RSS Feed

APAKAH PENEMUAN INJIL-INJIL NON KANONIK MENGUBAH PERSEPSI KRISTEN TENTANG YESUS?

Posted by Teguh Hindarto

 
 
Akhir-ahir ini dipublikasikan berbagai buku yang menginformasikan adanya injil-injil di luar Injil Kanonik seperti Injil Thomas dan Injil Yudas. Di Indonesia sendiri telah diterbitkan oleh Gramedia pada Tahun 2006, buku dengan judul “The Gospel of Judas” dengan penyunting Rodolphe Kasser, Marvin Meyer dan Gregor Wurst. Kemudian muncul pula penerjemahan novel “Da Vinci Code” karya Dan Brown. Penemuan injil-injil bercorak Gnostik di Nag Hammadi menginspirasi beberapa penulis novel dan pembuat film di Barat untuk merilis sebuah buku atau film dengan mengusung tema-tema tersebut seperti film “Stigmata” pada tahun 1999 dan novel “Change of Heart” oleh Jodi Picoult pada tahun 2008 serta film “The Da Vinci Code” pada tahun 2009.

Apa dan bagaimana injil-injil yang disebut dengan Injil Thomas, Injil Yudas dan naskah-naskah Gnotik tersebut? Berikut kita akan menelusuri secara singkat sebagai peta jalan.
 
INJIL THOMAS[1]
 
Injil menurut Thomas yang dikenal dengan sebutan singkat Injil Thomas merupakan naskah Kekristenan awal yang dipelihara dengan baik, merupakan injil ucapan yang bersifat non kanonik yang ditemukan di Nag Hammadi, Mesir pada bulan Desember 1945 yang merupakan salah satu kitab-kitb yang sekrang dikenal dengan sebutan Perpustakaan Nag Hammadi.
 
Teks berbahasa Koptik ini merupakan yang kedua dari tujuh naskah yang oleh sarjana modern disebut dengan Kodek II yang terdii dari 114 ucapan yang dihubungkan dengan Yesus. Hampir separuh dari ucapan-ucapan itu kurang atau lebihnya mirip dengan yang ditemuan pada Injil Kanonik sementara sebagian lainnya tidak dikenal. Asal usul Injil ini mungkin berasal dari Syria dimana tradisi mengenai Thomas begitu kuat beredar.
 
Kata pengantar Injil tersebut menyatakan: “Inilah adalah ucapan-ucapan rahasia yang diucapkan Yesus kepada Didymus Yudas Thomas untu dituliskan pada mereka”. Didymus (Yunani) and Thomas (Aramaic) keduanya bermakna “kembar”. Para sarjana mencurigai bahwa referensi yang dihubungkan dengan Rasul Thomas adalah pemalsuan dan penulis seungguhnya tetap tidak diketahui. Dokumen ini kemungkinan berasal dari lingkungan Kekristenan awal barangkali merupakan proto-Gnosti .
 
Bahkan pendeskripsian Thomas sebagai Injil Gnostik didasarkan pada sedikit bukti selain fakta bahwa injil ini itemukan bersama teks-teks gnostik di Nag Hammadi. Nama Thomas dilekatkan juga pada Kitab Thomas Sang Penantang yang juga berada dalam Kodek II Nag Hammadi dan Kisah Thomas.
 
Injil Thomas sangat berbdea dalam gema dan strukturnya dari teks Apokripa Perjanjian Baru lainnya dan dari Injil Kanonik. Tidak seperti Kitab Injil kanonik, kitab ini bukan berisikan kisah naratif mengenai kehidupan Yesus, sebaliknya kitab ini terdiri dari Logia (ucapan-ucapan) yang dihubungkan dengan Yesus, yang terkadang berdiri sendiri dan terkadang dirangkai dalam dialog singkat atau perumpamaan-perumpamaan. Teks ini berisikan bayangan mengenai kematian Yesus dalam Logion 65 (Perumpamaan Penyewa Yang Jahat pararel dalam Injil Sinoptik) namun tidak menyebutkan mengenai kematian, kebangkitan atau pengadilan terakhir bahkan tidak menyebutkan pemahaman mesianis terhadap Yesus. Gereja perdana mempercayai injil ini sebagai kepalsuan. Contohnya, Eusebeius memasukkan kitab ini ke dalam kelompok kitab-kitab yang dia percayai bukan hanya palsu namun heretik dan fiktif sehingga seharusnya dibuang sebagai sebagai sesuatu yang mustahil dan tidak mencerminkan iman.
 
Teks berbahasa Koptik (Mesir kuno) dalam bentuk manuskrip yang ditemukan pada tahun 1945 di Nag Hammadi, Mesir diperkirakan berasal dari tahun 340 Ms. Perama kali dipublikasikan dalam edisi fotograpis pada tahun 1956. Tiga tahun kemudian (Th 1959) diikuti dengan terjemahan berbahasa Inggris dengan transkripsi Koptik. Pada tahun 1977, James M. Robinson menerbitkan koleksi lengkap terjemahan berbahasa Inggris dari teks-teks Nag Hammadi. Injil Thomas telah diterjemahkan ke seluruh dunia dengan diberi catatan dalam berbagai bahasa-bahasa secara meluas. Manuskrip Koptik yang asli sekarang menjadi milik Museum Koptik di Kairo, Mesir bagian dari Departemen Manuskrip.
 
