BAHASA PERCAKAPAN YESUS
Posted by
Kitab Ibrani 7:14
mengatakan, “Sebab telah diketahui semua
orang, bahwa Junjungan Agung kita berasal dari suku Yehuda dan mengenai suku
itu Musa tidak pernah mengatakan suatu apa pun tentang imam-imam”. Yesus
secara antropologis adalah manusia pada zamannya. Manusia yang lahir di dalam
kebudayaan Yahudi. Oleh karenanya kita dapat melihat rekam jejak percakapan
Yesus dalam ungkapan-ungkapan Ibrani yang tertulis dalam Kitab Perjanjian Baru
Yunani al., Efata (terbukalah,
Mrk 7:34) Talita kumi (anak gadis,
bangunlah, Mrk 5:41), Eli-Eli lama
sabakhtani (El-ku,El-ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku? Mat 27:46)?
Kita tidak menampik bahwa ada ragam bahasa di
Yerusalem di zaman Mesias hidup sebagaimana terekam dalam 19:20 sbb: “Banyak orang Yahudi yang membaca tulisan
itu, sebab tempat di mana Yesus disalibkan letaknya dekat kota dan kata-kata
itu tertulis dalam bahasa Ibrani, bahasa
Latin dan bahasa Yunani”. Ada tiga bahasa yang bereksistensi zaman itu,
Ibrani (plus Aramaik), Latin dan Yunani. Namun jangan lupa, fungsi dan
kedudukan bahasa itu tidak sama. Talmud mengatakan sbb: “Empat
bahasa memiliki nilai masing-masing: Bahasa Ibrani untuk nyanyian, Latin untuk
peperangan, Aramaik untuk nyanyian penguburan dan Bahasa Ibrani untuk percakapan” (Jerusalem Talmud, Tracate
Sotah 7:2, 30a)[1].
Pernyataan Talmud ini merobohkan asumsi yang dibangun selama ini bahwa bahasa
Ibrani adalah bahasa yang telah mati dan digantikan oleh bahasa Aramaik
sebagaimana pernyataan beberapa literatur berikut:
Encyclopedia Britannica 2007 : “Spoken in ancient times in Palestine,
Hebrew was supplanted by the western dialect of Aramaic beginning about the 3rd
century BC; the language continued to be used as a liturgical and literary
language, however. It was revived as a spoken language in the 19th and 20th
centuries and is the official language of Israel. The history of the Hebrew
language is usually divided into four major periods: Biblical, or Classical, Hebrew,
until about the 3rd century BC, in which most of the Old Testament is written; Mishnaic, or Rabbinic, Hebrew, the language of the Mishna
(a collection of Jewish traditions), written about AD 200 (this form of Hebrew
was never used among the people as a spoken language); Medieval Hebrew, from about the 6th
to the 13th century AD, when many words were borrowed from Greek, Spanish,
Arabic, and other languages; and Modern Hebrew, the language of
Israel in modern times.”
(Bahasa Ibrani yang digunakan pada jaman kuno di Palestina, digantikan
oleh dialek barat dari bahasa Aram pada sekitar permulaan abad ke 3 SM.; tetapi
bahasa itu (Ibrani) tetap digunakan sebagai bahasa liturgi dan literatur.
Bahasa itu hidup kembali sebagai bahasa pembicaraan pada abad 19 dan 20, dan
merupakan bahasa resmi dari Israel. Sejarah dari bahasa Ibrani biasanya dibagi
dalam 4 periode besar: bahasa Ibrani Biblika atau Klasik, sampai sekitar abad 3
SM., dalam mana sebagian besar dari Perjanjian Lama ditulis; bahasa Ibrani
Mishnaik atau Rabbinik, bahasa dari Mishna (suatu koleksi / kumpulan dari
tradisi Yahudi), ditulis sekitar tahun 200 M. (bentuk bahasa Ibrani ini tidak
pernah dipakai di antara bangsa itu sebagai bahasa pembicaraan); bahasa Ibrani
abad pertengahan, dari sekitar abad ke 6 sampai abad ke 13 M., pada waktu
banyak kata-kata dipinjam dari bahasa Yunani, Spanyol dan Arab, dan
bahasa-bahasa lain; dan bahasa Ibrani Modern, bahasa dari Israel pada jaman modern).
The Interpreter’s One-Volume Commentary on the Bible: “After
the exile the everyday language of the Jews came to be Aramaic, ... At first
they added it to their own Hebrew speech and then gradually they gave up using
Hebrew except in worship. ... Before that time the development of the 2
languages was perhaps more or less parallel. But in the following cents.
