RSS Feed

SOTERIOLOGI ISLAM DALAM TEMBANG GUBAHAN SUNAN KALIJAGA ILIR ILIR

Posted by Teguh Hindarto



Lagu Ilir Ilir pada zaman Kerajaan Jawa Islam sangat populer dinyanyikan sebagai tembang dholanan atau permainan anak-anak sebagaimana lagu-lagu Cublak-cublak suweng atau Gundhul-gundhul pacul dll. Demikian pula pada zaman keemasan era pemerintahan ORLA (Orde Lama) atau ORBA (Orde Baru), lagu-lagu tersebut terkadang menjadi daftar nyanyian wajib dalam lembaga-lembaga pendidikan umum di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di era Reformasi ini, kita sayup-sayup mendengar lagu yang sudah tidak dikenal di kalangan kanak-kanak tersebut mulai kembali digemakan baik dalam nuansa religius sebagaimana ditampilkan oleh grup musik Kiai Kanjeng yang digawangi seniman dan budayawan Emha Ainun Najib maupun dalam konsep aslinya yaitu dolanan yang mulai dipopulerkan oleh grup band bernama Rich Band. Lagu tersebut merupakan gubahan salah satu dari Wali Songo bernama Sunan Kalijaga tokoh penyebar Islam yang termasyur di wilayah Jawa.


Sunan Kalijaga, nama aslinya bernama Raden Sahid, putera Adipati Tuban bernama Raden Sahur atau Arya Wilwatikta, masih keturunan Ranggalawe, Adipati Tuban yang pertama. Raden Sahid lahir Tahun 1450 M. Beliau sempat menjalani kehidupan di luar kadipaten karena menjalani hukuman sang ayah akibat sikap beliau yang tidak bisa melihat penindasan terjadi dimana-mana. Sempat menjalani kehidupan layaknya Robin Hood, yaitu perampok budiman bernama Brandal Lokajaya. Setelah lama menjalani kehidupan demikian, beliau bertemu dengan Sunan Bonang yang membuatnya akhirnya bertaubat dan berguru kepada Sunan Bonang dengan menempuh jalan Sufi1.

Sunan Kalijaga sangat akrab di telinga rakyat. Ia dikenal pandai mendalang dan bermain gamelan. Sering kali ia menjadi dalang wayang kulit, karena ia yakin dengan pentas seni ini ia bisa berdakwah dengan leluasa. Dialah yang mengubah wayang dengan boneka (semacam wayang golek) menjadi wayang kulit (dengan kulit kambing). Beliau banyak menciptakan tembang seperti Rumekso in Wengi dan tembang Lir Ilir.

Bagi yang asing dengan lagu tersebut, saya akan kutipkan sbb:

Lir-Ilir, Lir-ilir, lir-ilir tandure wus sumilir. Tak ijo royo-royo tak senggo temanten anyar. Cah angon-cah angon penekno blimbing kuwi. Lunyu-lunyu penekno kanggo mbasuh dodotiro. Dodotiro-dodotiro kumitir bedhah ing pinggir. Dondomono jrumatono kanggo sebo mengko sore. Mumpung padhang rembulane mumpung jembar kalangane Yo surako... surak hiyo..

Sayup-sayup, Sayup-sayup bangun (dari tidur). Tanaman-tanaman sudah mulai bersemi, demikian menghijau bagaikan gairah pengantin baru. Anak-anak penggembala, tolong panjatkan pohon blimbing itu, walaupun licin tetap panjatlah untuk mencuci pakaian. Pakaian-pakaian yang koyak disisihkan. Jahitlah benahilah untuk menghadap nanti sore. Selagi sedang terang rembulannya. Selagi sedang banyak waktu luang. Mari bersorak-sorak ayo...