Pada bulan Februari 2010, reproduksi dari manuskrip tulisan tangan pertama dalam bentuk kaligrafis selama 1600 tahun telah dilengkapi. Buku ini berasal dari proyek tesis dari California State University at Dominguez Hills. Hasil reproduksi tersebut diberi judul "An Illustrated and Illuminated Manuscript of the Gospel of Thomas." Dituliskan dalam bentuk  tulisan Uncial dan Italic baik dalam bahasa Inggris dan Koptik. Dengan gaya penulisan manuskrip Abad Pertengahan yang dibuat oleh , Carol W. Nichols, Quincy, IL. buku ini semakin menarik. Terjemahn dalam bahasa Inggris diusahakan oleh Dr. Marvin Meyer dari Chapman University. Manuskrip hasil reproduksi ini merupakan jenis yang pertama dilakukan karena usia teks ini berasal dari sekitar tahun 350 Ms.
 
Setelah versi Koptik yang lengkap ditemukan padatahun 1945 di Nag Hammadi, para sarjana segera menyatakan bahwa tiga fragment berbeda yang sebelumnya ditemukan di Qxyrhynchus, Mesir merupakan bagian dari Injil Thomas. Tiga fragment papyrus dari Injil Thomas ini diperkirakan antara tahun 130-250 Ms. Sebelum ditemukannya naskah-naskah di Nag Hammadi, ucapan-ucapan Yesus di Oxyrhynchus lebih dikenal dengan sebutan “Logia Iesu”. Kesesuaian dengan fragment Yunani koine dari Injil Thomas yang ditemukan di Oxyrhynchus adalah:
 
P.Oxy. 1: Fragment dari Logia 26 sampai 33 dengan dua kalimat terakhir dari Logion 77 dari versi Koptik termasuk pada akhir Logion 30.
 
P.Oxy. 654: Fragment dari permulaan sampai Logion 7,Logion 24 dan Logion 36 pada sisi lain papyrus yang terdiri dari data yang diselidiki.
 
P.Oxy. 655: Fragment Logia 36 sampai 39. 8 fragment menunjuk  a sampai h, dimana f dan h telah hilang
 
Susunan kata dari kitab berbahasa Koptik terkadang berbeda dengan jelas sekali dengan teks-teks Yunani yang ditemukan di Oxyrhynchus. Contoh kasus yang menyolok adalah ditemukan pada bagian akhir Logion 30 pada naskah Yunani justru ditemukan pada akhir Logion 77 pada naskah Koptik. Fakta ini – yang berkaitan dengan susunan kata yang berbeda dari dari yang digunakan Hippolyus, ketika mengutip ayat tersebut – menimbulkan dugaan bahwa Injil Thomas telah beredar lebih dari satu bentuk dan diedarkan melalui beberapa proses redaksi.
 
Sekalipun tetap diterima asumsi yang menyatakan bahwa Injil Thomas pertama kali disusun dalam bahasa Yunani, namun ada bukti-bukti yang bertambah yang menyatakan bahwa teks Koptik Nag Hammadi merupakan hasil terjemahan dari bahasa Syria. Dengan membandingkan fragment Yunani dari Oxyrhynchus dengan versi penuh teks Koptik, Nicholas Perrin menyatakan bahwa perbedaan-perbedaan tersebut dapat menunjukan sumber bersama yang dipakai oleh keduanya yaitu bahasa Syria.
 
INJIL YUDAS[2]
 
Injil Yudas adalah Injil Gnostik yang mengaku mendokumentasikan percakapan diantara Rasul Yudas Iskariot dan Yesus Kristus. Injil ini tidak diklaim sebagai tulisan yang dibuat olrh Yudas sendiri melainkan oleh para penganut Gnostik Yesus.  Naskah yang ada adalah naskah Koptik berasal dari Abad Keempat yang diduga sekalipun belum terbukti sebagai terjemahan dari versi Yunani yang lebih tua. Injil Yudas kemungkinan tidak lebih awal dari Abad Kedua karena isi teologinya tidak mewakili sebelum paruh Abad Kedua dan dikarenakan pula baik pendahuluan dan penutupnya mengasumsikan bahwa pembacanya sudah sangat akrab dengan Injil Kanonik. Dokumen Koptik diperkirakan berdasarkan perhitungan Karbon sekitar tahun 280 Ms lebih atau kurang 50 tahu.
 
Kodek Tchacos merupakan papyrus Koptik dengan bungkus kulit agaknya ditemukan sekitar tahun 70-an dekat Beni Masah, Mesir. Naskah ini telah diterjemahkan dan hadir sebagai sebuah teks dari Abad Kedua Masehi yang menggambarkan kisah kematian Yesus dari sudut pandang Yudas.
Kesimpulan :
 
Berdasarkan terjemahan tahun 2006 teks manuskrip tersebut, rupanya merupakan susunan kisah Gnostik diantara Yesus dan Yudas, yang dalam perkataannya yang bersifat pencerahan Gnostik dimana Yesus meminta Yudas untuk membawa dirinya kepada orang-orang Romawi untuk membantu menyelesaikan tugasnya dari Tuhan.
 
