KONSEP TSEDAQAH DALAM KEKRISTENAN
Posted byHAKIKAT TSEDAQAH
Kekristenan “pada umumnya” lebih menekankan pada pengakuan iman dan kesalehan individu dibandingkan perbuatan-perbuatan derma. Bisa jadi, pemahaman tersebut didasarkan ada pembacaan dan penafsiran yang keliru terhadap ajaran-ajaran Yahshua dan tulisan para Rasul. Frasa, “Sebab itu tidak seorangpun dibenarkan karena melakukan Torah”, sering dimaknai bahwa berbagai perbuatan derma dan perbuatan-perbuatan baik tidak memiliki nilai kekekalan. Padahal di tempt lain Kitab Suci berkata, Dan janganlah kamu lupa berbuat baik dan memberi bantuan, sebab korban-korban yang demikianlah yang berkenan kepada Tuhan” (Ibr 13:16). Demikian pula dikatakan, “Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa” (Yak 4:17).
Kekristenan sejak semula berakar dan berkembang dari Yudaisme. Dalam Talmud dikatakan bahwa dunia ditopang oleh tiga perkara: TORAH (ajaran), AVODAH (ibadah), GEMILUT KHASADIM (perbuatan saleh). Seharusnyalah Kekristenan kita yang berakar pada tradisi Semitik dan Keibranian memiliki pemahaman yang benar tentang GEMILUT KHASADIMGEMILUT KHASADIM (perbuatan saleh) dalam hidup sehari-hari. Kitab Suci Torah, Neviim, Kethuvim (TaNaKh) mengungkapkan perilaku yang sesuai dengan norma atau ketetapan dengan istilah TSEDEQ yang muncul sebanyak 118 kali. Bentuk feminim dari kata TSEDEQTSEDAQAH (צדקה) yang muncul sebanyak 156 kali. Orang yang melakukan TSEDEQ atau TSEDAQAH dinamai TSADIQ (צדיק). Semula, kata TSEDEQ atau TSEDAQAHJanganlah kamu berbuat curang dalam peradilan; janganlah engkau membela orang kecil dengan tidak sewajarnya dan janganlah engkau terpengaruh oleh orang-orang besar, tetapi engkau harus mengadili orang sesamamu dengan kebenaran (צדק -tsedeq)”. Bahkan diperluas dalam hal kejujuran dalam soal yang bersangkut paut dengan perekonomian sebagaimana dikatakan dalam Imamat 19:36,” Neraca yang betul (מאזני צדק-mozne tsedeq), batu timbangan yang betul (אבני־צדק-avney tsedeq), efa yang betul (איפת צדק-efat tsedeq) dan hin yang betul (הין צדק-hin tsedeq) haruslah kamu pakai; Akulah Yahweh Tuhanmu yang membawa kamu keluar dari tanah Mesir”. Keseluruhan istilah di atas mengandung makna “jangan berperilaku yang menyimpang dari ukuran yang ditetapkan”. (perbuatan saleh). Pada ahirnya, dilandasi pemahaman yang benar, kita melakukan (צדק) adalah berkaitan dengan hukum peradilan. Imamat 19:15 mengatakan, “
TIGA ASPEK TSEDAQAH
Istilah TSEDEQ atau TSEDAQAH mengandung tiga aspek hubungan yang bersifat pribadi yaitu aspek etis, aspek hukum serta aspek teokrasi (Theological Words of Old Testament Lexicon, Bible Work 6). <span>Aspek etis</span> berkaitan dengan perilaku seseorang terhadap orang lain. Ulangan 24: 10-13 memberikan gambaran perilaku orang yang benar dikaitan dengan hal pinjaman.