Aramaic grew to be the official language of the successive great Assyrian,
Neo-Babylonian, and Persian empires. ... When the Assyrian began their
conquests of the Near Eastern world they found Aramaic dialects spoken over so
many of the conquered areas that they began to use a simplified form of the
language for administrative, military, and business communication. ... When the
Chaldeans and later the Persians took over the power they continued this
practice. Even under the successors of Alexander the Great, Greek only slowly
pushed back but did not eliminate Aramaic as the universal language of the Near
East” (Setelah pembuangan, bahasa sehari-hari dari orang-orang Yahudi
menjadi bahasa Aram, ... Mula-mula mereka menambahkan bahasa Aram pada bahasa
Ibrani mereka sendiri, dan lalu secara bertahap mereka berhenti menggunakan
bahasa Ibrani selain dalam ibadah. ... Sebelum waktu itu pengembangan dari 2
bahasa itu mula-mula mungkin kurang lebih paralel / sama. Tetapi dalam
abad-abad setelahnya bahasa Aram bertumbuh menjadi bahasa resmi dari
kekaisaran-kekaisaran Asyur, Neo-Babilonia, dan Persia. ... Pada waktu Asyur
memulai penaklukan mereka terhadap dunia Timur Dekat, mereka mendapati dialek
Aram digunakan di begitu banyak daerah sehingga mereka mulai menggunakan bentuk
yang disederhanakan dari bahasa itu untuk komunikasi administratif, militer,
dan bisnis. ... Pada waktu orang-orang Kasdim dan belakangan orang-orang Persia
mengambil alih kekuasaan, mereka melanjutkan praktek ini. Bahkan di bawah
pengganti dari Alexander yang Agung, bahasa Yunani hanya secara perlahan-lahan
mendesak, tetapi tidak menghapuskan bahasa Aram sebagai bahasa universal dari
Timur Dekat) - hal 1197-1198.
Encyclopedia Britannica 2007: “Aramaic is thought to have first appeared
among the Aramaeans about the late 11th century BC. By the 8th century BC it
had become accepted by the Assyrians as a second language. The mass
deportations of people by the Assyrians and the use of Aramaic as a lingua
franca by Babylonian merchants served to spread the language, so that in the
7th and 6th centuries BC it gradually supplanted Akkadian as the lingua franca
of the Middle East. It subsequently became the official language of the
Achaemenian Persian dynasty (559–330 BC), though after the conquests of
Alexander the Great, Greek displaced it as the official language throughout the
former Persian empire. Aramaic dialects survived into Roman times, however,
particularly in Palestine and Syria. Aramaic had replaced Hebrew as the
language of the Jews as early as the 6th century BC. Certain portions of the Old Testament - i.e., the
books of Daniel and Ezra - are written in Aramaic, as are the Babylonian and
Jerusalem Talmuds. Among the Jews, Aramaic was used by
the common people, while Hebrew remained the language of religion and
government and of the upper class. Jesus and the Apostles are
believed to have spoken Aramaic, and Aramaic-language translations (Targums) of
the Old Testament circulated. Aramaic continued in wide use until about AD 650,
when it was supplanted by Arabic” (Bahasa Aram dianggap mula-mula muncul di
antara orang-orang Aram sekitar akhir abad 11 SM. Pada abad 8 SM. bahasa itu
diterima oleh orang-orang Asyur sebagai bahasa yang kedua. Pembuangan masal
bangsa itu oleh orang-orang Asyur dan penggunaan bahasa Aram sebagai lingua
franca oleh pedagang-pedagang Babilonia menyebabkan penyebaran dari bahasa itu,
sehingga pada abad ke 7 dan ke 6 SM. bahasa itu menggantikan bahasa Akadian
sebagai lingua franca dari Timur Tengah. Setelah itu, bahasa itu menjadi bahasa
resmi dari dinasti Persia Achamenian (559-330 SM.), sekalipun setelah
penaklukan dari Alexander yang Agung, bahasa Yunani menggantikannya sebagai
bahasa resmi di seluruh kekaisaran Persia. Tetapi dialek Aram tetap hidup pada
jaman Romawi, khususnya di Palestina dan Syria. Bahasa Aram telah menggantikan
bahasa Ibrani sebagai bahasa dari orang-orang Yahudi pada abad 6 SM.