Selama Abad Kedua dan Ketiga Masehi berbagai sekte Kekristenan menyusun teks-teks keagamaan yang secara longgar disebut dengan Apokripa Perjanjian Baru; teks-teks tersebut tidak biasanya namun selalu bersifat “pseudonimous” yang secara licik menghubungkan dirinya dengan tokoh agung seperti para rasul atau tokoh di zaman permulaan. 
 
Teks ini masih ada hanya dalam satu manuskrip yaitu manuskrip Koptik Abad Empat Masehi yang dikenal sebagai Kodek Tchacos yang muncul pada tahun 1970-an setelah enam belas abad berada dalam pada gurun Mesir. Keberadaan manuskrip tersebut berdasarkan perhitungan radio karbon, berasal dari antara Abad Ketiga dan Keempat, sebagaimana dinyatakan Timothy Jull, seorang ahli radiokarbon pada University of Arizona's Physics Centre. Hanya beberapa bagian dari papyrus yang tidak berisikan teks yang terdeteksi karbon dikarenakan data karbon pada bagian tersebut telah rusak sepenuhnya. 
 
Hari ini, manuskrip tersebut dalam keadaan melebihi ribuan kepingan disebabkan kurangnya penanganan dan pemeliharaan dengan banyaknya bagian yang hilang. Dalam beberapa kasus ada kata-kata yang terserak, di tempat lainnya ada banyak halaman yang hilang. Menurut Rodolphe Kasser, kodeks tersebut aslinya terdiri dari 31 halaman dengan tulisan bolak-balik, namun ketika sampai di pasar (antik) tahun 1999, tersisa hanya 13 halaman dengan tulisan bolak-balik. Diduga bahwa ada orang yang telah menghilangkan dan menjualnya.
 
Didasarkan pada analisis tekstual pada ciri-ciri dan dialek serta kata Yunani asing, maka diduga bahwa kitab Koptik dari Abad Keempat ini mungkin saja terjemahan dari manuskrip Yunani yang lebih awal. Melalui penulis Kristen awal Irenaeus dari Lyon yang menentang Gnostisisme menyebut teks tersebut dengan “sejarah yang penuh kebohongan” (Menolak Gonstisisme, Buku 1 Bab 31). Namun tidak jelas apakah teks yang disebutkan oleh Ireneus adalah teks yang sama yang saat ini disebut dengan teks Koptik Injil Barnabas yang tersedia pada Abad Keempat dan tidak ada bukti yang tersisa bagi sebuah naskah versi Yunani yang paling awal.
 
A. J. Levine, yang merupakan bagian dari tim sarjana yang bertanggungjawab menyingkapkan pekerjaan ini, secara mengesankan menyatakan bahwa Injil Yudas berisikan informasi sejarah yang tidak bersifat baru baik mengenai Yesus maupun Yudas. Namun demikian teks ini menolong merkonstruksi sejarah mengenai Gnostisisme khususnya di wilayah berbahasa Koptik.
 
NASKAH-NASKAH GNOSTIK[3]
 
Injil-injil Gnostik merupakan kumpulan tulisan mengenai ajaran-ajaran Yesus yang dituliskan dari Abad Kedua dan Keempat Masehi. Injil-injil ini bukan bagian dari Injil Kanonik dari kebanyakan denominasi Kristen namun bagian dari apa yang disebut dengan Apokripa Perjanjian Baru. Akhir-akhir ini novel-novel dan filmfilm menunjuk pada injil-injil ini memiliki tujuan untuk menarik perhatian publik.

Sejarah
Kata “Gnostik” berasal dari bahasa Yunani “Gnosis” yang bermakna “Pengetahuan” yang terkadang dipergunakan dalam filsafat Yunani yang lebih tepat jika diterjemahkan dengan bahasa Inggris “enlightenment" (pencerahan). Beberapa sarjana tetap mempertahankan penanggalan tradisional bagi munculnya filsafat Gnostik dan gerakan keagamaan. Sekarang secara umum diterima bahwa bukti menunjukkan bahwa Gnostisisme merupakan gerakan Yahudi yang kemudian bereaksi terhadap Kekristenan atau Gnostisisme muncul secara langsung sebagai reaksi terhadap Kekristenan. Julukan “Kristen Gnostik” hadir untuk mewakili lapisan komunitas Kekristenan awal yang meyakini bahwa keselamatan tidak diletakkan atas dasar peribadatan pada Sang Mesias belaka melainkan mempelajari secara psikis dan rohani untuk mengalami pembebasan dari dunia materil melalui sebuah pewahyuan. Menurut tradisi, jawaban atas pertanyaan spiritual tersebut adalah di dalam diri manusia bukan di luar. Selanjutnya cara hidup Gnostik tidak memerlukan pengantara untuk mendapatkan keselamatan. Beberapa sarjana seperti Edward dan Elaine Pagels menyatakan bahwa Gnostisisme merupakan ajaran campuran  sebagaimana mereka yang menghubungkan dengan Yesus Sang Mesias dengan ajaran yang di temukan dalam tradisi Timur.
 