“Apabila engkau meminjamkan sesuatu kepada sesamamu, janganlah engkau masuk ke rumahnya untuk mengambil gadai dari padanya. Haruslah engkau tinggal berdiri di luar, dan orang yang kauberi pinjaman itu haruslah membawa gadai itu ke luar kepadamu. Jika ia seorang miskin, janganlah engkau tidur dengan barang gadaiannya; kembalikanlah gadaian itu kepadanya pada waktu matahari terbenam, supaya ia dapat tidur dengan memakai kainnya sendiri dan memberkati engkau. Maka engkau akan menjadi benar (tsedaqah) di hadapan Yahweh Tuhanmu”. Demikian pula dengan Ayub (Iyov) yang melakukan TSEDAQAH terhadap orang-orang yang berkekurangan sebagaimana dikatakan dalam Ayub 29:12-15, “Karena aku menyelamatkan orang sengsara yang berteriak minta tolong, juga anak piatu yang tidak ada penolongnya; aku mendapat ucapan berkat dari orang yang nyaris binasa, dan hati seorang janda kubuat bersukaria; aku berpakaian kebenaran (tsedeq lavashti) dan keadilan menutupi aku seperti jubah dan serban; aku menjadi mata bagi orang buta, dan kaki bagi orang lumpuh”.
Sementara <span>aspek hukum</span> berkaitan dengan kesetaraan orang di hadapan hukum. Keluaran 23:7 mengatakan, “Haruslah kaujauhkan dirimu dari perkara dusta. Orang yang tidak bersalah dan orang yang benar (tsadiq) tidak boleh kaubunuh, sebab Aku tidak akan membenarkan (ashdiq) orang yang bersalah”. Yesaya 5: 22-23 mengatakan,” Celakalah mereka yang menjadi jago minum dan juara dalam mencampur minuman keras; yang membenarkan (mashdiqe) orang fasik karena suap dan yang memungkiri kebenaran orang benar” (tsidqat tsadiqim)”
<span>Aspek teokratis berkaitan dengan Bangsa Israel terhadap Tuhan Yahweh. Perjanjian Yahweh dengan Yishrael menuntut ketaatan Israel terhadap perintah-perintah-Nya. Ketaatan tersebut diwujudkan dengan melakukan tindakan-tindakan yang benar. Ulangan 6:24-25 mengatakan, “Yahweh Tuhan kita, memerintahkan kepada kita untuk melakukan segala ketetapan itu dan untuk takut akan Yahweh, Tuhan kita, supaya senantiasa baik keadaan kita dan supaya Ia membiarkan kita hidup, seperti sekarang ini. Dan kita akan menjadi benar (tsedaqa), apabila kita melakukan segenap perintah itu dengan setia di hadapan Yahweh Tuhan kita, seperti yang diperintahkan-Nya kepada kita”.
Dari penjelasan dan keterangan mengenai kata TSEDEQ, TSEDAQAH dan TSADIQ kita mendapatkan benang merah bahwa kebenaran atau kesalehan seseorang dapat dibaca berdasarkan perbuatannya yang benar. Perbuatan yang benar meliputi berlaku adil, berlaku penuh belas kasih, memberikan sebagian harta yang dimiliki untuk menolong orang lain.
Dalam perkembangannya, kata TSEDAQAH berkaitan rapat dengan memberikan sebagian harta yang dimiliki untuk menolong orang lain. Ajaran Yesus Sang Mesias mengenai TSEDAQAH dalam Matius 6: 1-4 berkaitan dengan konsep pemberian berupa uang atau barang.