Bagian-bagian tertentu dari Perjanjian Lama - misalnya kitab-kitab Daniel dan
Ezra - ditulis dalam bahasa Aram, sama seperti Talmud-talmud Babilonia dan
Yerusalem. Di antara orang-orang Yahudi, bahasa Aram digunakan oleh orang-orang
biasa, sementara bahasa Ibrani tetap tinggal sebagai bahasa agama dan
pemerintahan dan dari orang-orang kelas atas. Yesus dan rasul-rasul dipercaya
telah berbicara dalam bahasa Aram, dan terjemahan-terjemahan bahasa Aram
(Targum-targum) dari Perjanjian Lama beredar. Bahasa Aram terus digunakan
secara luas sampai sekitar tahun 650 M., pada waktu bahasa itu digantikan oleh
bahasa Arab).
Kemunculan Yesus di Sinagoga Nazaret dimana Dia membaca dari Kitab
Yesaya 61 dan menjelaskan Yesaya 61 yang mengandung pelajaran yang berharga
mengenai penggunaan bahasa Ibrani sebagai bahasa percakapan dan mengajar, Di kemudian hari, saat Targum diperlukan
dalam ibadah Yahudi, diikuti dengan bentuk penjelasan atas pembacaan tersebut
demikian: “Pentateukh Ibrani
dibacakan...satu ayat waktu itu. Kemudian diterjemahkan secara lisan tanpa
keterangan terhadap teks tertulis...terjemahan tersebut diulangi dengan suara
yang rendah dibandingkan pembaca. Semua tindakan pencegahan ini untuk memastikan
khalayak yang tidak terpelajar tidak menyalahpahami terjemehan Aramaik atas
Torah yang asli”[2].
Namun tidak satupun yang dituliskan sumber di atas dilakukan saat peristiwa
Yesus membaca Kitab Yesaya 61. Pertama “dia berdiri untuk membaca” kemudian dia
bersiap dan “mulai membaca bagi mereka...kata-kata yang memukau” (Luk 4:16,
20-22).
Tidak ada kata-kata kosong yang diikuti dengan suara yang rendah atau
terjemahan. Hanya pembacaan biasa dari Kitab Suci berbahasa Ibrani yang diikuti
dengan penjelasan yang tegas kepada pendengar sehingga mudah dimengerti oleh
semuanya. Fakta di atas merobohkan asumsi bahwa pembacaan Torah di sinagoga
adalah menggunakan Targum Aramaik.
Kasus logat orang-orang Galilea yang khusus (distinctive Galilean
accent) menjadi bukti berikutnya
untuk menunjukkan eksistensi bahasa Ibrani sebagai bahasa percakapan di zaman
Yesus. Mengingat orang-orang Yahudi Yerusalem berbicara bahasa Ibrani jenis Oxford,
sementara orang Galilea berbicara dengan tipe bahasa Ibrani Scotlandia –
maka pengucapannya bahasa Ibraninya berbeda dari sekitarnya. The Universal
Jewish Encyclopedia menuliskan
hal ini dalam penelitian mengenai orang-orang Galilea, “pengucapan bahasa
Ibrani yang demikian berbeda dari orang-orang Yahudi yang berada di Yudea”[3]
Talmud menyatakan bahwa: “orang-orang
Yudea...jelas dalam bahasa mereka...namun orang-orang Galilea...tidak jelas
dalam bahasa mereka...satu kali beberapa orang Galilea datang mencari sesuatu
dan berkata ‘siapa yang memiliki amar?’, ‘dasar orang Galilea bodoh!’, mereka
berkata padanya, ‘apakah yang kamu maksudkan seekor keledai (khamor) untuk
ditunggangi? Atau anggur (khamar) untuk diminum? Atau bulu domba (amar)untuk
dipakai? Atau domba (amar) untuk disembelih?”[4]
Dalam kasus keduanya – yaitu ‘orang-orang Yudea’ dan ‘orang-orang
Galilea’ – bahasa Ibrani yang sama, diucapkan dengan jelas. Namun orang-orang
Galilea berbicara dengan aksen/logat
yang berbeda (pengucapan bahasa
Ibrani yang demikian berbeda dari orang-orang Yahudi yang berada di Yudea).
Ada asal usul historis atas perbedaan
pengucapan di wilayah tersebut. Pengucapan “shibboleth/sibboleth” adalah kasus yang
dikisahkan dalam Hakim-hakim 12:6 dimana kedua suku berbicara dalam bahasa
Ibrani. Namun mereka yang berasal dari suku Gilead mengucapkan “sh” sementara
mereka yang berasal dari suku Efraim tidak dapat mengucapkan hal tersebut.