Perhitungan
 
Dokumen-dokumen yang terdiri dari koleksi Injil Gnostik tidak ditemukan sekaligus namun dalam penemuan yang bertahap. Perpustakaan Nag Hammadi ditemukan secara tidak sengaja oleh dua orang petani pada Desember 1945 dan telah menamai wilayah di Mesir dimana termpat itu tersembunyi selama berabad-abad. Berbagai dokumen lainnya termasuk di dalam apa yang sekarang disebut sebagai Injil Gnostik, ditemukan pada tempat dan waktu yang berbeda seperti Injil Maria yang telah ditemukan pada tahun 1896 sebagai bagian dari Kodek Akhamim dan kemudian dipublikasikan pada tahun 1955. Beberapa dokumen telah digandakan dalam penemuan yang berbeda seperti Injil Maria Magdalena yang hanya memiliki satu salinan yang tersedia.
 
Sekalipun manuskrip-manuskrip yang ditemukan di Nag Hammadi secara umum diberi penanggalan Abad Keempat Masehi, namun ada beberapa perdebatan berkaitan dengan asal usul susunan teks tersebut. Sejumlah besar dan mayoritas para sarjana  memberi penanggalan dan kepengarangan Injil Gnostik di Nag Hammadi pada Abad Kdua dan Abad Ketiga. Para sarjana yang memfokuskan pada Kekristenan cendrung memberi penanggalan berdasarkan catatan Irenaeus yaitu pada Abad Kedua Masehi dan catatan Yerome yaitu Abad Keempat Masehi. Penanggalan traisional injil-inji tersebut bersumber dari perbedaan penanggalan kedua tokoh tersebut. Para sarjana lain yang lebih memfokuskan pada literatur pagan dan Yahudi pada masa tersebut, cenderung memberikan penanggalan berdasarkan jenis tulisan:
  1. Injil Thomas, dipertahankan oleh kebanyakan sarjana sebagai Injil Gnostik yang paling awal disusun. Para sarjana pada umumnya memberikan penanggalan pada injil ini sekitar pertengahan Abad Kedua Masehi.  Injil Thomas terkadang diklaim sebagai memiliki beberapa unsur Gnostik namun kehilangan aspek kosmologinya secara utuh. Namun demikian, penggambaran bahwa unsur-unsusr ini sebagai gnostik didasarkan utamanya pada presuposisi bahwa teks tersebut secara keseluruhan adalah Injil Gnostik dan gagasan ini didasarkan pada gagasan yang minim dibandingkan fakta bahwa injil tersebut ditemukan bersama teks-teks gnostik lainnya di nag Hammadi. Beberapa sarjana termasuk Nicholas Perin menyatakan bahwa Thomas didasarkan pada Diatessaron yang disusun segera setelah tahun 172 Masehi oleh tatian di Syria. Minoritas pandangan berusaha meyakinkan bahwa penanggalan awal meletakkan pada tahun 50 Masehi dengan menghubungkan dengan dokumen “Q” diantara alasan-alasan yang dipergunakan.
  2. Injil Junjungan Agung (The Gospel of the Lord) sebuah tulisan non gnostik jika bukan teks eretik non kanonik yang diperkirakan tidak lebih dari zaman Marcion pda awal Abad Kedua Masehi. Pandangan tradisional mempertahankan bahwa Marcion tidak menyusun injilnya secara langsung namun “menghilangkan semua pemikiran (dari Injil Lukas) yang tidak sejalan dengan pandangannya…dan mempertahankan sesuatu yang mendukung pandangannya. Pandangan tradisional masih mempertahankan penanggalan tersebut dan diterima oleh para sarjana pada umumnya namun G.R.S. Mead dan beberapa lainnya menyatakan bahwa injil Marcion mendahului Injil Lukas kanonik dan telah dipergunakan dalam gereja yang bercorak ajaran Paulus.
  3. Injil Keberanan dan ajaran Pistis Sophia tidak dipertanyakan lagi berasal dari awal Abad Kedua dan merupakan bagian dari sekolah Valentinian walaupun injil tersebut berasal dari Abad Ketiga.
  4. Beberapa Injil Gnostik (seperti Trimorphic Protennoia)yang mengembangkan secara penuh Neo Platonisme dan diberi penanggalan setelah Plotinus pada Abad Ketiga Masehi.
Daftar Injil-injil
 
Sekalipun ada banyak yang dimasukkan sebagai Injil Gnostik namun yang sangat dikenal adalah sbb:
  • Injil Maria (ditemukan Tahun 1896)
  • Injil Thomas (beberapa versi ditemukkan di Oxyrhynchus, Mesir Tahun  1898, and ditemukan kembali di Perpustakaan Nag Hammadi)
  • Injil Kebenaran (Perustakaan Nag Hammadi)
  • Injil Filipus (Perpustakaan Nag Hammadi)
  • Injil Yudas (ditemukan melaui pasar gelap barang antik pada tahun 1983 dan direkonstruksi kembali pada tahun 2006)
MENGENAI APOKRIPA
 