TIGA PERKARA PENTING TENTANG TSEDAQAH
Sebelum membahas lebih jauh mengenai TSEDAQAH dalam Matius 6:1-4, ada tiga hal yang harus kita ketahui tentang TSEDAQAH. <span>Pertama</span>, berilah TSEDAQAHSalomo, anakku yang satu-satunya dipilih Tuhan adalah masih muda dan kurang berpengalaman, sedang pekerjaan ini besar, sebab bukanlah untuk manusia bait itu, melainkan untuk Tuhan Yahweh. Dengan segenap kemampuan aku telah mengadakan persediaan untuk rumah Tuhanku, yakni emas untuk barang-barang emas, perak untuk barang-barang perak, tembaga untuk barang-barang tembaga, besi untuk barang-barang besi, dan kayu untuk barang-barang kayu, batu permata syoham dan permata tatahan, batu hitam dan batu permata yang berwarna-warna, dan segala macam batu mahal-mahal dan sangat banyak pualam. Lagipula oleh karena kerinduanku (ועוד ברצותי-od birshoti) kepada rumah Tuhanku, maka sebagai tambahan pada segala yang telah kusediakan bagi rumah kudus, aku dengan ini memberikan kepada rumah Tuhanku dari emas dan perak kepunyaanku sendiri. tiga ribu talenta emas dari emas Ofir dan tujuh ribu talenta perak murni untuk menyalut dinding ruangan, yakni emas untuk barang-barang emas dan perak untuk barang-barang perak dan untuk segala yang dikerjakan oleh tukang-tukang. Maka siapakah pada hari ini yang rela mengabdikan tangannya (מתנדב למלאות ידו-mitnadev lemalot yado) kepada Tuhan?" Dimotivasi oleh RATSA atau kerinduannya kepada Yahweh maka Raja Dawid memberikan persembahan. Dan dia memotivasi orang lain untuk memberi dengan rela hati untuk pembangunan Bet Yahweh. Kalimat rela mengabdikan tangannya (mitnadev lemalot yado) bermakna kerelaan memberikan persembahan. Adakah kita sulit memberikan TSEDAQAH? milikilah kerinduan pada Tuhan maka itu akan mendorong dan memotivasi kita untuk berbuat kebaikkan bagi Tuhan dan sesama. dengan kerelaan hati. Dalam 1 Tawarikh 29:1-5, Raja Dawid (Daud) berkata demikian, "
<span>Kedua,</span> jangan menahan TSEDAQAH kepada orang yang berhal menerimanya. Amsal 3:27-28 mengatakan, “Janganlah menahan kebaikan dari pada orang-orang yang berhak menerimanya, padahal engkau mampu melakukannya. Janganlah engkau berkata kepada sesamamu: ‘Pergilah dan kembalilah, besok akan kuberi,’ sedangkan yang diminta ada padamu”. Jika kita memiliki kemampuan untuk memberikan pakaian yang layak pkai pada sseorang yang tidak memiliki pakaian layak pakai, mengapa kita harus menahannya dan mengatakan “ah, ini pakaian mahal!”. Jika kita memiliki kemampuan memberikan pinjaman berupa barang atau uang kepada sahabat atau teman kita yang sedang benar-benar membutuhkan, mengapa kita katakan “kami tidak punya uang dan sedang mengencangkan ikat pinggang!”. Pengertian “menahan kebaikkan” (man’a tov) bukan hanya dalam hal contoh di atas. Jika kita menerima titipan dari seseorang baik berupa barang atau uang, kita pun tidak berhak mengurangi pemberian itu karena dirasa pemberian itu terlampau besar untuk diterima orang lain. Kita akan menerima keburukkan dari kebaikkan orang lain yang telah kita kurangi.
<span>Ketiga,</span> janganlah mengumumkan pada orang lain bahwa kita telah memberikan TSEDAQAH. Kategori yang ketiga menjadi bagian dari pembahasan perikop Matius 6:1-4. Ada dua anjuran penting yang diajarkan Yesus Sang Mesias mengenai pemberian TSEDAQAH. <span>Pertama</span>, jangan mengumumkan pada orang lain agar mendapat pujian. Lembaga Alkitab Indonesia menerjemahkan Matius 6:2 sbb, “Jadi apabila engkau memberi sedekah, janganlah engkau mencanangkan hal itu, seperti yang dilakukan orang munafik di rumah-rumah ibadat dan di lorong-lorong, supaya mereka dipuji orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya”. Kata “mencanangkan” bermakna “mengangankan dalam pikiran”. Padahal maksud ayat 2 bukanlah demikian. Kata Yunani SALPISES (σαλπισης) merupakan kata kerja aktiv orang kedua tunggal dari kata SALPIZO yang bermakna ‘MENIUP TEROMPET”. Kata kerja yang sama muncul dalam 1 Korintus 15: 52, diterjemahkan dengan nafiri sbb, “dalam sekejap mata, pada waktu bunyi nafiri yang terakhir. Sebab nafiri akan berbunyi (salpizei) dan orang-orang mati akan dibangkitkan dalam keadaan yang tidak dapat binasa dan kita semua akan diubah”.