Selama masa pelayanan Yesus, naskah Gulungan Laut Mati dengan cara yang sama
merefleksikan perbedaan dialek tersebut. Ahli gulungan-gulungan kuno bernama
Elisha Qimron menaruh perhatian pada “kasus-kasus
menyesatkan dari perkataan yang rusak” (illusory cases of defective spelling).
Itu adalah aksen orang-orang Galilea yang melengkapi contoh-contoh yang
sangat menarik dari “perbedaan tradisi pengucapan” dalam bahasa Ibrani.
Sebagaimana dikatakan oleh Spolsky dan Cooper sbb: “Talmud mendiskusikan dengan kesungguhan mengenai detail jenis kesalahan
yang dibuat penduduk Galilea dalam jenis bahasa Ibrani
mereka...khususnya...pengucapan yang ceroboh yang menuntun pada kesalahpahaman
yang menggelikan”[5]
Dengan mantap, Matius menaruh perhatian pada aksen orang-orang Galilea,
saat Petrus menolak pada malam penangkapan Yesus sbb: "Pasti engkau juga salah seorang dari mereka,
itu nyata dari bahasamu"(Mat 26:73). Sementara NIV menerjemahkan sbb:
“Surely you are one of them, for your accent gives you away”(sesungguhnya
kamu adalah salah satu dari mereka, karena logatmu menunjukkan asal usulmu).
Dari kutipan ayat
di atas kita mendapatkan dua hal sebagai bukti diri. Pertama, orang-orang
Yerusalem yang berdekatan dengan Petrus mengerti penolakkan Petrus, meskipun
mereka mencurigainya, oleh karenanya mereka semestinya berbicara dalam bahasa
yang sama dengan Petrus. Kedua, mereka mengakui logat Galilea Petrus
seperti penduduk London akan segera mengakui Skotlandia sekarang ini. Sekalipun
pengucapan tidak jelas namun menggunakan bahasa yang sama. Tentu saja tidak ada
yang mengakui logat yang berbeda jika bahasanya berbeda.
Saat seseorang
menunjukkan pada Gamaliel sebuah
salinan dari terjemahan Aramaik Kitab Ayub, yang tersedia waktu itu adalah
Targum. Dengan rasa jijik oleh kitab itu, dia berkata kepada tukang bangunan, “bakar itu di bawah reruntuhan”[6]. Mengapa demikian? Ini terkait dengan pemahaman mengenai eksistensi
bahasa Aramaik. Misnah
mengatakan, “Di Negeri Israel, mengapa
menggunakan lidah Aramaik? Salah satu adalah Bahasa Suci (Ibrani) atau yang
lainnya lidah Yunani”[7].
Bahasa Aramaik, tidak “bergengsi” dan “diperintahkan untuk tidak dipergunakan”
sebagaimana penelitian Safrai dan Stern, sementara itu Bahasa Ibrani memiliki
keduanya. Di waktu lain juga dikatakan dalam Talmud, mengenai pelarangan untuk
menyelamatkan berbagai manuskrip dalam Bahasa Aramaik yang terbakar di hari
Sabat, sementara dibandingkan dengan teks-teks berbahasa Ibrani, itu
diperbolehkan[8].
Meninggalkan Sinagog selama pembacaan Kitab dalam bahasa Ibrani, dilarang.
Namun tidak demikian saat pembacaan dalam bahasa Aramaik[9].
Mengingat Kitab Suci dalam bahasa Aramaik saja tidak cukup, sementara mendengar
pembacaan dalam Bahasa Ibrani, meskipun tidak mengerti kata tersebut, adalah
suatu kewajiban[10].
Bagi orang-orang
Yahudi, Bahasa Ibrani merupakan “Bahasa Suci” sementara Bahasa Aramaik dianggap
sebagai “Bahasa kekuatan Setan”[11].
Tempat bagi Bahasa Aramaik adalah untuk “upacara penguburan”. Namun Bahasa
Ibrani termasuk urutan tinggi dari percakapan harian (untuk berbicara) dan
ibadah. Sehingga bagi seorang ayah Yahudi yang tidak berbicara kepada anaknya
“dalam Bahasa Ibrani”, mulai dari anak tersebut belum bisa berjalan sampai
mengajar dia akan Torah, maka ayah ini seolah-olah “telah menguburkan anak
tersebut”[12]. Adapun
mengenai Bahasa Aramaik, justru berlaku sebaliknya, para rabbi malah
memperingatkan demikian: “Siapapun
membuat permintaan pribadi dalam Bahasa Aramaik, para malaikat yang melayani
tidak akan menaruh perhatian, karena para malaikat tidak mengerti Bahasa
Aramaik”[13].