Selama Abad ke-III Ms, Origenes sebagaimana Klement dari Alexandria berhadapan dengan masalah tidak adanya batasan tetap diantara apa yang disebut daftar kitab yang disebut Kanon dan daftar kitab yang disebut Non Kanon, oleh gereja. Dia menyusun kategori tulisan-tulisan Kristen dengan istilah-istilah sbb: (a) anantireta (“tidak ditolak”) atau homologoumena (“diakui”), yang dipergunakan secara umum oleh komunitas Kristen pada waktu itu, (b) amphiballomena (“diperdebatkan”), yang masih diperdebatkan kelayakannya, dan (c) psethde (“keliru”), termasuk buku-buku yang dikategorikan pemalsuan dan menyimpang. Klasifikasi ini diperbarui oleh Eusebius dari Kaisarea selama Abad ke-IV Ms dengan sebutan (a) homologoumena (“diakui”), (b) antilegomena (“diperdebatkan”), yang terbagi dua kategori lagi yaitu gnorima (“dikenal”), karena banyak orang-orang Kristen mengakuinya dan notha (“tidak sah”), karena dianggap sebagai tidak asli serta (c) apocrypha (“tersembunyi”), yang dianggap sebagai kepalsuan.. Kategori-kategori tersebut akhirnya ditetapkan menjadi empat istilah baku yaitu : (a) Homologoumena, daftar kitab yang diterima oleh hampir sebagian besar orang-orang (b) Antilegomena, buku yang diperdebatkan oleh beberapa orang (c) Pseudoepigrapha, daftar kitab yang oleh gereja dianggap tidak asli dan ditolak serta (d) Apocrypha, buku yang dianggap oleh beberapa orang sebagai kanonik dan semi kanonik
 
Berkaitan dengan daftar kitab-kitab yang diistilah kelak dengan Perjanjian Baru yang meliputi Homologumena adalah daftar kitab yang telah diterima oleh Kekristenan yang terdaftar dalam kanon termasuk 27 Kitab Perjanjian Baru (dari Matius sampai Wahyu).
Yang dikategorikan Antilegomena ada tujuh kitab yang diperdebatkan baik dari segi keaslian penulisnya maupun isinya. Yang dikategorikan Antilegomena berada dalam daftar susunan Homologoumena al., Kitab Ibrani, Kitab Yakobus, 2 Petrus, 2 & 3 Yohanes, Yudas, Wahyu.
 
Yang dikategorikan sebagai Pseudoepigrapha al.,Injil Thomas (Awal Abad II Ms), Injil Ebionit (Abad II Ms), Injil Petrus (Abad II Ms), Proto Injil Yakobus (Akhir Abad II Ms), Injil orang-orang Ibrani (Abad II Ms), Injil orang-orang Mesir (Abad II Ms), Injil orang-orang Nazaren (Awal Abad II Ms), Injil Filipus (Abad II Ms), Kitab Thomas Sang Atlit, Injil menurut Mathias, Injil Yudas, Epistula Apostolorum (surat-surat rasuli), Apcryphon Yohanes, Injil Kebenaran.
Yang dikategorikan Apocrypha al., Surat Pseudo Barnabas (70-79 Ms), surat kepada orang-orang Korintus (96 Ms), Surat ke-2 Klement, Homili kuno (120-140 Ms), Gembala Hermas (115-140 Ms), Didache, Ajaran Rasul-rasul 12 (100-120 Ms), Wahyu Petrus (150 Ms), Kisah Paulus & Thecla (170 Ms), Surat kepada orang-orang Laodikea, Injil menurut orang-orang Ibrani (65-100 Ms), Surat Polikrpus kepada orang-orang Efesus (108 Ms), Tujuh surat-surat Ignatius (110 Ms)[4].
 
MOTIF PENULISAN KITAB-KITAB APOKRIPA
 
Kata “Apokripa” sendiri bermakna “tersembunyi” atau “rahasia” karena hanya dibaca oleh kalangan tertentu saja. Mengapa dirahasiakan dan disembunyikan, karena isinya bertentangan dengan keimanan Gereja karena isinya berisikan fiksi, fitnah dan dongengan, menyesatkan. Desy Ramadhani SJ.,mengelompokkan 2 jenis tulisan apokripa berdasarkan motif dan konteksnya yaitu tulisan Apokripa yang bertujuan untuk MELENGKAPI tulisan-tulisan dalam Injil dan yang kedua bertujuan untuk MENGGANTIKAN tulisan-tulisan dalam Injil kanonik[5]
 
Kisah kehidupan Yesus tidak secara menyeluruh diceritakan. Jika kita melihat Injil Kanonik, usia pelayanan Yesus diawali pada usia 12 dan muncul kembali dalam usia 30 tahun. Kitab Injil kanonik tidak menceritakan kisah Yesus di usia sebelum 12 tahun dan dari usia 12 sampai 30 tahun. Demikianlah muncul kitab-kitab Apokrip untuk MELENGKAPI seperti: “Injil Masa Kecil Yesus dalam bahasa Arab”, “Kisah Yusuf Si Tukang Kayu”, “Protoevanggelium Yakobus”, dll.
 