HAKIKAT & MAKNA TEMBANG ILIR ILIR

Menurut M. Hariwijaya, “Lagu Ilir Ilir di atas memberi rasa optimis kepada seseorang yang sedang melakukan amal kebaikan amal itu berguna untuk bekal di hari akhir. Kesempatan hidup didunia ini harus dimanfaatkan untuk berbuat kebaikan, jangan hendak membunuh nanti akan berganti di bunuh karena semua ada balasannya”2.

Lir ilir, judul dari tembang di atas. Bukan sekedar tembang dolanan biasa, tapi tembang di atas mengandung makna yang sangat mendalam. Tembang karya Kanjeng Sunan ini memberikan hakikat kehidupan dalam bentuk syair yang indah. Carrol McLaughlin, seorang profesor harpa dari Arizona University terkagum kagum dengan tembang ini, beliau sering memainkannya. Maya Hasan, seorang pemain Harpa dari Indonesia pernah mengatakan bahwa dia ingin mengerti filosofi dari lagu ini. Para pemain Harpa seperti Maya Hasan (Indonesia), Carrol McLaughlin (Kanada), Hiroko Saito (Jepang), Kellie Marie Cousineau (Amerika Serikat), dan Lizary Rodrigues (Puerto Rico) pernah menterjemahkan lagu ini dalam musik Jazz pada konser musik Harp to Heart3.

Apakah makna mendalam dari tembang ini? Mari kita coba mengupas maknanya:4

Lir-ilir, lir-ilir tembang ini diawalii dengan ilir-ilir yang artinya bangun-bangun atau bisa diartikan hiduplah (karena sejatinya tidur itu mati) bisa juga diartikan sebagai sadarlah.

T etapi yang perlu dikaji lagi, apa yang perlu untuk dibangunkan? Apa yang perlu dihidupkan? hidupnya Apa ? Ruh? kesadaran ? Pikiran? terserah kita yang penting ada sesuatu yang dihidupkan, dan jangan lupa disini ada unsur angin, berarti cara menghidupkannya ada gerak..(kita fikirkan ini)..gerak menghasilkan udara. ini adalah ajakan untuk berdzikir. Dengan berdzikir, maka ada sesuatu yang dihidupkan.

Tandure wus sumilir, Tak ijo royo-royo tak senggo temanten anyar.Bait ini mengandung makna kalau sudah berdzikir maka disitu akan didapatkan manfaat yang dapat menghidupkan pohon yang hijau dan indah. Pohon di sini artinya adalah sesuatu yang memiliki banyak manfaat bagi kita.

Pengantin baru ada yang mengartikan sebagai Raja-Raja Jawa yang baru memeluk agama Islam. Sedemikian maraknya perkembangan masyarakat untuk masuk ke agama Islam, namun taraf penyerapan dan implementasinya masih level pemula, layaknya penganten baru dalam jenjang kehidupan pernikahannya.

Cah angon cah angon penekno blimbing kuwi. Mengapa kok “Cah angon” ? Bukan “Pak Jendral” , “Pak Presiden” atau yang lain? Mengapa dipilih “Cah angon” ? Cah angon maksudnya adalah seorang yang mampu membawa makmumnya, seorang yang mampu “menggembalakan” makmumnya dalam jalan yang benar. Lalu,kenapa “Blimbing” ? Ingat sekali lagi, bahwa blimbing berwarna hijau (ciri khas Islam) dan memiliki 5 sisi. Jadi blimbing itu adalah isyarat dari agama Islam, yang dicerminkan dari 5 sisi buah blimbing yang menggambarkan rukun Islam yang merupakan Dasar dari agama Islam. Kenapa “Penekno” ? ini adalah ajakan para wali kepada Raja-Raja tanah Jawa untuk mengambil Islam dan dan mengajak masyarakat untuk mengikuti jejak para Raja itu dalam melaksanakan Islam.