Dalam konteks budaya Semitik khususnya budaya Yahudi, alat tiup yang dimaksud adalah SHOFAR (שופר) Maka terjemahan Hebrew New Testament atau Kitab Perjanjian Baru berbahasa Ibrani yang diterjemahkan dari naskah Yunani, menerjemahkan ayat 2 sbb, “lo tashmi’u kol teruah lefaneka…” yang artinya, “janganlah membunyikan alat tiup di hadapan mereka”. Kebiasaan di Sinagoge pada waktu itu bahwa jika ada seseorang yang memberikan TSEDAQAH, dibunyikan alat tiup shofar untuk mengumumkan pada orang-orang bahwa seseorang baru saja memberikan TSEDAQAH. Kebiasaan ini oleh Yesus janganlah ditiru karena perilaku seperti itu disamakan dengan perilaku orang munafik.
Anjuran Yesus yang <span>kedua</span> bahwasanya jika memberikan TSEDAQAHTetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu. Hendaklah sedekahmu itu diberikan dengan tersembunyi, maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu”. Pertengahan Oktober 2008 lalu kita dikejutkan oleh peristiwa pemberian ZAKAT oleh seorang dermawati kaya di Pasuruan yang menelan korban 21 orang manula tewas kehabisan nafas karena berdesak-desakan dan terinjak-injak ratusan orang yang akan menerima ZAKAT sebesar Rp. 35.000,-. Sungguh ironis dan menyedihkan. Suatu pemberian yang baik berakhir dengan kematian 21 orang. Yesus mengajarkan pada kita untuk memberikan TSEDAQAH tanpa diketahui siapapun, tidak menyolok perhatian orang banyak. Bapa Surgawi yang akan membalas semua kebaikkan yang dilakukan oleh kita di tempat yang tersembunyi. janganlah sampai diketahui orang melainkan di tempat yang tersembunyi. Ayat 3-4 mengatakan, “
BERKAT TUHAN BAGI YANG MEMBERI TSEDAQAH
Setiap GEMILUT KHASADIM (perbuatan saleh) yang dilakukan termasuk TSEDAQAH tentu saja akan diperhitungkan oleh Tuhan. Sekalipun berbagai perbuatan mulia di atas tidak mendatangkan keselamatan dan kehidupan kekal, namun Tuhan akan memberi kebaikkan selama kita hidup di bumi.
Lukas 6:38 mengatakan, “Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." Lukas 12:38 mengatakan, “Tetapi barangsiapa tidak tahu akan kehendak tuannya dan melakukan apa yang harus mendatangkan pukulan, ia akan menerima sedikit pukulan. Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, dari padanya akan banyak dituntut, dan kepada siapa yang banyak dipercayakan, dari padanya akan lebih banyak lagi dituntut." Kisah Rasul 20: 35 mengatakan, “Dalam segala sesuatu telah kuberikan contoh kepada kamu, bahwa dengan bekerja demikian kita harus membantu orang-orang yang lemah dan harus mengingat perkataan Tuhan Yesus, sebab Ia sendiri telah mengatakan: Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima." 2 Korintus 9:7 mengatakan, “Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Tuhan mengasihi orang yang memberi dengan sukacita.
0 komentar:
Posting Komentar