Dalam perkembangannya, muncullah berbagai pertanyaan yang tidak terjawab langsung dalam Injil. Siapa yang paling bersalah terkait kematian Yesus. Yudaskah? Pilatuskah? Imam-imam Yahudikah? Muncul pula pertanyaan mengapa Yesus harus menderita di kayu salib? Mengapa nabi Tuhan harus mengalami penderitaan seperti itu? Oleh karenanya muncullah tulisan-tulisan yang hendak memberikan perspektif MENGGANTIKAN informasi yang tertulis dalam Injil Kanonik seperti “Injil Petrus”, “Wahyu Petrus”, “Pertanyaan-pertanyaan Bartholomeus” dll.
 
NILAI KITAB-KITAB APOKRIPA
 
Sekalipun kitab-kitab Apokripa tidak disarankan untuk dibaca dan menjadi bagian dari bacaan wajib Kekristenan namun keberadaan kitab-kitab Apokripa dan ditemukannya kitab-kitab Apokripa dengan corak Gnostik (kebatinan) setidaknya menolong kita untuk memetakan keragaman pemikiran keagamaan dan mazhab-mazhab agama dalam bingkai Yudaisme dan Kekristenan awal.

Dengan ditemukannya Kitab Injil Yudas dan Injil Thomas dan naskah-naskah Gnotik lainnya, etidaknya kita dapat memperkirakan berbagai keragaman pemahaman mengenai eksistensi Yesus yang diwakili dengan berbagai literatur yang berusaha menggambarkan diri-Nya sesuai persepsi mereka masing-masing. Dengan penemuan kitab-kitab tersebu kita dapat menghayati sebagaimana digambarkan oleh Lukas 1:1-4 sbb: “Teofilus yang mulia, Banyak orang telah berusaha menyusun suatu berita tentang peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di antara kita, seperti yang disampaikan kepada kita oleh mereka, yang dari semula adalah saksi mata dan pelayan Firman. Karena itu, setelah aku menyelidiki segala peristiwa itu dengan seksama dari asal mulanya, aku mengambil keputusan untuk membukukannya dengan teratur bagimu, supaya engkau dapat mengetahui, bahwa segala sesuatu yang diajarkan kepadamu sungguh benar”. Demikian pula ketika Rasul Paul dengan nada keras mengingatkan jemaat mengenai “injil yang lain” dalam Galatia
1:6-9 sbb:Aku heran, bahwa kamu begitu lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia (Mesias) telah memanggil kamu, dan mengikuti suatu injil lain, yang sebenarnya bukan Injil. Hanya ada orang yang mengacaukan kamu dan yang bermaksud untuk memutarbalikkan Injil (Mesias). Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia. Seperti yang telah kami katakan dahulu, sekarang kukatakan sekali lagi: jikalau ada orang yang memberitakan kepadamu suatu injil, yang berbeda dengan apa yang telah kamu terima, terkutuklah dia

Dalam dua suratnya, Rasul Paul mengingatkan dua kelompok yang dapat mempengaruhi pertumbuhan iman jemaat yaitu kelompok Filsuf Yunani dan kaum Gnostik yaitu dalam Filipi 2:8, “Hati-hatilah, supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya yang kosong dan palsu menurut ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia, tetapi tidak menurut (Mesias)” dan 1 Timotius 6:20, “Hai Timotius, peliharalah apa yang telah dipercayakan kepadamu. Hindarilah omongan yang kosong dan yang tidak suci dan pertentangan-pertentangan yang berasal dari apa yang disebut pengetahuan”. Kelompok-kelompok inilah yang kemudian menuliskan gagasan-gagasannya yang aneh yang setidaknya terwakili dalam penemuan kitab-kitab Apokripa dan Gnostik akhir-akhir ini.
 
APAKAH MENGUBAH DOKTRIN UTAMA KEKRISTENAN?
 
Setelah kita melihat secara singkat apa dan bagaimana yang disebut dengan penemuan injil-injil bercorak Gnostik dan bagaimana kategorisasi kitab-kita yang disebut dengan Apokripa, tibalah saatnya kita menentukan sikap dan memberikan jawaban apakah berbagai penemuan tersebut menguah seluruh doktrin Kristen mengenai Yesus? Apakah penemuan tersebut menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan Kekristenan? Apakah penemuan tersebut mencerminkan injil-injil yang asli sementara injil yang diyakini Kekristenan saat ini adalah sebuah kepalsuan?
 