Demikian pula para rasul khususnya
Rasul Paul tetap berbicara dalam bahasa Ibrani sebagaimana dilaporkan dalam
Kitab Kisah Para Rasul berikut ini:
Kisah Rasul 21:40, “Sesudah
Paulus diperbolehkan oleh kepala pasukan, pergilah ia berdiri di tangga dan
memberi isyarat dengan tangannya kepada rakyat itu; ketika suasana sudah
tenang, mulailah ia berbicara kepada mereka
dalam bahasa Ibrani, katanya:...”
Kisah Rasul 26:14, “Kami semua rebah ke tanah dan aku mendengar suatu suara yang mengatakan
kepadaku dalam bahasa Ibrani: Saulus, Saulus, mengapa engkau menganiaya
Aku? Sukar bagimu menendang ke galah rangsang”
Yohanes 5:2, “Di Yerusalem dekat Pintu Gerbang Domba ada sebuah kolam, yang dalam bahasa Ibrani disebut Betesda;
ada lima serambinya”
Perhatikan semua kalimat yang saya beri cetak
tebal. Dalam teks Yunani dituliskan sbb:
τη εβραιδι διαλεκτω
λεγων (te
hebraidi dialektoo legoon, Kis 21:40)
λεγουσαν τη εβραιδι
διαλεκτω (legousan
te hebraidi dialektoo, Kis 26:14)
επιλεγομενη εβραιστι βηθζαθα (epilegomene hebraisti
bethzatha, Yoh 5:2)
Apa yang
dimaksudkan dengan Hebraidi Dialektoo? Mengutip pandangan J.M. Grintz
dalam Journal of Biblical Literatur, 1960, D. Bivin dan R. Blizzard
mengatakan sbb: “Penyelidikan atas tulisan Yosephus (ahli sejarah bangsa
Yahudi Abad I Ms, red) menunjukkan tanpa keraguan bahwa kapan saja Yosephus
menyebut (lidah Ibrani) dan Ebraion
Dialekton (dialek Ibrani) dia selalu memaksudkan artinya, “bahasa Ibrani”
dan bukan bahasa lain”[14].
[1] Dalam Brent Minge, Jesus Spoke Hebrew: Busting Aramaic Myth, http://sharesong.org/JESUSSPOKEHEBREW.htm
[2] M. L. Klein, Palestinian Targum and Synagogue Mosaics,
Immanuel 11 (1980), 37, 38;
[3] The Universal
Jewish Encyclopedia (New York,
1944), vol. 4, pp. 500, 501;
[4] Erubin 53a and b,
Soncino edition, vol. 5 dalam
Brent Minge, Jesus Spoke Hebrew: Busting
Aramaic Myth, http://sharesong.org/JESUSSPOKEHEBREW.htm
[5] Bernard
Spolsky and Robert L. Cooper, The Languages of Jerusalem (Oxford,
Clarendon Press, 1991), p. 22
[6] b Shabbat 115a, j Shabbat 16:15c dalam Brent Minge, Jesus Spoke Hebrew: Busting Aramaic Myth, http://sharesong.org/JESUSSPOKEHEBREW.htm
[7] Tracate Sotah 49 b dalam Brent Minge, Jesus Spoke Hebrew: Busting Aramaic Myth, http://sharesong.org/JESUSSPOKEHEBREW.htm
[8] E. Levine, The
Biography of the Aramaic Bible, in Z.A.T.W., vol. 94, (1982), p.
358.
[9] Megillah 4, 4 dalam Brent Minge, Jesus Spoke Hebrew: Busting Aramaic Myth, http://sharesong.org/JESUSSPOKEHEBREW.htm
[10] D.H. Aaron in
The Blackwell Reader in Judaism, ed. J. Neusner and A.J. Avery-Peck
(Blackwell, 2001), 204.
[11] Zohar, Exodus 129 dalam Brent Minge, Jesus Spoke Hebrew: Busting Aramaic Myth, http://sharesong.org/JESUSSPOKEHEBREW.htm
[12] Sifre, Deut. 46, dalam Brent Minge, Jesus Spoke Hebrew: Busting Aramaic Myth, http://sharesong.org/JESUSSPOKEHEBREW.htm
[13] b Sota 33a; b Shabbat 12b dalam Brent Minge, Jesus Spoke Hebrew: Busting Aramaic Myth, http://sharesong.org/JESUSSPOKEHEBREW.htm
[14] Understanding the Difficult Word of
Jesus, 2001, p.42
0 komentar:
Posting Komentar