L unyu lunyu penekno kanggo mbasuh dodotiro. Walaupun dengan bersusah payah, walupun penuh rintangan, tetaplah ambil untuk membersihkan pakaian kita. Yang dimaksud pakaian adalah taqwa. Pakaian taqwa ini yang harus dibersihkan.  
Dodotiro dodotiro, kumitir bedah ing pinggir. Pakaian taqwa harus kita bersihkan, yang jelek jelek kita singkirkan, kita tinggalkan, perbaiki, rajutlah hingga menjadi pakain yang indah ”sebaik-baik pakaian adalah pakaian taqwa“.

Dondomono jlumatono kanggo sebo mengko sore. Pesan dari para Wali bahwa suatu ketika kamu akan mati dan akan menemui Sang Maha Pencipta untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatanmu. Maka benahilah dan sempurnakanlah ke-Islamanmu agar kamu selamat pada hari pertanggungjawaban kelak.

Mumpung padhang rembulane, mumpung jembar kalangane. Para wali mengingatkan agar para penganut Islam melaksanakan hal tersebut ketika pintu hidayah masih terbuka lebar, ketika kesempatan itu masih ada di depan mata, ketika usia masih menempel pada hayat kita.

Yo surako surak hiyo. Sambutlah seruan ini dengan sorak sorai “mari kita terapkan syariat Islam” sebagai tanda kebahagiaan.

D ari uraian di atas kita melihat bagaimana Sunan Kalijaga secara jenius menerjemahkan ajaran Islam dalam rangkaian syair dan tembang pendek yang memiliki makna mendalam mengenai perlunya seseorang memperhatikan hidup mereka selama di dunia ini. Jangan hanya berorientasi pada keduniawian melainkan berorientasikan pada kehidupan dalam alam kekekalan. Sunan Kalijaga mengingatkan manusia akan akhir kehidupan dan membawa pertanggungjawaban pribadi kepada Tuhan. Konsep tersebut dibungkus dengan kalimat, kanggo sebho mengko sore. Sore adalah putaran waktu yang menandai habisnya siang hari sebagai simbol aktifitas. Malam adalah waktu beristirahat yang menggambarkan kematian. Sunan Kalijaga menawarkan Islam sebagai jalan dan bekal untuk menghadapi kematian dan pertanggungjawaban akhir. Konsep tersebut dibungkus dalam kalimat, Cah angon cah angon penekno blimbing kuwi. Buah blimbing itu berbentuk bintang lima sudut. Ini berbicara mengenai keislaman dengan Rukun Imannya yaitu Sahadat, Sholat, Zakat, Shaum, Haji.

TEMPAT & PERANAN PERBUATAN BAIK DALAM ISLAM

Konsep kematian dengan membawa bekal yaitu amalan baik sebagai bentuk pertanggungjawaban akhir manusia, digemakan pula oleh penyanyi balada (yang sangat saya idolakan) yaitu Ebiet G. Ade. Dalam salah satu lagunya berjudul Ayah Aku Mohon Maaf, dalam salah satu baitnya berbunyi: “Meskipun aku tak dapat menungguimu saat terakhir. Namun aku tak kecewa mendengar engkau berangkat dengan senyum manis dan ikhlas. Aku yakin kau cukup bawa bekal dan aku bangga jadi anakmu”. Dan dalam salah satu judul lagunya ada untaian kalimat akhir, “...mengumpulkan bekal untuk perjalanan abadi”.

Perbuatan baik dan amalan menempati peran penting (selain Sahadat, Sholat, Zakat, Haji, Puasa) dalam Islam sebagai bekal yang menentukan keselamatan seseorang yang harus dibawa dan dipertanggungjawabkan saat mereka mengalami kematian kelak.

Dikatakan dalam Qs 4:122 sbb: “Orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan saleh, kelak akan Kami masukkan ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah telah membuat suatu janji yang benar. Dan siapakah yang lebih benar perkataannya dari pada Allah ?