Jawabannya bahwa penemuan injil-injil ekstrakanonik tersebut tidak sama sekali memberi pengaruh apapun terhadap Kekristenan. Penemuan-penemuan tersebut tidak akan menggantikan penilaian Gereja mengenai Keilahian dan Kemesiasan Yesus. Mengapa? Ada dua alasan dasar untuk kita mempertahankan keotentikan iman Gereja yaitu didasarkan pada Alasan Historis dan Alasan Teologis.
 
Alasan Historis. Siapapun yang mengetahui sejarah terbentuknya  kanonisasi Kitab Suci khususnya Kitab Perjanjian Baru akan mengerti bahwa munculnya kitab-kitab yang dikategorikan ekstrakanonik/non kanonik dimotifasi oleh adanya keinginan untuk mengisi kekosongan kisah-kisah yang tidak diceritakan dalam Injil mengenai kehidupan Yesus dan dalam perkembangannya ingin menggantikan kisah-kisah tersebut dengan kisah-kisah yang mendukung pandangan mereka khususnya kaum Gnostik. Berbagai penemuan naskah Gnostik di Nag Hammadi dan diterbitkannya Injil Yudas dan Injil Thomas yang memberikan gambaran yang berbeda mengenai Yesus justru membantu para sarjana Kristen dan umat Kristen untuk memahamai lebih dekat konflik teologis pada abad-abad tersebut. Publikasi injil-injil gnostik ini mendekatkan kita pada teks yang sebelumnya hanya dikutip dalam buku sejarah gereja, sejarah kanonisasi. Sekarang, kita dapat membaca dan membandingkan isi teks injil-injil ekstrkanonik tersebut dengan Injil Kanonik.

Dengan membaca sejarah, kitapun mengetahui bahwa injil-injil yang dikategorikan sebagai bermuatan Gnostik, telah dilawan oleh para Bapa Gereja diantaranya Irenaeus dalam bukunya Adeversus Haeresis. Dalam bukunya, beliau mengelompokkan beberapa paham Gnostik sbb: “Dan yang lain berkata bahwa Kain erasal dari alam yang lebih unggul, yaitu alamnya penguasa mutlak dan mengakui bahwa Esau, Korah dan orang-orang Sodom dan semua pribadi seperti itu adalah orang-orang yang sama seperti mereka: karena itu mereka dibenci oleh pencipta mereka, kendati tak seorangpun dari mereka menderita. Karena Kebijaksanaan (Sofia) merenggut ke atas segala sesuatu yang menjadi miliknya. Dan Yudas si pengkhianat amat memahami kebenaran itu, sementara yang lain tidak dipahaminya, maka dia melaksanakan misteri pengkhianatan itu. Olehnya, segala sesuatu, di bumi maupun di surga dihancurkan. Dan untuk itu mereka melahirkan sebuah karya (tulis) palsuyang  mereka sebut Injil Yudas[6]. George Wurst memberikan komentar terkait kutipannya atas tulisan Irenaeus sbb: “Yang dengan pasti dapat disimpulkan daripeaparan Irenaeus adalah bahwa kaum Kain membaca sebuah versi dari Injil Yudas dan bahwa mereka mengacu kepadanya untuk mendukung pemahaman mereka mengenai tindakan Yudas sebagai sebuah misteri. Ini berarti bahwa Yudas digmbarkan di dalam injil tersebut sebagai murid Yesus ‘yang mengetahui kebenaran yang tidak diketahui oleh para murid yang lain’ dan bahwa tindakan pengkhianatan itu harus diartikan sebagai bagian dari ‘penghancuran segala ciptaan, baik di durga maupun di bumi’, sejalan dengan paham gnostik mengenai sejarah keselamatan[7] Dengan penerbitan injil-injil Gnostik tersebut, kita menjadi tahu lebih dekat bahwa apa yang pernah ditentang oleh Irenaeus dan dikecam sebagai tulisan bidat, sekarang dapat kita akses dan baca serta kaji secara mandiri. Jika sebelum penerbitan injil-injil Gnostik ini kita hanya meraba-raba apa yang dimaksudkan oleh Irenaeus maka sekarang kita menjadi tahu secara langsung beberapa kitab yang ditentang oleh Irenaeus.
 
Alasan Teologis. Sekalipun kitab-kitab Gnostik tersebut memberikan gambaran yang sepenuhnya terbalik tentang Yesus dan ajaran-Nya sebagaimana yang disampaikan kitab-kitab kanonik, namun kita tidak merasa terancam karena dasar penulisan Kitab Perjanjian Baru adalah TaNaKh (Torah, Neviim, Kethuvim) yang lazim oleh kekristenan disebut dengan Kitab Perjanjian Lama yang menubuatkan kehadiran seorang Mesias Ilahi yang seluruh gambaran tersebut terwakili dalam diri Yesus Sang Mesias yang dikisahkan injil-injil kanonik baik Matius, Markus, Lukas, Yohanes.
 
