangkul Israel, karena ingin berkat saja, bukan karena ingin mengerti & mentaati Torah !!
Padahal berkat datang karena KETAATAN kepada Torah( perintah YHWH ).
Yth. Pak Hadi, menurut sy Islam digunakan YHWE untuk menghadang gencarnya pembantaian sidang benar yg saat itu terjepit oleh gencarnya serangan gereja katolik. Jadi misi nya adalah untuk mengahadang sidang yg tidak benar ( sebagaimana tersirat di wahyu) jadi C7 bahwa secara fisik mereka lakukan namun belakangan ini merembet ke hal Rohani...namun dalil-2 mereka sangat rapuh , sehingga tidak perlu kuatir. Sementara banyak bangsa eropa menyelematkan (dalam sejarahnya) menolong sidang benar khusnya di eropa(Yahudi- lembah-2 valensis) sehingga kalo mereka makmur sekarang itu..upah mereka dan banyak mereka yg ikut dalam sidang yg benar...jadi kurang tepatlah pendapat pak Hadi ttg. hal itu. meskipun perlu kita liat bahwa di amerika mereka merdeka utk menjalankan ibadahnya...makanya nimbrung berkat bangsa yahudi di USA
Salam Damai...
Membaca Al Qur'an surat Al-Isrâ´ ayat 4-7,11;
ayat 4: Dan telah Kami tetapkan terhadap Bani Israil dalam Kitab itu: "Sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali dan pasti kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar".
ayat 5: Maka apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) pertama dari kedua (kejahatan) itu, Kami datangkan kepadamu hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan yang besar, lalu mereka merajalela di kampung-kampung, dan itulah ketetapan yang pasti terlaksana.
ayat 6: Kemudian Kami berikan kepadamu giliran untuk mengalahkan mereka kembali dan Kami membantumu dengan harta kekayaan dan anak-anak dan Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar ayat 7: Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai.
ayat 11: Dan manusia mendoa untuk kejahatan sebagaimana ia mendoa untuk kebaikan. Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa.
Al Qur'an surat Âl-´Imrân ayat 102
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.
Dari ayat di atas, menurut analisa kami (mohon maaf kalau jauh dari kebenaran):
1. Adanya suatu peperangan memang sudah menjadi suatu "ketetapan" dari Allah karena sifat manusia yang membuat "kerusakan" dan kesombongannya.
2. Kemenangan dan kekalahan perang akan saling "bergiliran" terhadap "pelakunya", hanya waktu dan tempat yang masih "rahasia".
3. Kita dianjurkan untuk berbuat baik karena pada dasarnya baik untuk diri sendiri sedangkan kalau kita berbuat jahat pada dasarnya jahat untuk diri sendiri.
4. Pada dasarnya manusia secara sadar maupun tidak akan berbuat kebaikan maupun kejahatan, bisa jadi baik buat diri maupun kelompoknya ternyata jahat buat orang maupun kelompok lain dan manusia "cenderung" bersifat tergesa-gesa.
5. Dan orang-orang beriman (siapapun orang yang percaya dengan teguh terhadap sesuatu) dianjurkan apabila mati dalam keadaan Muslim (berserah diri, pasrah, selamat). Jadi MATI bukan dalam keadaan PERCAYA DIRI tapi PASRAH,SELAMAT.
Pertanyaan dan Kesimpulan:
1. Apakah ada JIHAD untuk PERANG AGAMA dengan cara BUNUH DIRI ?
2. Apa definisi BERIMAN (Mukmin) dan BERSERAH DIRI (Muslim) itu ? Adakah persamaan dan perbedaanya ?
Posting Komentar