Pada hari penghakiman, keputusan masuk surga atau neraka pun didasarkan atas penimbangan amal (bukan penimbangan ketakwaan) sebagaimana dikatakan:

Q s 23: 102-103: “Barangsiapa yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka mereka itulah orang-orang yang dapat keberuntungan. Dan barangsiapa yang ringan timbangannya, maka mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, mereka kekal di dalam neraka Jahannam”

Qs 84:7-12: “Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah, dan dia akan kembali kepada kaumnya (yang sama-sama beriman) dengan gembira. 10. Adapun orang-orang yang diberikan kitabnya dari belakang, maka dia akan berteriak: "Celakalah aku." Dan dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)”

Mengenai penimbangan amal ini dikatakan dalam Hadits Riwayat Ahmad Tirmidzi, Ibnu Abid Dunya sbb: “Dirintangi manusia pada hari kiamat dengan tiga rintangan. Dua rintangan adalah perdebetana dan perbantahan, satu rintangan adalah pembagian catatan amalnya. Barangsiapa yang menerima catatan amalnya di tangan kanannya, maka dihisab dengan hisab yang gampang, dan masuklah ia ke dalam surga. Barangsiapa diberikan catatan amalnya di tangan kirinya masuklah ia ke dalam neraka

Bahkan mayat yang akan dikubur ditemani tiga hal yaitu keluarga, harta benda dan amal perbuatannya sebagaimana dikatakan dalam Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim sbb: “Pemberangkatan mayat itu diiringi oleh tiga hal, yaitu: keluargannya, harta bendanya dan amal perbuatannya. Yang dua akan pulang kembali dan satunya akan tetap tinggal. Yang pulang adalah keluarga dan harta bendannya, sedangkan yang tetap tinggal ialah amalannya”.

J ika keselamatan seseorang ditentukan oleh amalan baikknya selama di dunia ini, maka butuh SEBERAPA BANYAK perbuatan baik selama hidup kita ini agar timbangan kebaikkan kita memasukkan ke Surga? Adakah KEPASTIAN di dada kita bahwa perbuatan baik kita bakal membuat timbangan kita berat ke kanan dan memasukkan kita ke Sorga? Oleh karenanya seorang Muslim yang baik akan senantiasa berdoa demikian: “Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka" (Qs 2:201). DEPAG RI memberikan komentar terhadap doa mohon keselamatan tersebut demikian: Inilah doa yang sebaik-baiknya bagi seorang muslim.

Ketakwaan dan perbuatan baik menjadi penentu keselamatan seorang Muslim. Dalam Qs 19:71-72 dikatakan sbb: “Dan tidak ada seorangpun dari padamu, melainkan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan. Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zalim di dalam neraka dalam keadaan berlutut

Ustadz ‘Ashim bin Musthafa, Lc dalam artikelnya menuliskan:Yang perlu diketahui, Ulama ahli tafsir berbeda pendapat mengenai pengertian kata al-wurûd (mendatangi neraka) dalam ayat tersebut. Sebagian Ulama menyatakan, maksudnya neraka dihadirkan di hadapan segenap makhluk, sehingga semua orang akan merasa ketakutan. Setelah itu, Allâh Ta'ala menyelamatkan kaum muttaqîn (orang-orang yang bertakwa). Atau menurut penafsiran yang lain, semua makhluk akan memasukinya. Akan tetapi bagi kaum Mukminin meskipun mereka memasukinya, neraka akan menjadi dingin dan keselamatan bagi mereka. Di samping itu, terdapat penafsiran lain yang memaknai kata al-wurûd dengan mendekati neraka. Dan ada pula yang menafsirkan bahwa maksudnya adalah panas badan yang dialami kaum Mukminin saat menderita sakit panas. Syaikh ‘Abdul Muhsin menyatakan bahwa penafsiran paling populer mengenai ayat di atas ada dua pendapat. Pertama, semua orang akan memasuki neraka, akan tetapi kaum Mukminin tidak mengalami bahaya. Kedua, semua orang akan melewati shirâth (jembatan) sesuai dengan kadar amal shalehnya. Jembatan ini terbentang di atas permukaan neraka Jahannam. Jadi, orang yang melewatinya dikatakan telah mendatangi neraka. Penafsiran ini dinukil Ibnu Katsîr rahimahullâh dari Ibnu Mas’ûd radhiallâhu'anhu. Dari dua pendapat ini, Imam Ibnul Abil ‘Izzi rahimahullâh (wafat tahun 792 H) memandang bahwa pendapat kedua itulah yang paling kuat dan râjih” 5