Contoh, TaNaKh memberikan gambaran profetik mengenai hakikat dan karya Mesias dalam beberapa ayat seperti Kejadian 3:15, Ulangan 18:17-22, Yesaya 7:14; 9:5, Mikha 5:1, dll dan kesemua gambaran tersebut terwakili hanya pada satu tokoh bernama Yesus yang dikisahkan dalam Injil Kanonik. Bahkan tulisan-tulisan kanonik tersebut secara langsung mengutip kitab-kitab TaNaKh saat menghubungkan ucapan dan tindakan Yesus sebagai penggenap nubuatan dalam TaNaKh (Kis Ras 3:22-26. Sebaliknya, kitab-kitab Gnostik tersebut memberikan gambaran mengenai Tuhan Pencipta, Yesus Sang Mesias dan para muridnya berbeda 180 derajat dengan Injil Kanonik. Contoh gambaran Yesus yang berbeda sebagaimana digambarkan dalam Injil Yudas adalah gambaran Yesus yang doketik. Bart D. Ehrman dalam artikelnya mengatakan sbb: “Karakter uniknya (Yesus) ditunjukkan dalam komentar mengenai dia (Yudas): ‘Seringkali di hadapan para muridnya dia tidak menampakkan rupa sebagaimana dirinya, melainkan hadir di antara mereka sebagai seorang anak’. Para sarjana yang akrab dengan berbegai literatur Kristen awal sama sekali tak akan mengalami kesulitan untuk memahami alusi ini. Sejumlah naskah Kristen di luar Perjanjian Baru melukiskan Yesus sebagai pribadi ‘doketik’. Maksudnya adalah sebagai pribadi yang kelihatan manusia, hanya karena penampakannya (docetic berasal dari bahasa Yunani dake yang berarti ‘rupanya’, ‘tampaknya’). Sebagai pribadi ilahi, Yesus dapat mengenakan bentuk apapun yang dia kehendaki. Dalam beberapa naskah Kristen awal, Yesus dapat menampakkan diri sebagai orang yang sudah tua atau sebagai anak-anak-secara bersamaan, kepada orang yang berbeda (hal ini misalnya dapat ditemukan dalam buku yang tidak termasuk dalam kitab suci kanonik yang disebut Kisah Rasul Yohanes). Demikian juga di sini: Yesus sesungguhnya tidak memiliki tubuh ragawi, sebagaimana tampaknya, tetapi dapat menampakkan diri secara berbeda sesuka hatinya[8]

Berdasarkan du alasan tersebut (historis dan teologis) maka kehadiran injil-injil Gnostik yang dipublikasikan oleh media sekuler dan diangkat menjadi sebuah tayangan film, tidak akan menimbulkan pengaruh apapun terhadap kaum terpelajar Kristen. Sebaliknya, kehadiran kitab-kitab tersebut mendekatkan kita pada obyek yang ditentang oleh para Bapa Gereja dan yang telah diperingatkan sejak dini oleh para rasul khususnya rasul Paul. Serentak dengan itu, kitapun tidak erlu berlebihan dengan memberikan perlawanan dan penolakkan terhadap eksitensi kitab-kitab tersebut, melainkan dengan kematangan kita mengkaji dan menilai dari sudut pandang keimanan kita sebagaimana dikatakan oleh  Agustinus Gianto, Guru Besar Filologi Semit dan Linguistik dari Pontifical Institute, Roma dalam kata pengantar terjemahan “The Gosple of Judas”, sbb: “Temuan apa saja, entah itu tambahan pengetahuan sejarah dan kemanusiaan, entah itu temua teknologi dan ilmu pengetahuan, layak dikaji dan diperiksa relevansinya bagi kehidupan. Komunitas orang beriman juga akan mengambil sikap berdasarkan iman kepercayaan yang dihayati. Jadi pada dasarnya ada dialog dengan perkembangan yang ada dalam masyarakat. Kaum beriman masa kini masih tetap perlu mengetahui pokok-pokok ajaran yang dihidupi para murid ertama dan yang diperkaya dalam generasi-generasi brikutnya sambil menyadari perbedaannya dengan penlbagai pandangan hidup lain”[9]





END NOTE

[1] Diunduh dan diterjemahkan dari http://en.wikipedia.org/wiki/Gospel_of_Thomas pada Tgl 25 April 2010
 
[2] Diunduh dan diterjemahkan dari http://en.wikipedia.org/wiki/Gospel_of_Judas pada Tgl 25 April 2010
 
[3] Diunduh dan diterjemahkan dari http://en.wikipedia.org/wiki/Gnostic_Gospels pada Tgl 25 April 2010
 
[4] Geisler, Normal L., and Nix, William E., A General Introduction to the Bible, Revised and Expanded, (Chicago, IL: Moody Press) 1986.
 
[5] Menguak Injil-Injil Rahasia, Yogyakarta: Kanisius 2007, hal 23-25
 
[6] George Wurst, “Irenaeus dari Lyon dan Injil Yudas” dalam “The Gospel of Judas”, Jakarta: Gramedia 2006, Hal 134
 
[7] Ibid., hal 139
 
[8] Kristianitas dijungkirbalikkan: Visi Alternatif Injil Yudas, dalam “The Gospel of Judas”, Jakarta: Gramedia 2006,  Hal 115
 
[9] Ibid., Hal xviii-xix

0 komentar:

Posting Komentar