KONSEP SOTERIOLOGI KRISTEN

Bagaimana Kekristenan melandaskan ajaran mengenai keselamatan dan kehidupan kekal? Berulang kali dan dalam berbagai kesempatan Yesus menegaskan nilai soteriologis menerima diri-Nya sebagai Mesias dan Anak Tuhan akan berdampak dalam kekekalan sbb:

Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa mendengar perkataan-Ku dan percaya kepada Dia yang mengutus Aku, ia mempunyai hidup yang kekal dan tidak turut dihukum, sebab ia sudah pindah dari dalam maut ke dalam hidup. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya saatnya akan tiba dan sudah tiba, bahwa orang-orang mati akan mendengar suara Anak Tuhan, dan mereka yang mendengarnya, akan hidup. Sebab sama seperti Bapa mempunyai hidup dalam diri-Nya sendiri, demikian juga diberikan-Nya Anak mempunyai hidup dalam diri-Nya sendiri” (Yohanes 5:24-26)

Kata Yesus kepadanya: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Yohanes 14:6)

Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Tuhan yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus” (Yohanes 17:3)

Berulang kali pula rasul-rasul Yesus menegaskan ulang dalam setiap pemberitaan Injil bahwa di dalam keimanan pada Yesus sebagai Mesias dan Anak Tuhan ada keselamatan dan kehidupan kekal sbb:

Petrus dan Yohanes menyatakan demikian: “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapa pun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan."(Kisah Rasul 4:12)

Paul dan Silas menyatakan kepada kepala penjara Filipi demikian: “Ia mengantar mereka ke luar, sambil berkata: "Tuan-tuan, apakah yang harus aku perbuat, supaya aku selamat?" Jawab mereka: "Percayalah kepada Junjungan Agung Yesus Sang Mesias dan engkau akan selamat, engkau dan seisi rumahmu” (Kisah Rasul 16:30-31)

Dalam surat-surat pastoralianya, Rasul Paul menegaskan sbb:

Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Junjungan Agung Yang Ilahi, dan percaya dalam hatimu, bahwa Tuhan telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan” (Roma 10:9-10)

Tetapi Tuhan yang kaya dengan rahmat, oleh karena kasih-Nya yang besar, yang dilimpahkan-Nya kepada kita, telah menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus, sekalipun kita telah mati oleh kesalahan-kesalahan kita -- oleh kasih karunia kamu diselamatkan -- dan di dalam Mesias Yesus Dia telah membangkitkan kita juga dan memberikan tempat bersama-sama dengan Dia di sorga, supaya pada masa yang akan datang Ia menunjukkan kepada kita kekayaan kasih karunia-Nya yang melimpah-limpah sesuai dengan kebaikan-Nya terhadap kita dalam Mesias Yesus. Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Tuhan, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri” (Ef 2:4-8).


NILAI & KEDUDUKAN PERBUATAN BAIK DALAM KEKRISTENAN

Lalu bagaimana kedudukan perbuatan baik dengan jika kita telah menerima keselamatan di dalam Yesus? Apakah manusia cukup hanya beriman saja dan tidak perlu berbuat baik saja?

Rasul Yakobus (Ya’aqov) memberikan jawaban hubungan antara iman dengan perbuatan sbb: “Apakah gunanya, saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia? Jika seorang saudara atau saudari tidak mempunyai pakaian dan kekurangan makanan sehari-hari, dan seorang dari antara kamu berkata: "Selamat jalan, kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang!", tetapi ia tidak memberikan kepadanya apa yang perlu bagi tubuhnya, apakah gunanya itu? Demikian juga halnya dengan iman: <span>Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati</span>” (Yak 2:14-17). Fungsi perbuatan adalah MENYEMPURNAKAN dan MEMBUKTIKAN bahwa seseorang memiliki iman sebagaimana dikatakan: “Tetapi mungkin ada orang berkata: "Padamu ada iman dan padaku ada perbuatan", aku akan menjawab dia: "Tunjukkanlah kepadaku imanmu itu tanpa perbuatan, dan aku akan menunjukkan kepadamu imanku dari perbuatan-perbuatanku." (Yak 2:18) dan “Kamu lihat, bahwa iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna” (Yak 2:22).

Rasul Paul mengatakan dalam suratnya bahwa Kitab Suci dapat melengkapi kita dengan pedoman-pedoman berbuat baik. Muara akhir pembacaan dan pemahaman atas Kitab Suci adalah berbuat baik sebagaimana dikatakan: “Segala tulisan yang diilhamkan Tuhan memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik” (2 Tim 3:16-17). Perbuatan baik adalah PENGALAMALAN seseorang akan perintah-perintah Tuhan.

NILAI & UPAH PERBUATAN BAIK

Rasul Paul mengatakan sbb: “Jangan sesat! Tuhan tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya. Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu. Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah” (Gal 6:7-9). Dalam suratnya yang lain Rasul Paul mengingatkan sbb: “Camkanlah ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga. Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Tuhan mengasihi orang yang memberi dengan sukacita. Dan Tuhan sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu, supaya kamu senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu dan malah berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan” (2 Kor 9:6-8)

Dua kutipan surat di atas memberikan penegasan pada kita bahwa seberapa banyak yang kita perbuat entah menolong orang atau memberikan tsedaqah kita dalam bentuk harta kepada yang memerlukannya, akan berdampak dalam kehidupan kita. Seberapa banyak kita berbuat, demikianlah yang akan kita terima dalam kehidupan ini. Oleh karenanya, janganlah jemu dalam berbuat kebajikan agar kita memperoleh kebajikan dan kemurahan Tuhan dalam kehidupan di dunia ini.

Saya sering melihat dan menggemari salah satu tayangan di televisi swasta yang berjudul “Minta Tolong”. Tayangan ini menyiarkan bagaimana respon orang-orang kaya ketika seseorang meminta tolong sesuatu darinya sangat jauh berbeda dengan orang-orang miskin. Justru yang selalu memiliki kepekaan sosial dalam menolong adalah orang-orang yang marjinal secara ekonomi dan sosial sehingga mereka akhirnnya menerima upah dan berkat dari penyelenggara program siaran tersebut. Demikian pula jika kita tekiun dan rela dalam berbuat kebaikan tanpa mengharap upah dan pahala, maka Tuhan akan menyediakan upah dan pahala berupa kebaikkan yang akan mencukupi kebutuhan dalam kehidupan kita.
Perbuatan baik bukan hanya memiliki nilai di dunia ini namun dalam kekekalan. Maksud saya, perbuatan baik bukan prasyarat untuk masuk dalam kekekalan karena sebagai pengikut Mesias kita telah menerima kekekalan dan kehidupan melalui iman kita kepada Yesus Sang Mesias, namun demikian perbuatan baik kita di dunia kita akan memiliki nilai yang dibawa dan menentukan kita sebagai apa dan bagaimana dalam kekekalan sebagaimana dikatakan:

Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya, yaitu hidup kekal kepada mereka yang dengan tekun berbuat baik, mencari kemuliaan, kehormatan dan ketidakbinasaan, tetapi murka dan geram kepada mereka yang mencari kepentingan sendiri, yang tidak taat kepada kebenaran, melainkan taat kepada kelaliman” (Rm 2:6-8).
Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan (Mesias) supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat” (2 Korintus 5:10).

“ Lalu aku mendengar seperti suara himpunan besar orang banyak, seperti desau air bah dan seperti deru guruh yang hebat, katanya: "Halelu-Yah! Karena YHWH, Tuhan kita, Yang Mahakuasa, telah menjadi raja. Marilah kita bersukacita dan bersorak-sorai, dan memuliakan Dia! Karena hari perkawinan Anak Domba telah tiba, dan pengantin-Nya telah siap sedia. Dan kepadanya dikaruniakan supaya memakai kain lenan halus yang berkilau-kilauan dan yang putih bersih!" (Lenan halus itu adalah perbuatan-perbuatan yang benar dari orang-orang kudus). Lalu ia berkata kepadaku: "Tuliskanlah: Berbahagialah mereka yang diundang ke perjamuan kawin Anak Domba." Katanya lagi kepadaku: "Perkataan ini adalah benar, perkataan-perkataan dari Tuhan” (Why 19:6-9)

PENUTUP

Dengan kajian dan interpretasi terhadap tembang Ilir-ilir karya Sunan Kalijaga, kita tidak hanya berhenti sampai pada pemahaman dalam dataran konseptual bahwa soteriologi Islam dilandaskan pada ketakwaan dan perbuatan baik namun menjadi cermin bagi umat Kristen sebagai orang yang telah menerima kehidupan kekal sebagai jaminan atas keimanannya terhadap Yesus Sang Mesias sebagai Putra Tuhan, untuk menjaga dan memelihara keselamatan yang telah diterima dengan senantiasa rajin berbuat baik sebagaimana dikatakan dalam Titus 2:14 sbb: “yang telah menyerahkan diri-Nya bagi kita untuk membebaskan kita dari segala kejahatan dan untuk menguduskan bagi diri-Nya suatu umat, kepunyaan-Nya sendiri, yang rajin berbuat baik” dan dikatakan pula dalam 2 Timotius 3:16-17 sbb: “Segala tulisan yang diilhamkan Tuhan memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Tuhan diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik”.

Kehidupan yang Tuhan percayakan kepada kita hendaknya diisi dengan kerja dan karya serta ibadah dengan dilandasi rasa syukur dan kerelaan akan kehendak Tuhan. Ada salah satu lagu Jawa Kristen yang dinyanyikan oleh Philip Hadi yang mengekspresikan spirit yang sama dengan tembang Ilir Ilir karya Sunan Kalijaga namun dengan tekanan pada kehidupan yang penuh pengharapan dan kewaspadaan. Judul lagu tersebut Tangiyo. Berikut syairnya:

Uwis awan ayo konco padha tangi
Digatekke uripe ana ing ngendhi
Pratandhane wis cetha
Donyane arep sirna
Mulane kanca padha tangiya

Oh tangio, oh tangiyo
Gusti Yesus meh rawuh oh tangiyo
Mula padha elinga
Uripe diprayitna
Mulane konco padha tangia

Marilah kita menanti Sang Juruslamat, Ratu Adil dan Hakim dunia tersebut dengan kehidupan yang sadar, waspada dan senantiasa berbuat baik, sehingga ketika Dia datang, kita kedapatan tidak bercacat dan bercela sebagaimana dikatakan: “Sebab itu, saudara-saudaraku yang kekasih, sambil menantikan semuanya ini, kamu harus berusaha, supaya kamu kedapatan tak bercacat dan tak bernoda di hadapan-Nya, dalam perdamaian dengan Dia” (1 Ptr 3:14).



 ---------
1 M. Hariwijaya, Sunan Kalijaga: Waliyullah Tanah Jawi, Yogyakarta: Vision 03, 2006, hal 5
2 Ibid., hal 37
3 Keluarga Sakinah, Arti Lir Ilir Tembang Sunan Kalijaga, http://pak-professor.com/ks/index.php?option=com_content&task=view&id=122&Itemid=47
4 Ibid.,
5 Majalah As-Sunnah Edisi 09/Thn. XIII/Dzulhijjah 1430H/Desember 2010 Mhttp://majalah-assunnah.com/index.php?option=com_content&view=article&id=110

0 komentar:

Posting Komentar